48. Talaq
Shahih Bukhari 4850: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Abdullah] ia berakta: Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Nafi'] dari Abdullah bin 'Umar radliyallahu 'anhuma, bahwa Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar bin Al Khaththab pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Perintahkanlah agar ia segera meruju'nya, lalu menahannya hingga ia suci dan haid kembali kemudian suci. Maka pada saat itu, bila ia mau, ia boleh menahannya, dan bila ingin, ia juga boleh menceraikannya. Itulah Al Iddah yang diperintahkan oleh Allah untuk mentalak isteri."
Shahih Bukhari 4851: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Anas bin Sirin] ia berkata: Aku mendengar [Ibnu Umar] berkata: Ibnu Umar menceraikan isterinya dalam keadaan haidl. Maka 'Umar pun menuturkan hal itu pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Akhirnya beliau bersabda: "Hendaklah ia merujuknya kembali." Aku bertanya: "Apakah talak itu dihitung?" ia menjawab: "Kenapa tidak?" Dan dari [Qatadah] dari [Yunus bin Jubair] dari [Ibnu Umar] bahwa beliau bersabda: "Perintahkan padanya, hendaklah ia meruju'nya kembali." Aku bertanya: "Apakah talak itu juga dihitung?" Ibnu Umar menjawab: "Bagaimana bila ia tak mampu dan juga pandir?" Telah menceritakan kepada kami [Abu Ma'mar] telah menceritakan kepada kami [Abdul Warits] telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Umar] ia berkata: Ia pun menghitung masah iddahnya atasku dengan talak satu.
Shahih Bukhari 4852: Telah menceritakan kepada kami [Al Humaidi] Telah menceritakan kepada kami [Al Walid] Telah menceritakan kepada kami [Al Auza'i] ia berkata: Aku bertanya kepada [Az Zuhri]: "Siapakah di antara isteri-isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang meminta perlindungan daripada beliau?" Ia pun berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Urwah] dari Aisyah Radliyallahu 'Anha, bahwa ketika anak perempuan Al Jaun dihadapkan pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau pun mendekat darinya, ia berkata: "Aku berlindung kepada Allah darimu." Maka beliau pun bersabda padanya: "Sesungguhnya kamu telah berlindung dengan Dzat Yang Maha Agung. Kembalilah kepada keluargamu." Abu Abdullah berkata: Hadits itu diriwayatkan oleh [Hajjaj bin Abu Mani'] dari [kakeknya] dari [Az Zuhri] bahwa [Urwah] telah mengabarkan kepadanya, bahwa [Aisyah] berkata.
Shahih Bukhari 4853: Telah menceritakan kepada kami [Abu Nu'aim] Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Ghasil] dari [Hamzah bin Abu Usaid] dari Abu Usaid radliyallahu 'anhu, ia berkata: Kami pernah keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hingga sampai pada suatu dinding yang dinamakan Asy Syauth, kami terus berjalan hingga sampai pada dua dinding dan duduk di antara keduanya. Lalu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Duduklah kalian di sini." Beliau pun masuk dan ternyata telah didatangkan seorang perempuan Bani Jaun dan ditempatkan di rumah yang ada di kebun kurma yaitu rumahnya Ummayyah binti An-Nu'man bin Syarahil yang saat itu sedang bersama pelayan dan perawatnya. Dan ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menemuinya, beliau bersabda: "Serahkanlah dirimu untukku." Wanita itu berkata: "Apakah seorang permaisuri akan menyerahkan dirinya kepada seorang rakyat jelata?" Maka beliau pun menjulurkan tangannya dan hendak menyentuh dan menenangkan, akan tetapi wanita itu berkata: "Aku berlindung kepada Allah darimu." Maka beliau bersabda: "Sesungguhnya kamu telah berlindung dengan Dzat Yang Maha Melindungi." Setelah itu, beliau keluar dan berkata: "Wahai Usaid, berilah ia dua helai pakaian dari katun dan kembalikanlah ia kepada keluarganya." Dan [Al Husain bin Al Walid An Naisaburi] berkata: Dari [Abdurrahman] dari [Abbas bin Sahl] dari [Bapaknya] dan [Abu Usaid] keduanya berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menikahi Umayyah binti Syarahil. Dan ketika wanita itu dipertemukan dengan beliau, beliau pun merangkulkan tangan kepada wanita itu, sepertinya wanita itu tak menyukai hal itu. Maka beliau menyuruh Abu Usaid untuk mempersiapkan bekal untuk wanita itu, kemudian memberinya dua helai pakaian dari katun. Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad] Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Abu Zubair] Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman] dari [Hamzah] dari [Bapaknya] dan dari [Abbas bin Sahl bin Sa'd] dari [Bapaknya] dengan hadits ini.
Shahih Bukhari 4854: Telah menceritakan kepada kami [Hajjaj bin Minhal] Telah menceritakan kepada kami [Hammam bin Yahya] dari [Qatadah] dari [Abu Ghallab Yunus bin Jubair] ia berkata: Aku berkata kepada [Ibnu Umar]: "Bagaimana dengan seorang laki-laki yang menceraikan isterinya dalam keadaan haidl?" Ia pun berkata: "Apakah kamu kenal Ibnu 'Umar? Sesungguhnya Ibnu Umar pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haidl, lalu Umar pun mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan menuturkan hal itu. Maka beliau pun memerintahkannya untuk meruju'nya kembali. Jika wanita itu suci dan ia ingin untuk menceraikannya, maka ia boleh menceraikannya." Aku bertanya: "Apakah itu terhitung talak?" ia berkata: "Apakah kamu kira ia tak mampu atau pandir?"
Shahih Bukhari 4855: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yusuf] Telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Syihab] bahwa [Sahl bin Sa'd As Sa'idi] Telah mengabarkan kepadanya bahwa: Uwaimir Al 'Ajlani datang kepada 'Ashim bin Adi Al Anshari dan bertanya: "Wahai 'Ashim, bagaimana pendapatmu bila seorang laki-laki mendapatkan laki-laki lain bersama isterinya, apakah ia boleh membunuhnya hingga kalian pun juga turut membunuh laki-laki itu? Atau apakah yang mesti dilakukannya? Wahai 'Ashim, tanyakanlah pertanyaanku itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Maka 'Ashim pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membenci persoalan itu dan mencelanya hingga 'Ashim pun merasa keberatan. Ketika ia pulang ke rumah keluarganya, ia pun didatangi oleh 'Uwaimir dan berkata: "Wahai 'Ashim apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadamu?" Lalu 'Ashim berkata kepada 'Uwaimir: "Kebaikan belum singgah padaku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat membenci persoalan yang aku tanyakan." Maka Uwaimir pun berkata: "Demi Allah, aku tidak akan berhenti sehingga akan aku tanyakan sendiri." Akhirnya Uwaimir menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tengah kerumunan orang-orang, ia pun berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda, bila seorang laki-laki mendapatkan laki-laki lain bersama isterinya, apakah ia harus membunuhnya sehingga kalian juga akan membunuhnya? Atau apakah yang mesti ia lakukan?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Sesungguhnya telah diturunkan ayat terkait denganmu dan juga sahabatmu (isterimu). Pergi dan bawalah ia kemari." Sahl berkata: Akhirnya kedua orang suami-isteri itu pun saling meli'an, sementara aku berada bersama orang-orang yang ada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Setelah keduanya saling meli'an, maka 'Uwaimir pun berkata: "Aku telah berdusta atasnya wahai Rasulullah bila aku tetap menahannya (tidak menceraikannya)." Akhirnya ia pun menceraikannya dengan talak tiga sebelum ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibnu Syihab berkata: Seperti itulah sunnahnya dua orang suami isteri yang saling meli'an (saling menuduh berbuat serong).
Shahih Bukhari 4856: Telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Ufair] Ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Al Laits] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Urwah bin Zubair] bahwa ['Aisyah] Telah mengabarkan kepadanya bahwa Isteri Rifa'ah Al Quradhi datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Rifa'ah telah menceraikanku dan mengokohkan perceraian denganku. Setelah itu, aku pun menikah dengan Abdurrahman bin Az Zubair Al Quradhi, dan ternyata kelelakiannya hanyalah seperti ujung kain." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Sepertinya kamu ingin kembali ruju' dengan Rifa'ah, tidak, hingga laki-laki kedua merasakan madumu dan kamu pun merasakan madunya."
Shahih Bukhari 4857: Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Basysyar] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Ubaidullah] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Al Qasim bin Muhammad] dari ['Aisyah] bahwa Ada seorang laki-laki menceraikan isterinya dengan talak tiga. Lalu wanita itu menikah dan diceraikan lagi. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun ditanya, apakah wanita itu telah halal untuk suaminya yang pertama. Maka beliau menjawab: "Tidak, hingga laki-laki kedua itu merasakan madunya sebagaimana laki-laki pertama telah merasakannya."
Shahih Bukhari 4858: Telah menceritakan kepada kami [Umar bin Hafsh] Telah menceritakan kepada kami [ayahku] telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] Telah menceritakan kepada kami [Muslim] dari [Masruq] dari 'Aisyah radliyallahu 'anha, ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberikan pilihan kepada kami, maka kami pun memilih Allah dan Rasul-Nya. Dan beliau tidak menganggapnya talak sama sekali."
Shahih Bukhari 4859: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Isma'il] Telah menceritakan kepada kami [Amir] dari [Masruq] ia berkata: Aku pernah bertanya kepada [Aisyah] tentang Al Khiyarah (tawaran pilihan). Maka Ia pun menjawab: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memberi kami pilihan." Apakah itu termasuk talak? Masruq berkata: Aku tak peduli, apakah aku memberi pilihan satu atau seratus kali setelah ia memilihku."
Shahih Bukhari 4860: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad] Telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam bin Urwah] dari [bapaknya] dari [Aisyah] ia berkata: Ada seorang laki-laki menceraikan isterinya, lalu sang isteri pun menikah dengan laki-laki lain, kemudian laki-laki lain itu juga menceraikannya. Ternyata kemaluan laki-laki itu hanyalah seperti bulu, sehingga wanita itu belum mendapatkan apa yang diinginkan dari laki-laki kedua. Maka wanita itu pun menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya suamiku telah menceraikanku, lalu aku pun menikah dengan laki-laki lain, lalu laki-laki itu memasukiku, namun ia tak memiliki kelelakian kecuali hanya seperti ujung kain, sehingga ia tak mampu mendekatiku, dan juga tak mampu merasakan maduku. Karena itu, halalkanlah suamiku yang pertama." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kamu tidak akan menjadi halal bagi suamimu yang pertama hingga laki-laki itu merasakan madumu dan kamu juga merasakan madunya."
Shahih Bukhari 4861: Telah menceritakan kepadaku [Al Hasan bin Shabbah] Ia mendengar [Ar Robi' bin Nafi'] Telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Ya'la bin Hakim] dari [Sa'id bin Jubair] bahwa ia telah mengabarkan kepadanya bahwa ia mendengar [Ibnu Abbas] berkata: "Bila seseorang mengharamkan isterinya seperti mengatakan 'Engkau sekarang bagiku bukan apa-apanya lagi', maka itu harus membayar kaffarat." Lantas ia membacakan ayat: {Sesungguhnya pada diri Rasulullah terdapat suri tauladan bagi kalian.} (Al Ahzab: 21)
Shahih Bukhari 4862: Telah menceritakan kepadaku [Al Hasan bin Muhammad bin Shabbah] Telah menceritakan kepada kami [Hajjaj] dari [Ibnu Juraij] ia berkata: [Atha`] berdalih bahwa ia mendengar [Ubaid bin Umair] berkata: Aku mendengar Aisyah radliyallahu 'anha berkata: Bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah singgah di rumah Zainab binti Jahsy dan beliau juga minum madu di situ. Lalu aku dan Hafshah saling berpesan, bahwa siapa saja di antara kita yang ditemui oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendaklah ia berkata: "Sesungguhnya aku mendapatkan bau Maghafir. Apakah Anda habis makan maghafir?" akhirnya beliau pun masuk menemui salah seorang dari keduanya dan ia mengungkapkan kalimat itu pada beliau. Akhirnya beliau bersabda: "Tidak, akan tetapi aku hanya minum madu di tempat Zainab binti Jahsy dan aku tidak akan mengulanginya lagi." Maka turunlah ayat: {Wahai Nabi, kenapa kamu mengharamkan sesuatu yang telah dihalalkan oleh Allah} hingga firman-Nya: {Jika kalian berdua bertaubat} yakni kepada Aisyah dan Hafshah." Adapun kutipan ayat {Dan ketika Nabi berkata rahasia kepada sebagian isterinya} yakni terkait dengan sabda beliau: "Bahkan aku hanya minum madu."
Shahih Bukhari 4863: Telah menceritakan kepada kami [Farwah bin Abu Al Maghra`] Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Mushir] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Bapaknya] dari 'Aisyah radliyallahu 'anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah seorang yang menyukai madu dan juga manis-manisan. Biasanya, usai menunaikan shalat Ashar, beliau menemui para isteri-isterinya dan akhirnya mendekat dan menginap di tempat salah seorang dari mereka. Namun beliau selalu berdiam agak lama di tempat Hafshah binti 'Umar, maka aku merasa cemburu. Aku pun bertanya mencari info hal itu, dan dikatakanlah bahwa ada seorang wanita dari kaumnya yang telah memberikan madu padanya, lalu madu itu ia berikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka aku pun berkata: "Demi Allah, aku bernar-benar akan berbuat sesuatu untuk beliau (mengerjai beliau)." Kemudian, kukatakanlah kepada Saudah binti Zam'ah: "Sesungguhnya beliau akan mendekatimu. Bila beliau hendak mendekatimu, maka tanyakanlah padanya, 'Apakah Anda telah memakan Maghafir?' Maka beliau akan mengatakan padamu: 'Tidak.' Karena itu katakanlah pada beliau, 'Lalu bau apakah ini yang saya dapatkan dari Anda?' Lalu beliau akan mengatakan padamu: 'Hafshah telah memberiku minuman madu.' Maka katakanlah pada beliau, 'Lebah madu itu telah makan pohon bergetah yang baunya menjijikkan.' Dan aku pun akan mengatakan seperti itu, dan kamu wahai Shafiyyah katakanlah seperti itu." Saudah berkata: "Demi Allah, tidaklah beliau kecuali berdiri di depan pintu. Dan aku pun ingin mengungkapkan apa yang kamu inginkan karena rasa takutku padamu." Maka ketika beliau telah mendekat kepadanya, Saudah pun berkata: "Wahai Rasulullah, apakah Anda telah makan buah Maghafir?" Beliau menjawab: "Tidak." Saudah bertanya lagi: "Lalu bau apakah ini yang saya dapatkan dari Anda?" Beliau menjawab: "Hafshah telah memberiku minuman madu." Saudah berkata: "Lebah itu telah makan pohon bergetah yang baunya menjijikkan." Dan ketika beliau berkunjung kepadaku, aku pun berkata seperti itu dan begitu pula di tempat Shafiyyah yang juga berkata seperti itu. Maka pada saat beliau menuju ke tempat Hafshah, Hafshah pun berkata: "Wahai Rasulullah, maukah Anda aku beri minuman madu itu?" Beliau pun menjawab: "Aku tidak berhajat sedikit pun terhadap madu itu?" Akhirnya Saudah berkata: "Demi Allah, kita telah mengharamkannya." Aku pun berkata padanya: "Diamlah kamu."
Shahih Bukhari 4864: Telah menceritakan kepada kami [Muslim bin Ibrahim] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam] Telah menceritakan kepada kami [Qatadah] dari [Zurarah bin Aufa] dari [Abu Hurairah] radliallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang dikatakan oleh hati mereka, selama tidak melakukan atau pun mengungkapnya." Qatadah berkata: "Bila ia menceraikan dengan suara hatinya saja, maka hal itu tidaklah berpengaruh sedikit pun."
Shahih Bukhari 4865: Telah menceritakan kepada kami [Ashbagh] Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Wahab] dari [Yunus] dari [Ibnu Syihab] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Abu Salamah bin Abdurrahman] dari [Jabir] bahwa Seorang laki-laki dari Bani Aslam mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu sedang berada di dalam Masjid. Laki-laki itu mengatakan bahwa ia telah berzina, namun beliau berpaling darinya. Maka laki-laki itu menghadap ke arah wajah beliau seraya bersaksi atas dirinya dengan empat orang saksi. Akhirnya beliau memanggil laki-laki itu dan bertanya: "Apakah kamu memiliki penyakit gila?" ia menjawab: "Tidak." Beliau bertanya lagi: "Apakah kamu telah menikah?" ia menjawab: "Ya." Akhirnya beliau memerintahkan untuk merajamnya di lapangan luas. Dan ketika lemparan batu telah mengenainya, ia berlari hingga ditangkap dan dirajam kembali hingga meninggal.
Shahih Bukhari 4866: Telah menceritakan kepada kami [Abul Yaman] Telah mengabarkan kepada kami [Syu'aib] dari [Az Zuhri] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Abu Salamah bin Abdurrahman] dan [Sa'id bin Al Musayyab] bahwa [Abu Hurairah] berkata: Seorang laki-laki dari Bani Aslam mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang saat itu sedang berada di Masjid. Laki-laki itu pun memanggil beliau dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Al Akhira (maksudnya adalah dirinya sendiri) telah berzina." Lalu beliau berpaling darinya. Laki-laki itu kembali menghadap ke wajah beliau seraya berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Al Akhir telah berzina." Beliau berpaling lagi, dan laki-laki itu pun kembali menghadap ke wajah beliau dan berkata seperti itu lagi, namun beliau tetap berpaling. Maka pada keempat kalinya, ia kembali menghadap ke wajah beliau dan bersaksi atas dirinya dengan empat orang saksi, akhirnya beliau memanggilnya dan bertanya: "Apakah kamu memiliki penyakit jiwa?" laki-laki itu menjawab: "Tidak." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bawalah laki-laki itu pergi dan rajamlah ia." Dan memang laki-laki itu telah menikah. Dan dari [Az Zuhri] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [seorang] yang telah mendengar [Jabir bin Abdullah Al Anshari] berkata: Aku termasuk diantara orang yang merajamnya. Kami merajamnya di lapangan luas di Madinah. Ketika laki-laki itu terkena lemparan batu, ia pun lari dan kami mengejar dan menangkapnya lalu merajamnya kembali hingga meninggal.
Shahih Bukhari 4867: Telah menceritakan kepada kami [Azhar bin Jamil] Telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab Ats Tsaqafi] Telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwasanya: Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebun miliknya itu?" Ia menjawab: "Ya." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu." Abu Abdullah berkata: Tidak ada hadits penguat dari Ibnu Abbas.
Shahih Bukhari 4868: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq Al Wasithi] Telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Khalid Al Hadzdza`] dari [Ikrimah] Bahwa Saudara Perempuan Abdullah bin Ubay... Seperti riwayat sebelumnya. Dan beliau berkata: "Kembalikanlah kebun miliknya." Ia berkata: "Ya." Lalu ia pun mengembalikannya dan beliau memerintahkan agar menceraikannya. Dan Telah berkata [Ibrahim bin Thahman] dari [Khalid] dari [Ikrimah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Dan ceraikanlah ia." Dan dari [Ayyub bin Abu Tamimah] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwa ia berkata: Isteri Tsabit bin Qais datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku tidak mencela Tsabit atas agama atau pun akhlaknya. Akan tetapi, aku tak kuasa untuk hidup bersamanya." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kalau begitu, kembalikanlah kebun miliknya." Ia menjawab: "Ya."
Shahih Bukhari 4869: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abdullah bin Al Mubarak Al Mukharrimi] Telah menceritakan kepada kami [Qurad Abu Nuh] Telah menceritakan kepada kami [Jarir bin Hazim] dari [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] radliyallahu 'anhuma, ia berkata: Suatu ketika, isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir akan terjerumus dalam kekufuran." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kalau begitu, kembalikanlah kebun miliknya." Ia berkata: "Ya." Maka ia pun mengembalikan kebun itu pada Tsabit. Dan beliau memerintahkan kepada Tsabit, sehingga Tsabit meninggalkan wanita itu. Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Telah menceritakan kepada kami [Hammad] dari [Ayyub] dari [Ikrimah] bahwasanya Jamilah... lalu ia pun menyebutkan hadits.
Shahih Bukhari 4870: Telah menceritakan kepada kami [Abul Walid] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Abu Mulaikah] dari [Al Miswar bin Makhramah Az Zuhri] ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya Bani Al Mughirah meminta izin agar Ali dapat menikahi anak perempuan mereka, namun beliau tidak mengizinkan."
Shahih Bukhari 4871: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Abdullah] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Rabi'ah bin Abdu Abdurrahman] dari [Al Qasim bin Muhammad] dari [Aisyah] radliyallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: Sesungguhnya pada diri Barirah terdapat tiga sunnah. Yang pertama: Bahwa ia telah dimerdekakan dan diberi tawaran untuk memilih terhadap suaminya. Kemudian kedua: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda terkait dengannya: "Sesungguhnya Al Wala` (hak waris budak dan nasab) itu adalah bagi yang telah memerdekakan." Yang ketiga: Suatu ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam masuk, sementara periuk sedang direbus dengan daging. Namun yang disuguhkan kepada beliau saat itu adalah roti dan lauk dari rumah. Maka beliau pun bertanya: "Bukankah tadi aku melihat periuk yang berisikan daging." Maka mereka menjawab: "Ya, benar, akan tetapi daging itu adalah daging yang disedekahkan kepada Barirah, sementara Anda tidak makan harta sedekah." Akhirnya beliau pun bersabda: "Bagi Barirah adalah sedekah, sementara untuk kami adalah hadiah."
Shahih Bukhari 4872: Telah menceritakan kepada kami [Abul Walid] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dan [Hammam] dari [Qatadah] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: Aku pernah melihatnya sebagai seorang budak. Maksudnya, suami Barirah.
Shahih Bukhari 4873: Telah menceritakan kepada kami [Abdul A'laa bin Hammad] Telah menceritakan kepada kami [Wuhaib] Telah menceritakan kepada kami [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: Itu adalah Mughits, seorang budak Bani Fulan. Yakni, suami Barirah. Sepertinya aku melihat ia mengikutinya (Barirah) di jalan-jalan Madinah seraya menangisinya.
Shahih Bukhari 4874: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] Telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahhab] dari [Ayyub] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] radliyallahu 'anhuma, ia berkata: Suami Barirah adalah seorang budak yang berkulit hitam dan biasa dipanggil Mughits. Yakni, seorang budak Bani Fulan. Sepertinya aku melihat ia berkeliling di belakangnya di jalan-jalan Madinah.
Shahih Bukhari 4875: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad] Telah mengabarkan kepada kami [Abdul Wahhab] Telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwa Suami Barirah adalah seorang budak yang bernama Mughits. Sepertinya aku melihat ia berthawaf di belakangnya seraya menangis hingga air matanya membasahi jenggot. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Abbas: "Wahai Abbas, tidakkah kamu takjub akan kecintaan Mughits terhadap Barirah dan kebencian Barirah terhadap Mughits?" Akhirnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Seandainya kamu mau meruju'nya kembali." Barirah bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah Anda menyuruhku?" Beliau menjawab: "Aku hanya menyarankan." Akhirnya Barirah pun berkata: "Sesungguhnya aku tidak berhajat sedikit pun padanya."
Shahih Bukhari 4876: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Raja`] Telah mengabarkan kepada kami [Syu'bah] dari [Al Hakam] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] bahwa [Aisyah] ingin membeli Barirah, namun walinya tidak mau kecuali dengan mempersyaratkan perwaliannya (tetap pada mereka). Maka ia pun menuturkan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau pun bersabda: "Beli dan bebaskanlah ia. Sesungguhnya Al Wala` (perwalian/hak milik) itu adalah bagi yang membebaskan." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah diberi daging dan dikatakan kepadanya: "Sesungguhnya ini adalah daging yang disedekahkan kepada Barirah." Maka beliau bersabda: "Baginya adalah sedekah, namun bagi kami adalah hadiah." Telah menceritakan kepada kami [Adam] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dan ia menambahkan: Maka ia pun diberi Khiyar (pilihan untuk tetap bersama atau bercerai) dengan suaminya.
Shahih Bukhari 4877: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] Telah menceritakan kepada kami [Laits] dari [Nafi'] bahwa Apabila [Ibnu Umar] ditanya tentang hukum menikahi wanita Nashrani dan wanita Yahudi ia menjawab: "Sesungguhnya Allah telah mengharamkan wanita-wanita musyrik atas orang-orang yang beriman. Dan aku tidak mengetahui adanya kesyirikan yang paling besar daripada seorang wanita yang mengatakan bahwa Rabbnya adalah Isa, padahal ia hanyalah hamba dari hamba-hamba Allah."
Shahih Bukhari 4878: Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Musa] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam] dari [Ibnu Juraij] dan telah berkata ['Atha`] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: "Orang-orang musyrik terbagi menjadi dua bila dilihat dari kedudukan mereka dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan kaum mukminin. Yang pertama, Ahlul Harb. Yaitu orang-orang musyrik yang Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi mereka dan mereka juga memerangi beliau. Dan yang kedua, Ahlu 'Ahd. Yakni, kaum musyrikin yang tidak diperangi oleh Rasulullah dan mereka juga tidak memerangi beliau. Dan apabila ada salah seorang wanita berhijrah dari Ahlul Harb, maka wanita itu tidak boleh dinikahi hingga ia haid hingga suci kembali. Setelah suci, maka menikah dengannya pun menjadi halal. Apabila suaminya juga ikut berhijrah sebelum wanita itu dinikahi, maka wanita itu akan dikembalikan padanya. Kemudian, apabila yang berhijrah adalah seorang hamba sahaya laki-laki atau pun perempuan, maka keduanya akan menjadi merdeka serta berhak untuk mendapatkan hak sebagaimana yang didapatkan oleh kaum muhajirin yang lain." Kemudian disebutkan pula Ahlul 'Ahd sebagaimana haditsnya Mujahid: "Apabila seorang budak yang berhijrah baik laki-laki atau pun perempuan kepada orang-orang musyrik Ahlul 'Ahd, maka mereka tidak akan dikembalikan, namun yang dikembalikan adalah tebusan harga mereka." Dan ['Atha`] berkata: Dari [Ibnu Abbas] bahwasanya: Qaribah binti Abu Umayyah adalah isteri Umar bin Al Khaththab, lalu ia menceraikannya. Kemudian wanita itu dinikahi oleh Mu'awiyah bin Abu Sufyan, sedangkan Ummul Hakam binti Abu Sufyan adalah isteri dari 'Iyadl bin Ghanm Al Fihri dan kemudian ia pun menceraikannya, lalu dinikahi oleh Abdullah bin Utsman Ats Tsaqafi.
Shahih Bukhari 4879: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] dan telah berkata: [Ibrahim Al Mundzir] Telah menceritakan kepadaku [Ibnu Wahab] Telah menceritakan kepadaku [Yunus] Telah berkata [Ibnu Syihab] Telah mengabarkan kepadaku [Urwah bin Zubair] bahwa [Aisyah] radliyallahu 'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: Ketika para wanita mukminah berhijrah kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau akan menguji mereka dengan firman Allah Ta'ala: {Apabila wanita-wanita mukminat datang kepadamu untuk berhijrah, maka ujilah mereka} hingga akhir ayat (QS. Al Mumtahanah: 10). 'Aisyah berkata: Barangsiapa yang beliau tetapkan dari kaum mukminat dengan syarat ini, maka beliau menyatakan bahwa ia telah teruji. Dan biasa bila kaum wanita telah mengikrarkan syarat itu dengan ungkapan mereka, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan bersabda kepada mereka: "Pergilah, sesungguhnya aku telah membai'at kalian dengan ungkapan ikrar." Demi Allah, tidaklah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbuat sesuatu pun atas kaum wanita kecuali dengan sesuatu yang telah diperintahkan Allah. Bila beliau mengambil bai'at dari mereka, maka beliau akan berkata: "Sesungguhnya aku telah memba'iat kalian dengan ungkapan kata-kata."
Shahih Bukhari 4880: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Abu Uwais] dari [saudaranya] dari [Sulaiman] dari [Humaid Ath Thawil] bahwa ia mendengar [Anas bin Malik] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersumpah untuk tidak menemui para isterinya (selama satu bulan). Kemudian kaki beliau berjalan dan berdiri di tempat minum milik beliau tepat pada tanggal dua puluh sembilan, kemudian beliau singgah (di rumah isterinya). Maka para sahabat pun berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Anda bersumpah untuk satu bulan." Maka beliau bersabda: "Jumlah bulan itu adalah dua puluh sembilan hari."
Shahih Bukhari 4881: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Nafi'] bahwa [Ibnu Umar] radliyallahu 'anhuma berkata tentang Al Ila` dimana Allah telah menyebutkan bahwa tidak halal lagi bagi seseorang setelah masa iddah habis kecuali ia menahannya dengan cara yang ma'ruf atau ia menceraikannya sebagaimana yang diperintahkan Allah 'azza wa jalla. Dan [Isma'il] berkata kepadaku: Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] ia berkata: Apabila empat bulan telah berlalu, ia dihadapkan hingga ia menceraikannya. Dan perceraian itu tidak sah kecuali setelah ia benar-benar menceraikannya. Hal itu disebutkan dari ['Utsman], ['Ali], [Abu Darda`], ['Aisyah], dan [dua belas orang dari sahabat Nabi] shallallahu 'alaihi wa sallam.
Shahih Bukhari 4882: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Yahya bin Sa'id] dari [Yazid Maula Al Munba'its] bahwasanya: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya mengenai kambing yang tersesat, maka beliau pun bersabda: "Sesungguhnya kambing itu adalah milikmu, atau milik saudaramu atau milik srigala." Kemudian beliau ditanya mengenai unta yang hilang, maka wajah beliau memerah dan bersabda: "Kenapa kamu ini, bukankah unta punya sepatu dan tempat minum yang ia pergunakan untuk mencari minum? Dan bukankah ia juga dapat makan tumbuh-tumbuhan hingga ia menemui pemiliknya?" Setelah itu, beliau ditanya tentang barang temuan. Maka beliau bersabda: "Kenalilah tali dan tutupnya, dan umumkanlah barang itu selama satu tahun. Jika ada seseorang yang datang dan mengetahuinya berikanlah dan jika tidak, maka kamu boleh mencampurkannya dengan hartamu." [Sufyan] berkata: Lalu aku menemui [Rabi'ah bin Abu Abdurrahman]. Sufyan berkata: Aku tidak menghafal sesuatu pun darinya selain ini. Aku berkata: "Bagaimana pendapat Anda mengenai hadits Yazid Maula Al Munba'its terkait dengan barang yang hilang. Hadits itu dari Yazid bin Khalid?" Ia menjawab: "Ya." [Yahya] berkata: [Rabi'ah] berkata: dari [Yazid] budak Al Munba'its dari [Zaid bin Khalid]. Sufyan berkata: Maka aku pun menemui Rabi'ah dan bertanya padanya.
Shahih Bukhari 4883: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad] Telah menceritakan kepada kami [Abu Amir Abdul Malik bin Amru] Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim] dari [Khalid] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan thawaf dengan tetap berada di atas untanya. Dan setiap kali beliau sampai di Rukun Yamani beliau memberi isyarat padanya dan bertakbir. Dan [Zainab] berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Benteng yang menghalangi Ya`juj dan Ma`juj itu dibuka seperti ini." Lalu beliau membentuk jari-jemarinya dengan angka sembilan puluh.
Shahih Bukhari 4884: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] Telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Al Mufadldlal] Telah menceritakan kepada kami [Salamah bin Alqamah] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] ia berkata: Abul Qasim shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Pada hari jum'at terdapat waktu, yang tidaklah seorang hamba muslim shalat dan berdo'a kepada Allah di waktu itu, melainkan Allah akan mengabulkannya." Beliau memberi isyarat dengan tangannya dan meletakkan ujung jari-jarinya pada jari tengah dan kelingking. Kami berkata: "Beliau menyempitkannya." [Al Uwaisi] berkata: Telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'd] dari [Syu'bah bin Al Hajjaj] dari [Hisyam bin Zaid] dari [Anas bin Malik] ia berkata: Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ada seorang Yahudi yang menganiaya seorang budak perempuan lalu mengambil perhiasan yang ada pada Budak itu dan memecahkan kepalanya. Maka Keluarga Budak itu datang dengan membawanya ke hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan Budak itu dalam kondisi di akhir nafasnya, dan ia tidak dapat berbicara. Lalu Rasulullah shallallahu 'alihi wa sallam bertanya kepadanya: "Siapa yang membunuhmu? Apakah si Fulan?" Beliau menyebutkan orang lain selain pembunuhnya. Kemudian Budak itu berisyarat dengan kepalanya yang maksudnya, "bukan". Perawi berkata: Lalu Beliau bertanya lagi dengan menyebutkan orang lain yang juga bukan pembunuhnya. Kemudian Budak itu berisyarat yang maksudnya, "bukan". Maka Beliau bertanya lagi: "Apakah si Fulan?" Yakni orang yang memang membunuhnya. Lalu ia berisyarat yang maksudnya, "Iya". Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk menangkap orang yang dimaksud, kemudian kepala orang itu dipecahkan diantara dua batu.
Shahih Bukhari 4885: Telah menceritakan kepada kami [Qabishah] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdullah bin Dinar] dari [Ibnu 'Umar] radliyallahu 'anhuma, ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya fitnah itu akan muncul dari sini." Dan Beliau menunjuk ke arah timur.
Shahih Bukhari 4886: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah] Telah menceritakan kepada kami [Jarir bin Abdul Hamid] dari [Abu Ishaq Asy Syaibani] dari [Abdullah bin Abu Aufa] ia berkata: Kami pernah berada dalam suatu perjalanan bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika matahari telah tenggelam beliau berkata kepada salah seorang laki-laki: "Turun dan siapkanlah makanan untukku." Laki-laki itu berkata: "Wahai Rasulullah, seandainya Anda mau menunggu agak sore lagi." Beliau bersabda lagi: "Turun dan siapkanlah makanan untukku." Laki-laki itu berkata lagi: "Wahai Rasulullah, sekiranya Anda mau menunggu agak sore sedikit, sesungguhnya hari masih terang." Beliau bersabda: "Turun dan siapkanlah makanan." Maka laki-laki itu pun turun dan menyiapkan makanan untuk beliau. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun minum. Setelah itu, beliau menunjuk dengan tangannya ke arah timur seraya bersabda: "Jika kalian telah melihat malam mulai datang dari arah ini, maka seorang yang berpuasa sudah boleh berbuka."
Shahih Bukhari 4887: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Maslamah] Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] dari [Sulaiman At Taimi] dari [Abu Utsman] dari [Abdullah bin Mas'ud] radliyallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah sekali-laki adzan Bilal menghalangi kalian untuk makan dan minum." Atau beliau bersabda: "Adzan Bilal pada waktu sahur. Sesungguhnya ia adzan hanya untuk membangunkan kalian." [Al Laits] berkata: Telah menceritakan kepadaku [Ja'far bin Rabi'ah] dari [Abdurrahman bin Hurmuz] Aku mendengar [Abu Hurairah] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Perumpamaan orang yang bakhil dengan orang yang suka berinfaq adalah seperti dua orang yang padanya terdapat selendang besi yang terbalut dari dada hingga tulang selangkanya. Maka bagi yang suka berinfaq, tidaklah ia berinfak kecuali besi itu akan semakin longgar dari kulitnya hingga menutupi kulit serta menghapus bekasnya. Adapun yang bakhil, maka tidaklah ia mau berinfaq melainkan selendang besi itu akan semakin menempel pada hampir semua bagian lehernya. Ia berusaha meluaskannya, namun tidak juga bisa lapang." Beliau memberi isyarat dengan jarinya ke arah lehernya.
Shahih Bukhari 4888: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] Telah menceritakan kepada kami [Laits] dari [Yahya bin Sa'id Al Anshari] bahwa ia mendengar [Anas bin Malik] berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Maukah aku beritahukan pada kalian akan sebaik-baik rumah kaum Anshar?" Mereka pun menjawab: "Mau wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Yaitu Banu An Najjar, setelah mereka Banu Abdul Asyhal, setelah mereka Banul Harits bin Al Khazraj, setelah mereka Banu Sa'idah." Kemudian beliau bersabda dengan menggenggam jari-jemarinya dan merenggangkannya kembali sebagaimana seorang yang melempar, beliau bersabda: "Dan pada setiap rumah kaum Anshar terdapat kebaikan."
Shahih Bukhari 4889: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] Telah berkata [Abu Hazim] Aku mendengarnya dari [Sa'hl bin Sa'd As Sa'idi] salah seorang dari sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku diutus sementara kedatangan hari kiamat adalah seperti ini dari ini." Beliau memberi isyarat dengan kedua jarinya, jari telunjuk dan jari tengah.
Shahih Bukhari 4890: Telah menceritakan kepada kami [Adam] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] Telah menceritakan kepada kami [Jabalah bin Suhaim] Aku mendengar [Ibnu Umar] berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bilangan bulan itu adalah begini dan begini." Maksudnya adalah tiga puluh hari. Kemudian beliau bersabda: "Dan begini, begini dan begini." Yakni, dua puluh sembilan. Beliau menyatakan pada kali yang pertama tiga puluh dan pada kali kedua dua puluh sembilan hari.
Shahih Bukhari 4891: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Isma'il] dari [Qais] dari [Abu Mas'ud] ia berkata: Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberi isyarat dengan tangannya ke arah Yaman seraya bersabda: "Sesungguhnya iman itu letaknya di sini." Beliau mengucapkannya dua kali. Beliau melanjutkan: "Ketahuilah sesungguhnya keras dan membatunya hati terdapat pada orang-orang yang angkuh lagi sombong, yaitu di tempat tanduk-tanduk setan muncul yakni pada Rabi'ah dan Mudlar."
Shahih Bukhari 4892: Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Zurarah] Telah mengabarkan kepada kami [Abdul Aziz bin Abu Hazim] dari [Bapaknya] dari [Sahl] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Aku dan orang-orang yang merawat anak Yatim di dalam surga seperti inilah." Beliau memberi isyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah lalu beliau membuka sesuatu diantara keduanya.
Shahih Bukhari 4893: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Quza'ah] Telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Ibnu Abbas] dari [Sa'id bin Al Musayyab] dari [Abu Hurairah] bahwa Seorang laki-laki mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, isteriku telah melahirkan anak yang berkulit hitam." Beliau bertanya: "Apakah kamu memiliki beberapa ekor unta?" Laki-laki itu menjawab: "Ya." Beliau bertanya: "Lalu apa saja warna kulitnya?" Ia menjawab: "Merah." Beliau bertanya lagi: "Apakah di antara unta itu ada yang berkulit keabu-abuan?" Laki-laki itu menjawab: "Ya." Beliau bertanya: "Kenapa bisa seperti itu?" Laki-laki itu menjawab: "Mungkin itu karena faktor keturunan." Beliau bersabda: "Mungkin anakmu juga seperti itu (karena faktor keturunan)."
Shahih Bukhari 4894: Telah menceritakan kepada kami [Musa bin Isma'il] Telah menceritakan kepada kami [Juwairiyah] dari [Nafi'] dari [Abdullah] radliyallahu 'anhu, bahwa Seorang laki-laki dari Anshar menuduh isterinya berzina, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun meminta keduanya untuk bersumpah, lalu memisahkan antara keduanya.
Shahih Bukhari 4895: Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Basysyar] Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Adi] dari [Hisyam bin Hassan] Telah menceritakan kepada kami [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] radliyallahu 'anhuma, bahwasanya: Hilal bin Umayyah menuduh isterinya berzina, dan ia mengaku menyaksikannya. Dan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Sesungguhnya Allah tahu bahwa salah seorang dari kalian berdua berdusta. Apakah salah seorang ada yang mau bertaubat?" Lalu sang isteri berdiri dan bersaksi.
Shahih Bukhari 4896: Telah menceritakan kepadaku [Isma'il] Ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Malik] dari [Ibnu Syihab] bahwa [Sahl bin Sa'd As Sa'idi] Telah mengabarkan kepadanya bahwa Uwaimir Al 'Ajlani datang kepada 'Ashim bin Adi Al Anshari dan bertanya: "Wahai 'Ashim, bagaimana pendapatmu bila seorang laki-laki mendapatkan laki-laki lain yang sedang bersama isterinya, apakah ia boleh membunuhnya hingga kalian pun membunuh laki-laki itu? Atau apakah yang mesti dilakukannya? Wahai 'Ashim, tanyakanlah pertanyaanku itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Maka 'Ashim pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan ternyata Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membenci persoalan itu dan mencelanya hingga Ashim pun merasakan keberatan. Ketika ia pulang ke rumah keluarganya, ia pun didatangi oleh 'Uwaimir dan berkata: "Wahai 'Ashim apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepadamu?" Lalu 'Ashim berkata kepada 'Uwaimir: "Kebaikan belum singgah padaku. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sangat membenci persoalan yang aku tanyakan." Maka 'Uwaimir pun berkata: "Demi Allah, aku tidak akan berhenti hingga aku akan menanyakannya sendiri." Akhirnya 'Uwaimir datang menghadap Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tengah kerumunan orang-orang, ia pun berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda, bila seorang laki-laki mendapatkan laki-laki lain bersama isterinya, apakah ia harus membunuhnya sehingga kalian juga akan membunuhnya? Atau apakah yang mesti ia lakukan?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Sesungguhnya telah diturunkan ayat terkait denganmu dan juga sahabatmu (isterimu). Pergi dan bawalah ia kemari." Sahl berkata: Akhirnya kedua orang suami-isteri itu pun saling meli'an, sementara aku berada bersama orang-orang yang ada di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ketika keduanya telah usai saling meli'an, maka 'Uwaimir pun berkata: "Aku telah berdusta atasnya wahai Rasulullah bila aku tetap menahannya (tidak menceraikannya)." Akhirnya ia pun menceraikannya dengan talak tiga sebelum ia diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Ibnu Syihab berkata: Seperti itulah sunnah dua orang suami-isteri yang saling meli'an (saling menuduh berbuat selingkuh).
Shahih Bukhari 4897: Telah menceritakan kepada kami [Yahya] Telah mengabarkan kepada kami [Abdurrazzaq] Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Ibnu Syihab] yakni tentang li'an dan tentang sunnah yang terkait dengannya, dari hadits [Sahl bin Sa'd] saudara Bani Sa'idah bahwasanya: Seorang laki-laki dari Anshar datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda bilamana seorang laki-laki mendapati laki-laki lain bersama isterinya, bolehkah ia membunuhnya atau apa yang semestinya ia lakukan?" Maka Allah pun menurunkan ayat yang berkenaan dengan Mutala'inain (dua orang suami isteri yang saling meli'an). Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Sesungguhnya Allah telah memberi putusan mengenai kamu dan isterimu." Lalu dua orang suami-isteri itu saling melaknat di dalam masjid, aku menyaksikannya sendiri. Setelah itu, laki-laki itu berkata: "Aku telah berdusta atasnya wahai Rasulullah bila aku tetap menahannya." Akhirnya laki-laki itu pun mentalaqnya dengan talak tiga sebelum Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkannya. Maka orang itu pun berpisah dengannya di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan beliau bersabda: "Itulah At Tafriq (pemisahan) bagi setiap dua orang suami-isteri yang saling melaknat." Ibnu Juraij berkata: Ibnu Syihab berkata: Maka sunnah setelah itu adalah memisahkan suami isteri yang saling meli'an. Wanita itu sedang hamil dan anaknya pun dipanggil dengan dinisbatkan kepada ibunya. Berkata: Kemudian terbentuk sunnah mengenai harta warisnya bahwasannya sang Ibu mewarisi anaknya dan anak pun mewarisi ibunya sebagaimana apa yang telah diwajibkan Allah. Ibnu Juraij berkata: Dari Ibnu Syihab dari Sahl bin Sa'd As Sa'idi di dalam hadits ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika ia melahirkan anak yang berkulit kemerah-merahan dan berpostur tubuh pendek menyerupai tokek, maka tidak ada dugaan lain, kecuali bahwa wanita itu telah berkata benar. Dan suaminya telah berdusta atasnya. Namun jika ia melahirkan anak yang kedua bola matanya hitam serta pantatnya besar, maka aku tidak pula menduga yang lain kecuali bahwa suaminya telah berkata benar tentangnya." Lalu wanita itu pun melahirkan anak dengan ciri-ciri yang tidak disukai dari ciri-ciri tersebut.
Shahih Bukhari 4898: Telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Ufair] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Al Laits] dari [Yahya bin Sa'id] dari [Abdurrahman bin Al Qasim] dari [Al Qasim bin Muhammad] dari [Ibnu Abbas] bahwasanya: Suatu ketika li'an (suami-isteri menuduh berzina pasangannya) dibahas di sisi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Ashim bin Adi mengungkapkan sesuatu dalam masalah itu, kemudian ia beranjak pergi. Kemudian seorang laki-laki dari kaumnya datang dan mengadu padanya bahwa ia mendapati seorang laki-laki bersama isterinya. Maka Ashim berkata: "Aku belum pernah diuji dengan masalah ini kecuali karena kata-kataku sendiri." Akhirnya ia dan laki-laki itu pergi menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Lalu laki-laki itu menuturkan apa yang terjadi pada isterinya. Laki-laki itu kurus dan berambut lurus. Sedangkan laki-laki yang didapati bersama isterinya adalah seorang laki-laki yang gemuk dan berkulit sawo matang. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ya Allah berilah kejelasan." Lalu wanita itu melahirkan bayi yang cirinya seperti laki-laki yang dilukiskan suaminya, yang ia temukan bersama isterinya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meli'an antara keduanya. Seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Abbas di dalam majelis: Itukah wanita yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sekiranya aku boleh merajam seseorang dengan tanpa Bayyinah (bukti nyata), niscaya aku akan merajam wanita ini?" Ibnu Abbas berkata: "Bukan, itu adalah wanita yang menampakkan keburukannya dalam Islam." Abu Shalih dan Abdullah bin Yusuf berkata: Makna Adam adalah Khadil (gemuk).
Shahih Bukhari 4899: Telah menceritakan kepadaku [Amru bin Zurarah] Telah mengabarkan kepada kami [Isma'il] dari [Ayyub] dari [Sa'id bin Jubair] ia berkata: Aku pernah bertanya kepada [Ibnu Umar]: "Bagaimanakah bilamana seorang laki-laki menuduh isterinya berzina?" Ia pun menjawab: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memisahkan dua orang dari Bani Ajlan dan beliau bersabda: "Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian berdua berdusta. Apakah diantara kalian berdua ada yang mau bertaubat?" Namun, keduanya menolak tawaran itu, akhirnya beliau pun memisahkan keduanya. [Ayyub] berkata: Maka [Amru bin Dinar] berkata padaku: "Sesungguhnya di dalam hadits tersebut masih terdapat suatu ungkapan yang aku kira belum kamu sebutkan." Amru bin Dinar berkata: Laki-laki itu berkata: "Lalu bagaimana dengan hartaku?" Perawi berkata: Dikatakan: "Tidak ada harta bagimu. Jika kamu jujur maka kamu juga telah menggaulinya. Dan jika kamu berdusta, maka hal itu lebih jauh lagi darimu."
Shahih Bukhari 4900: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] Telah berkata [Amru] Aku mendengar [Sa'id bin Jubair] berkata: Aku pernah bertanya kepada [Ibnu Umar] mengenai hadits Al Mutala'inain (suami-isteri yang saling meli'an), maka ia pun menjawab: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Al Mutala'inain: "Hisab kalian berdua terserah pada Allah. Salah seorang dari kalian berdua pasti ada yang berdusta, maka tidak ada lagi jalan bagimu (suami) untuk kembali kepada isteri." Laki-laki itu bertanya: "Lalu bagaimana dengan hartaku?" Beliau bersabda: "Tidak ada harta untuk dikembalikan padamu. Jika kamu berkata benar tentangnya, maka harta itu adalah mahar yang kamu gunakan untuk menghalalkan farjinya, namun jika kamu berdusta atasnya, maka harta itu lebih jauh lagi bagimu." Sufyan berkata: Aku menghafalnya dari Amru. Dan telah berkata [Ayyub]: Aku mendengar [Sa'id bin Jubair] berkata: Aku berkata kepada [Ibnu Umar]: "Ada seorang laki-laki yang melaknat isterinya." Maka ia pun menjawab sambil memberi isyarat dengan kedua jarinya, Sufyan memisahkan antara kedua jarinya itu, yaitu jari telunjuk dan jari tengah. Ia melanjutkan: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memisahkan antara dua orang dari Bani Al 'Ajlan dan beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian berdusta. Adakah salah seorang yang ingin bertaubat?" Beliau mengulanginya hingga tiga kali. Sufyan berkata: Aku menghafalnya dari Amru dan Ayyub sebagaimana yang telah aku kabarkan kepadamu.
Shahih Bukhari 4901: Telah menceritakan kepadaku [Ibrahim bin Al Mundzir] Telah menceritakan kepada kami [Anas bin Iyadl] dari [Ubaidullah] dari [Nafi'] bahwa [Ibnu Umar] radliyallahu 'anhuma telah mengabarkan kepadanya bahwasanya: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah memisahkan antara seorang laki-laki dan isterinya yang ia tuduh berzina. Dan beliau juga meminta keduanya untuk bersumpah.
Shahih Bukhari 4902: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] dari [Ubaidullah] Telah mengabarkan kepadaku [Nafi'] dari [Ibnu Umar] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah meli'an antara seorang laki-laki dengan wanita Anshar, lalu beliau memisahkan antara keduanya.
Shahih Bukhari 4903: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] Telah menceritakan kepada kami [Malik] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Nafi'] dari [Ibnu Umar] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam meli'an antara seorang suami dengan isterinya. Sang suami menolak (tidak mengakui) anak yang dilahirkan isterinya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memisahkan antara keduanya dan menyerahkan anak itu kepada pihak wanita.
Shahih Bukhari 4904: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [Sulaiman bin Bilal] dari [Yahya bin Sa'id] Telah mengabarkan kepadaku [Abdurrahman bin Al Qasim] dari [Al Qasim bin Muhammad] dari [Ibnu Abbas] bahwa ia berkata: Pernah disebutkan di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yakni dua orang suami isteri yang saling meli'an. Kemudan Ashim bin Adi mengungkapkan sesuatu terkait perkara itu, lalu ia beranjak pergi. Lalu ia didatangi oleh seseorang dari kaumnya dan menuturkan bahwa ia mendapatkan laki-laki lain yang sedang bersama isterinya. Maka Ashim pun berkata: "Tidaklah aku diuji dengan masalah ini, kecuali karena ungkapanku." Maka ia pun segera pergi bersama laki-laki itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Kemudian ia pun menceritakan mengenai seorang laki-laki yang ia dapatkan sedang bersama isterinya. Laki-laki itu berperawakan kurus dan berambut lurus, sedangkan laki-laki yang dapatkan sedang bersama isterinya adalah berkulit sawo matang dan berperawakan gemuk. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ya Allah, jelaskanlah perkara ini." Maka sang isteri pun melahirkan bayi menyerupai laki-laki yang dilukiskan oleh suaminya, yang ia tuduhkan bersama isterinya. Akhirnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam meli'an keduanya. Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Ibnu Abbas di dalam majelis itu: "Wanita itukah yang dimaksud oleh sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: 'Seandainya aku boleh merajam seseorang tanpa Bayyinah (bukti), niscaya aku akan merajam wanita ini?.'" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Tidak, wanita yang dimaksud adalah wanita yang secara vulgar (terang-terangan) menyatakan perselingkuhannya dalam Islam."
Shahih Bukhari 4905: Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Ali] Telah menceritakan kepada kami [Yahya] Telah menceritakan kepada kami [Hisyam] ia berkata: Telah menceritakan kepadaku [bapakku] dari [Aisyah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. -Dalam riwayat lain- Telah menceritakan kepada kami [Utsman bin Abu Syaibah] Telah menceritakan kepada kami [Abdah] dari [Hisyam] dari [bapaknya] dari [Aisyah] radliallahu 'anha, bahwasanya: Rifa'ah Al Qurazhi menikahi seorang wanita lalu ia menceraikannya. Kemudian wanita itu menikah dengan laki-laki lain. Maka wanita itu datang mengadukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan menuturkan bahwa suaminya itu belum menggaulinya, dan tidaklah kejantanan yang ada padanya kecuali seperti ujung kain." Maka beliau bersaba: "Tidak boleh (kamu kembali) hingga kamu merasakan madunya dan ia pun merasakan madumu."
Shahih Bukhari 4906: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Ja'far bin Rabi'ah] dari [Abdurrahman bin Hurmuz Al A'raj] ia berkata: Telah mengabarkan kepadaku [Abu Salamah bin Abdurrahman] bahwa [Zainab binti Abu Salamah] telah mengabarkan kepadanya dari [Ibunya] yakni Ummu Salamah isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwasanya, Ada seorang wanita dari Bani Aslam yang biasa dipanggil Subai'ah. Ia memiliki suami dan wafat sementara ia dalam keadaan hamil. Lalu ia pun dipinang oleh Abu As Sanabil bin Ba'kak, namun ia menolak untuk menikahinya. Ia berkata: "Demi Allah, wanita itu tidak boleh menikahinya hingga masa iddah yang terakhir berakhir. (maksudnya empat bulan sepuluh hari, bukan setelah melahirkan). Maka wanita itu pun menunggu selama sepuluh hari, lalu ia datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: "Menikahlah dengannya (maksudnya boleh nikah setelah melahirkan, tidak menunggu empat bulan sepuluh hari).
Shahih Bukhari 4907: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] dari [Al Laits] dari [Yazid] bahwa [Ibnu Syihab] pernah menulis kepadanya bahwa [Ubaidullah bin Abdullah] telah mengabarkan kepadanya, dari [bapaknya] bahwa ia telah menulis kepada [Ibnul Arqam] untuk bertanya kepada Subai'ah Al Aslamiyyah tentang fatwa yang telah disampaikan kepada oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka Subai'ah berkata: "Beliau berfatwa padaku bahwa jika aku telah melahirkan, maka aku boleh menikah."
Shahih Bukhari 4908: Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Qaza'ah] Telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Hisyam bin Urwah] dari [bapaknya] dari [Al Miswar bin Makhramah] bahwasanya: Subai'ah Al Aslamiyyah melahirkan beberapa hari setelah suaminya wafat, lalu ia pun menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta izin untuk menikah. Maka beliau pun mengizinkannya.
Shahih Bukhari 4909: Telah menceritakan kepada kami [Isma'il] Telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Yahya bin Sa'id] dari [Al Qasim bin Muhamamd] dan [Sulaiman bin Yasar] bahwa ia mendengar keduanya menyebutkan bahwa Yahya bin Sa'id bin Al 'Ash menceraikan anak wanita Abdurrahman bin Al Hakam, lalu Abdurrahman pun memindahkannya. Maka [Aisyah] Ummul Mukminin mengirim surat kepada Marwan bin Al Hakam yang saat itu sebagai Amir Madinah, "Bertakwalah kepada Allah dan kembalikanlah ia ke rumahnya." Marwan berkata: Di dalam hadits Sulaiman disebutkan: "Sesungguhnya Abdurrahman bin Al Hakam telah mengalahkanku." Al Qasim bin Muhammad berkata: "Tidakkah sampai kepadamu berita tentang Fathimah binti Qais?" Wanita itu berkata: "Tidaklah akan mencelakaimu, kalau kamu tidak menyebutkan hadits Fathimah." Maka Marwan bin Al Hakam berkata: "Sesungguhnya pada dirimu terdapat keburukan. Karena itu, cukuplah keburukanmu antara dua hal itu."
Shahih Bukhari 4910: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] Telah menceritakan kepada kami [Ghundar] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Abdurrahman bin Al Qasim] dari [bapaknya] dari [Aisyah] bahwa ia berkata: "Ada apa dengan Fathimah, tidakkah kamu takut kepada Allah." Yakni terkait dengan ungkapannya, "Tidak ada tempat tinggal dan tidak pula nafkah."
Shahih Bukhari 4911: Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Abbas] Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Mahdi] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdurrahman bin Al Qasim] dari [bapaknya] bahwa [Urwah bin Az Zubair] berkata kepada Aisyah, "Tidakkah kamu melihat Fulanah binti Hakam yang telah diceraikan oleh suaminya." Maka Aisyah pun keluar seraya berkata: "Alangkah buruk apa yang telah diperbuatnya." Urwah bin Zubair berkata: "Tidakkah Anda mendengar ungkapan Fathimah?" Ia berkata: "Sesungguhnya dalam ungkapan itu tidak ada kebaikan baginya." [Ibnu Abu Zinad] menambahkan dari [Hisyam], dari [bapaknya]: [Aisyah] mencela dengan celaan yang sangat dan berkata: "Sesungguhnya Fathimah saat itu berada di tempat yang tandus, lalu keberadaannya pun dikhawatirkan. Karena itu, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memberikan rukhshah padanya."
Shahih Bukhari 4912: Telah menceritakan kepadaku [Hibban] Telah mengabarkan kepada kami [Abdullah] Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Juraij] dari [Ibnu Syihab] dari [Urwah] bahwa [Aiysah] mengingkari hal itu atas Fathimah.
Shahih Bukhari 4913: Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Al Hakam] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari [Aisyah] radliallahu 'anha, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak nafar (kembali dari Muzdalifah ke Madinah), dan tiba-tiba Shafiyya berdiri di depan pintu tendanya dengan penuh kesedihan. Maka beliau pun bersabda padanya: "Uhh,,, sesungguhnya kamu benar-benar telah menahan kami. Apakah kamu telah melakukan thawaf di hari kurban?" Ia menjawab, "Ya." Beliau bersabda: "Kalau begitu, maka berangkatlah."
Shahih Bukhari 4914: Telah menceritakan kepadaku [Muhammad] Telah mengabarkan kepada kami [Abdul Wahhab] Telah menceritakan kepada kami [Yunus] dari [Al Hasan] ia berkata: Ma'qil telah menikahkan saudara perempuannya, lalu sang suami menceraikannya dengan talak satu.
Shahih Bukhari 4915: Dan Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Al Mutsanna] Telah menceritakan kepada kami [Abdul A'la] Telah menceritakan kepada kami [Sa'id] dari [Qatadah] Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan] bahwa saudara perempuan Ma'qil bin Yasar berada di bawah seorang laki-laki, lalu laki-laki itu pun menceraikannya dan berpisah dengannya hingga masa iddahnya habis. Kemudian laki-laki itu meminangnya kembali. Maka Ma'qil pun marah dan menolak pinangan itu dan berkata: "Ia menceraikannya padahal ia mampu. Lalu ia mengkhithbahnya kembali." Akhirnya ia menghalangi ruju' antara keduanya. Maka Allah menurunkan ayat: "WA IDZAA THALLAQTUMUN NISAA` FABALAGHNA AJALAHUNNA FALAA TA'DLULUUHUNNA.." (QS. Albaqarah 232), hingga akhir ayat. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun memanggilnya dan membacakan ayat itu kepadanya. Akhirnya ia pun meninggalkan keangkuhannya dan meneriman ketentuan Allah.
Shahih Bukhari 4916: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] Telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Nafi'] bahwa [Ibnu Umar bin Al Khaththab] radliallahu 'anhuma menceraikan isterinya dalam keadaan haidl dengan talak satu. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar ia meruju'nya kembali lalu menahannya hingga ia suci, kemudian haid lagi dan menunggunya hingga ia suci kembali dari haidlnya. Maka bila ia mau menceraikannya, maka hendaklah ia menceraikannya saat dalam keadaan suci dan sebelum menjima'nya. Itulah Al 'Iddah yang diperintahkan Allah, agar para wanita diceraikan pada masa itu. Dan apabila Abdullah ditanya tentang hal itu, maka ia kan berkata kepada salah seorang dari mereka, "Jika kamu menceraikannya dengan talak tiga, maka sungguh wanita itu telah diharamkan atasmu hingga ia menikah dengan laki-laki lain selainmu." Dan selainnya menambahkan: Dari Al Laits Telah menceritakan kepadaku Nafi' Telah berkata Ibnu Umar: "Bila kamu menceraikan dengan sekali atau dua kali talak, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkanku seperti itu."
Shahih Bukhari 4917: Telah menceritakan kepada kami [Hajjaj] Telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Ibrahim] Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Sirin] Telah menceritakan kepadaku [Yunus bin Jubair] Aku bertanya kepada [Ibnu Umar], maka ia pun berkata: "Ibnu Umar pernah menceraikan isterinya dalam keadaan haid. Maka Umar pun menanyakannya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan akhirnya beliau memerintahkannya agar ia meruju'nya kembali dan menceraikannya di permulaan masa iddahnya." Aku bertanya, "Apakah ia (isteri Ibnu Umar) menunggu masa iddah dari perceraian itu?" ia menjawab, "Bagaimana pendapatmu, bila ia memang benar-benar bodoh atau pandir (tak tahu)?"
Shahih Bukhari 4918: Telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Yusuf] Telah mengabarkan kepada kami [Malik] dari [Abdullah bin Abu Bakr bin Muhammad bin Amru bin Hazm] dari [Humaid bin Nafi'] dari [Zainab binti Abu Salamah] bahwa ia telah mengabarkan tiga hadits ini kepadanya. Zainab berkata: Aku menemui [Ummu Habibah] isteri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam saat bapaknya, Abu Sufyan bin Harb, wafat. Lalu Ummu Habibah meminta wewangian yang di dalamnya terdapat minyak wangi kuning yang sudah usang. Kemudian dari wewangian itu, ia meminyaki seorang budak wanita lalu memegang kedua belah pipinya seraya berkata: "Demi Allah, aku tidak berhajat sedikitpun terhadap wewangian, hanya saja aku telah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, untuk berkabung lebih dari tiga hari, kecuali karena kematian suaminya, yaitu selama empat bulan sepuluh hari.'"
Shahih Bukhari 4919: (Masih dari jalur periwayatan yang sama dengan hadits sebelumnya) [Zainab] berkata: Aku pernah menemui [Zainab binti Jahsy] ketika saudaranya mati. Lalu ia pun megambil wewangian dan memegangnya seraya berkata: Demi Allah, tidaklah aku berhajat sedikitpun terhadap wewangian ini. Selain aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda di atas mimbar: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung terhadap mayit lebih dari tiga malam, kecuali atas suaminya, yakni selama empat bulan sepuluh hari."
Shahih Bukhari 4920: (Masih dari jalur periwayatan yang sama dengan hadits sebelumnya) [Zainab] berkata: Aku mendengar [Ummu Salamah] berkata: Seorang wanita pernah datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya anak perempuanku ditinggal mati oleh suaminya, sementara matanya juga terasa perih. Bolehkah ia bercelak?" Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Tidak." Beliau mengulanginya dua atau tiga kali. Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Masa berkabungnya adalah empat bulan sepuluh hari. Sesungguhnya pada masa jahiliyah dulu, salah seorang dari kalian melempar kotoran setelah satu tahun." Humaid berkata: Aku bertanya kepada Zainab, "Apa maksud dari pernyataan bahwa, ia melempar kotoran setelah setahun?" Zainab menjawab, "Maksudnya, bila seorang wanita ditinggal mati oleh suaminya, ia masuk ke dalam gubuk, dan memakai pakaian yang paling lusuh miliknya. Ia tidak boleh menyentuh wewangian hingga berlalu satu tahun. Kemudian keledai, kambing atau sebangsa burung didatangkan kepada wanita itu agar ia mengusap kulitnya. Dan amat jarang ia mengusap suatu pun kecuali sesuatu itu akan mati. Setelah itu, ia keluar lalu diberi kotoran hewan dan ia lemparkan, setelah itu ia bebas menyentuh kembali sekehendaknya berupa wewangian atau pun yang lainnya." Malik ditanya, "Apa makna Tanfadldlu bihi?" Ia menjawab, "Yaitu, mengusap kulitnya dengannya."
Shahih Bukhari 4921: Telah menceritakan kepada kami [Adam bin Abu Iyas] Telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] Telah menceritakan kepada kami [Humaid bin Nafi'] dari [Zainab binti Ummu Salamah] dari [Ibunya] bahwasanya: Ada seorang wanita yang ditinggal mati oleh suaminya, hingga orang-orang pun mengkhawatir kesehatan kedua matanya. Maka mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan meminta izin bolehnya mencelak mata. Maka beliau bersabda: "Janganlah kamu bercelak. Sesungguhnya -pada masa jahiliyah dulu- salah seorang dari kalian berdiam diri dalam rumahnya yang paling lusuh. Setelah setahun berlaku, seekor anjing lewat, dan ia pun melemparinya dengan kotoran. Karena itu, janganlah bercelak hingga empat bulan sepuluh hari telah berlalu." Dan aku mendengar [Zainab binti Ummu Salamah] menceritakan dari [Ummu Habibah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak halal bagi seorang wanita muslimah yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung lebih dari tiga hari kecuali atas suaminya, yakni empat bulan sepuluh hari."
Shahih Bukhari 4922: Telah menceritakan kepada kami [Musaddad] Telah menceritakan kepada kami [Bisyr] Telah menceritakan kepada kami [Salamah bin 'Alqamah] dari [Muhammaad bin Sirin] bahwa [Ummu 'Athiyyah] berkata: "Kami dilarang untuk berkabung lebih dari tiga hari kecuali terhadap suami."
Shahih Bukhari 4923: Telah menceritakan kepadaku [Abdullah bin Abdul Wahb] Telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub] dari [Hafshah] dari [Ummu 'Athiyyah] ia berkata: "Kami dilarang untuk berkabung atas mayit lebih dari tiga hari kecuali atas suami, yakni empat bulan sepuluh hari. Kami tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai wewangian dan tidak pula memakai pakaian yang berwarna kecuali pakaian yang terbuat dari bahan dedaunan. Pada masa suci kami telah diberi keringanan, yakni ketika salah seorang dari kami telah mandi bersih dari haidnya, maka ia boleh memakai potongan kecil dari dahan yang dipergunakan untuk kemenyan dan obat yang sering dinamakan qusth atau minyak wangi Azhfar." Dan kami juga dilarang untuk mengikuti jenazah."
Shahih Bukhari 4924: Telah menceritakan kepada kami [Al Fadllu bin Dukain] Telah menceritakan kepada kami [Abdus Salam bin Harb] dari [Hisyam] dari [Hafshah] dari [Ummu 'Athiyah] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku: "Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung lebih dari tiga hari kecuali terhadap suaminya. Maka ia tidak boleh bercelak, tidak boleh memakai pakaian yang berwarna (bercorak) kecuali pakaian yang terbuat dari bahan dedaunan." Dan [Al Anshari] berkata: Telah menceritakan kepada kami [Hisyam] Telah menceritakan kepada kami [Hafshah] Telah menceritakan kepadaku [Ummu 'Athiyyah] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang: "Dan janganlah ia memakai wewangian kecuali pada akhir masa sucinya. Dan jika ia telah suci, ia boleh memakai potongan kecil dari dahan yang dibuat kemenyan dan obat yang sering disebut qusth atau minyak wangi azhfar." Abu Abdullah berkata: Al Qusth dan Al Kust adalah seperti Al Kafur dan Al Qafur (maksudnya dalam kesesuaian huruf qaf dan kaf).
Shahih Bukhari 4925: Telah menceritakan kepadaku [Ishaq bin Manshur] Telah mengabarkan kepada kami [Rauh bin Ubadah] Telah menceritakan kepada kami [Syibl] dari [Ibnu Najih] dari [Mujahid] terkait dengan firman Allah: Dan orang-orang yang meninggal diantara kalian dan meninggalkan isteri (QS. Albaqarah 240), dahulu iddah yang dilakukan seorang isteri di rumah suaminya adalah wajib, lantas Allah menurunkan ayat: "WALLADZI YUTAFFAUNA MINKUM WA YADZARUUNA AZWAAJAW WASHIYYATAL LIAZWAAJIHIM MATAA'AN ILAL HAULI GHAIRA IKHRAAJ FAIN KHARAJNA FALAA JUNAAHA 'ALAIKUM FIIMAA FA'ALNAA FII ANFUSIHINNA MIM MA'RUUF." "Dan orang-orang yang meninggal diantara kalian dan meninggalkan isteri, hendaklah menyampaikan wasiat kediaman isteri dan nafkah kepada isterinya selama setahun dengan tidak menyuruh mereka agar keluar, namun jika para isteri yang ditinggal suaminya itu keluar rumah, maka tiada ada dosa bagimu atas perbuatan yang mereka lakukan' (QS. Albaqarah 240). Ia menjelaskan, "Allah menjadikan kesempurnaan sunnah adalah selama empat bulan dua puluh hari, sebagai wasiat. Bila ia mau, maka oleh boleh tetap pada wasiatnya. Dan jika tidak, ia boleh keluar. Itulah yang dimaksud dengan firman Allah, 'GHAIRA IKHRAAJ, FA`IN KHARAJNA FALAA JUNAHA 'ALAIKUM (dengan tidak menyuruh si isteri untuk pergi, jika isteri itu pergi, maka tidak ada dosa atas kalian), Yakni, masa 'Iddah sebagaimana yang diwajibkan atasnya. ['Atha`] berkata: [Ibnu Abbas] berkata: Ayat ini dinasakh (dihapus) bahwa ia melalui masa iddahnya di rumah suaminya. Karena itu, ia boleh melalui masa iddahnya di mana pun ia mau." Dan firman Allah Ta'ala: "Ghaira Ikharaaj" Ahta` berkata: Bila ia mau, maka ia boleh melalui masa iddahnya di rumah suaminya atau berdiam pada washiyatnya. Dan bila ia mau, ia boleh keluar karena firman Allah: "FALAA JUNAAHA 'ALAIKUM FIIMAA FA'ALNA FII ANFUSIHINNA." (Maka tak ada dosa atasmu atas perbuatan yang mereka lakukan) Atha` berkata: Kemudian turunlah ayat warisan dan terhapuslah As Sukna (tempat wanita berdiam), hingga ia pun boleh beriddah di mana pun ia suka, dan tidak ada tempat tinggal baginya.
Shahih Bukhari 4926: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Katsir] dari [Sufyan] dari [Abdullah bin Abu Bakr bin Amru bin Hazm] Telah menceritakan kepadaku [Humaid bin Nafi'] dari [Zainab binti Ummu Salamah] dari [Ummu Habibah binti Abu Sufyan] bahwa ketika berita kematian bapaknya sampai padanya, ia minta diambilnya wewangian dan berkata: "Aku tak berhajat untuk memakai wewangian sekiranya aku tak mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berkabung lebih dari tiga hari kecuali terhadap suaminya, maka ia berkabung selama empat bulan sepuluh hari.'"
Shahih Bukhari 4927: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Abdullah] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Az Zuhri] dari [Abu Bakr bin Abdurrahman] dari [Abu Mas'ud] radliallahu 'anhu, ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang untuk memakan hasil keuntungan dari anjing, dan dukun dan pelacur.
Shahih Bukhari 4928: Telah menceritakan kepada kami [Adam] Telah menceritakan kepada kami [Su'bah] Telah menceritakan kepada kami ['Aun bin Juhaifah] dari [bapaknya] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melaknat Al Wasyimah (wanita yang mentato) dan Al Mustausyimah (wanita yang meminta untuk ditato), orang yang memakan riba, dan orang yang memberi dari hasil riba. Dan beliau juga melarang untuk memakan hasil keuntungan dari anjing, dan pelacur. Kemudian beliau juga melaknat para tukang gambar."
Shahih Bukhari 4929: Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Ja'd] Telah mengabarkan kepada kami [Syu'bah] dari [Muhammad bin Juhadah] dari [Abu Hazim] dari [Abu Hurairah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang untuk mempekerjakan budak wanita.
Shahih Bukhari 4930: Telah menceritakan kepada kami [Amru bin Zurarah] Telah mengabarkan kepada kami [Isma'il] dari [Ayyub] dari [Sa'id bin Jubair] ia berkata: Aku pernah bertanya kepada [Ibnu Umar] mengenai seorang laki-laki yang menuduh isterinya berzina. Maka ia pun menjelaskan: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam telah memisahkan antara dua orang Bani 'Ajlan dan beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah sorang dari kalian adalah dusta. Apakah di antara kalian ada yang mau bertaubat?" namun keduanya enggan dan menolak. Beliau bersabda lagi: "Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa salah seorang dari kalian adalah dusta. Apakah di antara kalian ada yang mau bertaubat?" keduanya tetap engan, maka beliau memisahkan antara keduanya. Ayyub berkata: Amru bin Dinar berkata padaku: Di dalam hadits terdapat sesuatu yang tidak kamu ceritakan. Lalu ia pun menyebutkan: Laki-laki itu berkata: "Lalu bagaimana dengan hartaku?" beliau bersabda: "Jika kamu jujur, kamu telah menggaulinya. Dan jika kamu dusta, maka hal itu tentulah lebih parah lagi."
Shahih Bukhari 4931: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] Telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Amru] dari [Sa'id bin Jubair] dari [Ibnu Umar] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Al Mutalaa'inaini (dua orang suami-isteri yang saling menuduh berzina kepada satu sama lain): "Hisab kalian berdua adalah terserah kepada Allah. Salah seorang dari kalian telah berdusta. Karena itu, tidak ada jalan lagi bagimu untuk kembali ruju' padanya." Laki-laki itu berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan hartaku?" beliau bersabda: "Tidak ada bagian harta untukmu. Jika kamu berkata benar atasnya, maka mahar yang telah kamu berikan adalah sebagai penghalal farjinya. Dan jika kamu dusta, maka hal itu tentulah lebih parah."