64. Pembahasan Tentang Wasiat Yang Belum Pernah Didengar Darinya
Musnad Syafi'i 1737: Sa'id mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Dinar; ia pernah mendengar Ikrimah bin Khalid mengatakan: Abdurrahman bin Ummul Hakam dalam sakitnya bermaksud agar istrinya mengeluarkan sebagian dari hak warisnya untuk sedekah, tetapi ia menolak. Maka Abdurrahman menikah lagi dengap 3 orang wanita, dan ia memberikan maskawin kepada setiap istri barunya itu sebanyak 1000 dinar. Hal tersebut diperbolehkan oleh Abdul Malik bin Marwan. Kemudian mereka semua bersekutu dalam seperdelapan. 964 Ar-Rabi' mengatakan bahwa ini perkataan Asy-Syafi'i . Asy-Syafi'i menyebutkan, "Aku berpendapat bahwa hal itu merupakan maskawin sepadannya." Ia mengesahkan pernikahan itu dan membatalkan apa yang lebih dari maskawin sepadannya, jika si suami meninggal dunia dalam sakitnya itu. Dikatakan demikian karena hal itu hukumnya sama dengan wasiat, sedangkan wasiat untuk ahli waris tidak diperbolehkan. Musnad Syafi'i 1738: Sa'id bin Salim mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Uqbah, dari Nafi' maula Ibnu Umar, ia mengatakan: Bintu Hafsh bin Mughirah menjadi istri Abdullah bin Abu Rabi'ah, lalu Abdullah menceraikannya dengan sekali thalak. Kemudian Umar bin Khaththab menikahinya. Setelah itu, ia mendapat berita bahwa istrinya itu mandul, maka Umar menceraikannya sebelum menggaulinya. Bintu Hafsh menjanda selama masa kekhalifahan Umar dan sebagian dari masa kekhalifahan Utsman. Kemudian ia dikawini oleh Abdullah bin Abu Rabi'ah yang sedang sakit agar ia ikut bersekutu dengan para istrinya yang lain dalam mewarisi, mengingat antara dia dan Abdullah ada hubungan famili. 965 Musnad Syafi'i 1739: Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami dari Ibnu Juraij, dan Nafi': Bahwa Abu Rabi'ah menikah ketika sedang sakit keras, dan hal itu diperbolehkan. 966