15. Nikah
Sunan Daruquthni 3471: Abu Bakar bin Abdullah bin Muhammad bin Ziyad An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdurrahman bin Wahab menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepadaku, Yunus bin Yazid menceritakan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Urwah bin Az-Zubair, dari Aisyah istri Nabi SAW yang menginformasikan kepadanya, "Nikah pada masa jahiliyah ada empat macam, yaitu: Pertama, nikah seperti orang sekarang ini, yakni seorang pria melamar putri pria lain lalu ia memberinya mahar dan menikahinya. Ia lanjut berkata: Kedua, seorang suami berkata pada istrinya yang baru saja suci dari haid, "Pergilah ke si fulan dan bersetubuhlah dengannya." Setelah itu, suaminya tidak menyentuhnya lagi sampai jelas ia hamil dari laki-laki yang menyetubuhinya tadi. Jika kehamilannya sudah jelas barulah si suami menyentuhnya jika mau. Itu dilakukan hanya untuk mendapatkan anak. Nikah ini dinamakan nikah istibdha‘ (nikah minta disetubuhi). Ketiga, para rombongan selain dari karib kerabat berkumpul lalu semuanya masuk menemui sang wanita dan masingmasing menyetubuhinya. Bila wanita itu hamil dan telah berlalu beberapa malam dari kelahiran bayinya, ia lantas mendatangi semua laki-laki yang pernah menggaulinya. Mereka tidak boleh menolak kehadiran wanita ini ketika mengumpulkan mereka semua di hadapannya. Setelah itu ia berkata kepada mereka, "Kalian sudah tahu apa yang kalian perbuat padaku, dan ini adalah anaknya si Fulan." Ia lalu menentukan siapa yang menjadi ayah dari anak itu, dan yang disebut tidak berhak menolak dan jadilah anak itu anaknya. Keempat, orang-orang berkumpul dan datang menemui satu orang perempuan yang tidak boleh menolak siapa pun yang datang. Mereka adalah para pelacur yang biasanya menancapkan bendera di depan pintu rumah-rumah mereka sebagai tanda. Siapa saja yang menginginkan dirinya tinggal masuk menemuinya. Jika ia hamil dan melahirkan, maka para pria yang pernah menidurinya dikumpulkan dan dipanggillah para ahli qafah (ahli melihat nasab) selanjutnya mereka yang menentukan siapa bapak dari anak itu, lalu yang ditunjuk akan mengangkat anak itu dan memanggilnya sebagai anaknya. Keputusan itu tidak bisa ditolak. Setelah Allah mengutus Muhammad SAW dengan membawa kebenaran, maka nikah orang-orang jahiliyah ini pun dihapus dan tinggallah pernikahan Islami seperti sekarang ini." Sunan Daruquthni 3472: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Ashbagh bin Al Faraj menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepadaku, dari Yunus, dia mengabarkan kepadanya, dari Ibnu Syihab, dia mengabarkan kepadanya, dari Urwah bin Az-Zubair bahwa Aisyah mengabarkan kepadanya bahwa nikah pada masa jahiliyah itu ada empat macam. Selanjutnya dia menyebutkan redaksi hadits yang sama. Muhammad bin Ishaq berkata, "Hanya Ibnu Wahab yang meriwayatkan hadits ini. Mereka menyangka bahwa Yahya bin Ma'in ketika disampaikan hadits ini kepadanya oleh Ashbagh berlutut karena gembira. Dalam riwayat Ashbagh disebutkan dengan redaksi, "Pergilah ke Fulan dan mintalah disetubuhi olehnya." Setelah itu suaminya menjauhinya dan tidak pernah menyentuhnya sampai terbukti dirinya hamil dari lelaki yang menyetubuhinya tadi. Jika ia telah terbukti hamil barulah suaminya menggaulinya kembali bila mau. Hal itu dilakukan agar mendapat keturunan,- maka dari itu nikah tersebut disebut nikah istibdha'. Ash-Shaghani berkata: Selain Ashbagh, Utsman bin Shalih juga meriwayatkan hadits ini, dia menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami dari Yunus dengan sanad yang sama. Hanya saja bunyi- redaksinya, "Pergilah ke Fulan dan mintalah persusuan darinya." Kemudian suaminya menjauhinya tidak menyentuhnya sedikit pun sampai jelas kehamilannya dari lelaki tadi. Ini disebut nikah istibdha'. Muhammad bin Ishaq berkata, "Inilah yang benar", dan ia berkata, "Tatkala Allah mengutus Muhammad SAW membawa kebenaran, maka nikah jahiliyah ini pun dihancurkan." Sunan Daruquthni 3473: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya AnNaisaburi menceritakan kepada kami, Abu Ghassan Malik bin Ismail menceritakan kepada kami, Abdussalam bin Harb menceritakan kepada kami dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Farwah, dari Zaid bin Aslam, dari Atha‘ bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Nikah badal dalam jahiliyah adalah seorang pria berkata pada pria lain, 'Serahkan istrimu kepadaku dan aku akan menyerahkan istriku kepadamu bahkan aku tambah.' Lalu turanlah ayat, 'Tidak halal bagimu mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu.' (Qs. Al Ahzaab [33]: 52). Kemudian masuklah Uyainah bin Hishn Al Fazari menemui Rasulullah SAW dan waktu itu beliau bersama Aisyah. Uyainah masuk tanpa minta izin terlebih dahulu. Rasulullah SAW kemudian berkata kepadanya, 'Wahai Uyainah, mana permintaan izinmu? Ia menjawab, 'Wahai Rasulullah, aku belum pernah minta izin menemui siapa pun sejak aku dewasa.' Ia berkata lagi, 'Siapa wanita berpipi kemerahan yang ada di samping Anda itu?' Beliau menjawab, 'Itu adalah Aisyah Ummul Mukminin.' Ia berkata kepada Rasulullah, 'Bolehkah aku serahkan kepada Anda makhluk terbaik?' Beliau menjawab, 'Wahai Uyainah, Allah telah mengharamkan itu.'' Setelah Uyainah keluar, Aisyah bertanya, 'Wahai Rasulullah, siapa orang itu?' Beliau menjawab, Si bodoh yang ditaati. Meski ia seperti yang kamu lihat tadi, tapi ia pemimpin bagi kaumnya'." Sunan Daruquthni 3474: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Isra'il menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika disertai wali." Sunan Daruquthni 3475: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami dari Ibnu Khuzaimah, dia berkata: Aku mendengar Abu Musa berkata: Abdurrahman bin Mahdi menguatkan hadits Isra'il dari Abu Ishaq, dia berkata, "Tak masalah aku kehilangan hadits Sufyan dari Abu Ishaq, karena aku sudah mempercayai riwayat Isra'il." Sunan Daruquthni 3476: Abdurrahman bin Al Hasan Al Hamadzani Al Qadhi menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdullah bin Mahan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Makhlad AsSa'di menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami dari Isra'il seperti perkataan Ibnu Sinan. Muhammad bin Makhlad berkata: Abdurrahman pernah ditanya, "Syu'bah dan Sufyan meriwayatkan hadits tersebut secara mauquf kepada Abu Burdah." Ia menjawab, "Israel dari Abu Ishaq lebih aku sukai daripada Sufyan dan Syu'bah." Sunan Daruquthni 3477: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad bin Mahdi Abu Ali menceritakan kepada kami, Shalih Jazarah menceritakan kepada kami, Ali bin Abdullah Al Madini menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi berkata, "Isra'il menghafal hadits Abu Ishaq sebagaimana halnya ia menghafal surah Al Hamd (Al Fatihah)." Shalih berkata, "Israel dianggap lebih dipercaya hanya bila meriwayatkan dari Abu Ishaq." Sunan Daruquthni 3478: Muhammad bin Sulaiman Al Maliki di Bashrah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Musa Al Kharasyi menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari ayahnya, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika disertai wali." Sunan Daruquthni 3479: Ibnu Abu Daud menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepadaku, Ibnu Al Ashbahani menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Abu Sa'id, dia berkata,."Nikah tidak sah kecuali jika disertai wali, para saksi, dan mahar, kecuali pernikahan Nabi SAW." Sunan Daruquthni 3480: Ibnu Abu Daud menceritakan kepada kami, Ahmad bin Shalih menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij memberitakan kepada kami, Sulaiman bin Musa menceritakan kepadaku, bahwa Ibnu Syihab mengabarkan kepadanya, bahwa Urwah mengabarkan kepadanya, bahwa Aisyah mengabarkan kepadanya, bahwa Nabi SAW bersabda, "Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya tidak sah, nikahnya tidak sah, nikahnya tidak sah. Jika ia sudah terlanjur digauli maka ia berhak mendapat mahar lantaran itu. Jika mereka berselisih, maka pemerintah adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali." Sunan Daruquthni 3481: Ali bin Ahmad bin Al Haitsam Al Bazzaz dan Muhammad bin Ja'far Al Mathiri menceritakan kepada kami, mereka berkata: Isa bin Abu Harb menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, Adi bin Al Fadhl menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Utsman bin Khaitsam, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Nikah tidak sah kecuali jika menyertakan seorang wali dan dua saksi yang adil. Wanita mana saja yang dinikahkan oleh wali yang tidak disukai maka nikahnya tidak sah." Adi bin Al Fadhl meriwayatkan hadits ini secara marfu' sedangkan yang lain tidak. Sunan Daruquthni 3482: Abdul Wahhab bin Isa bin Abu Hayyah menceritakan kepada kami dengan cara imla'. Ishaq bin Abu Isra'il menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muhammad Ad Darawardi menceritakan kepada kami dari Ibnu Al Had, dari Muhammad bin Ibrahim, dari Abu Salamah, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada 'Aisyah tentang jumlah mahar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kepada para istrinya? Ia menjawab: "Mahar beliau 12 uqiyah dan satu nasy." Ia berkata lagi: "Tahukah kamu apa itu nasy? Dia adalah setengah uqiyah. Itu semua sejumlah 500 dirham." Sunan Daruquthni 3483: Sa'id bin Muhammad bin Ahmad Al Hannath menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Utsman bin Al Yaman menceritakan kepada kami, Daud bin Qais menceritakan kepada kami dari Musa bin Yasar, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Biasanya mahar kami bila ada Rasulullah SAW bersama kami adalah sepuluh uqiyah (Abu Hurairah menepuk tangannya) dan itu adalah 400 dirham." Sunan Daruquthni 3484: Abu Ali Al Maliki Muhammad bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Abu Musa menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami dari Yunus, dari Al Hasan, bahwa Ma'qil bin Yasar pernah menikahkan saudarinya kemudian suaminya menceraikannya. Setelah itu ia ingin menikahinya kembali, tapi Ma'qil berkata kepadanya, "Engkau sudah aku nikahkan dengan saudariku lalu engkau menceraikannya, dan sekarang engkau ingin menikahinya kembali?!" Ia tidak mau menerima lamaran mantan suami saudarinya ini, padahal saudarinya sendiri ingin kembali ke mantan suaminya tersebut. Akhirnya Allah menurunkan ayat ini, "Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya." (Qs. Al Baqarah [2]: 232) Hadits ini shahih diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Ma'mar, dari Abdul Waris, dari Ahmad bin Abu Umar, dari ayahnya, dari Ibrahim bin Thahman, dari Yunus. Sunan Daruquthni 3485: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Hafash menceritakan kepada kami, Ayahku menceritakan kepadaku, Ibrahim bin Thahman menceritakan kepadaku, dari Yunus bin Ubaid, dari Al Hasan bahwa ia pernah mengomentari firman Allah, "Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya" (Qs. Al Baqarah [2]: 232) dia berkata: Ma'qil bin Yasir Al Muzani menceritakan kepada kami bahwa ayat ini turun mengenai kasusnya. Ia menceritakan bahwa aku pernah menikahkan seorang saudariku dengan seorang pria. Pria itu kemudian menceraikannya sampai habis masa iddah-nya. Ia lalu datang lagi melamar saudariku ini. Aku lalu berkata kepadanya, "Aku sudah menikahkan engkau dengannya dan aku muliakan engkau sebagai keluargaku, tapi engkau malah menceraikannya, sekarang engkau datang lagi melamarnya, demi Allah, engkau tidak akan bisa mendapatkannya lagi." Ma'qil lanjut berkata, "Pria itu tidak terlalu terpukul, tapi saudariku amat ingin kembali kepada mantan suaminya ini. Maka, turunlah firman Allah (ayat di atas) dan aku langsung berkata, 'Sekarang aku laksanakan ya Rasulullah.' Setelah itu Ma'qil menikahkah saudarinya dengan mantan suaminya tersebut." Demikian pula diriwayatkan oleh Abbad bin Rasyid, dari Al Hasan dan Sa'id, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Ma'qil. Sunan Daruquthni 3486: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, Abu Amir Al Aqadi menceritakan kepada kami, (h) dan Muhammad bin Amr bin Al Bukhturi menceritakan kepada kami, Yahya bin Ja'far menceritakan kepada kami, Abu Amir menceritakan kepada kami, Abbad bin Rasyid menceritakan kepada kami dari Al Hasan, Ma'qil bin Yasar menceritakan kepadaku, "Aku mempunyai seorang saudari. Ia dilamar melalui diriku dan aku sangat selektif untuk calon suaminya. Ketika anak pamanku datang melamarnya, aku pun menerima dan menikahkan mereka. Ia kemudian menggauli saudariku Masya Allah Ta‘ala, lalu ia menceraikannya dengan talak yang masih bisa rujuk. Tapi ia tidak merujuknya sampai habis masa iddah saudariku itu. Kemudian, ia datang lagi melamarnya layaknya pelamar yang kin. Aku lalu berkata kepadanya, 'Aku menolak banyak lamaran untuk saudariku dan aku bersedia menikahkannya denganmu, lalu engkau ceraikan dia dan masih bisa rujuk dan engkau tidak merujuknya sampai habis masa iddah-nya. Sekarang, ketika ia boleh dilamar siapa pun engkau datang melamarnya lagi?! Jangan harap aku sudi menikahkanmu dengannya lagi.' Maka turunlah firman Allah, 'Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya. ' (Qs. Al Baqarah [2]: 232) Aku kemudian membayar kafarat sumpahku dan menikahkan lagi ia dengan saudariku." Maknanya mirip dengan hadits sebelumnya. Sunan Daruquthni 3487: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Rauh menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Abu Arubah, dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Ma'qil bin Yasar, dia berkata, "Aku punya seorang saudari yang dinikahi seorang pria. Ia kemudian menceraikan saudariku dan membiarkannya sampai habis masa iddah-nya. Setelah itu ia datang lagi melamarnya. Namun Ma'qil enggan menerima lamarannya lagi dan ia berkata, 'Dia sudah menyia-nyiakan kesempatan padahal ia bisa merujuknya waktu itu. Sekarang, mustahil mereka bersatu lagi.' Lalu turunlah ayat, 'Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya'." (Qs. Al Baqarah [2]: 232) Sunan Daruquthni 3488: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ash-Shalt menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Sulaiman bin Al Ghasil menceritakan kepada kami dari bibinya Sakinah binti Hanzhalah, dia berkata: Muhammad bin Ali pernah minta izin masuk menemuiku dan pada saat itu aku masih dalam masa iddah setelah suamiku meninggal. Ia berkata, "Kau tahu kan, hubunganku dengan Rasulullah SAW dan Ali, serta kedudukan di kalangan bangsa Arab." Aku lalu berkata kepadanya, "Semoga Allah mengampunimu wahai Abu Ja'far, engkau orang yang menjadi panutan dan sekarang engkau melamarku di masa iddah-ku belum habis?" Ia menjawab, "Aku hanya mengabarkan kepadamu hubunganku dengan Rasulullah SAW dan Ali. Bukankah Rasulullah SAW juga pernah menemui Ummu Salamah setelah ia baru saja ditinggal mati Abu Salamah dan beliau berkata, 'Engkau sudah tahu bahwa aku ini utusan Allah dan manusia pilihannya serta kedudukanku di kaumku" Itu adalah bentuk pinangan darinya. Sunan Daruquthni 3489: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Wa'ilah Al Mirwazi Abdurrahman bin Al Husain —salah seorang pria dari keturunan Bisyir bin Muhtafiz— menceritakan kepada kami, Az-Zubair bin Bakkar menceritakan kepada kami, Khalid bin Al Wadhdhah menceritakan kepada kami dari Abu Al Khushaib, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Dalam nikah itu harus ada empat orang, yaitu: wali, suami, dan dua orang saksi." Abu Khushaib adalah perawi majhul. Dia bernama Nafi' bin Maisarah. Sunan Daruquthni 3490: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Rauh menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah menceritakan kepadaku, dari Ikrimah bin Khalid, dia berkata, "Pernah ada satu rombongan melakukan perjalanan. Di antara mereka ada seorang wanita janda yang berada di bawah pengawasan seorang laki-laki yang bukan walinya. Lalu ia menikahkan wanita itu dengan seseorang. Ketika berita itu sampai ke telinga Umar, maka ia menghukum cambuk yang menikahi dan yang menikahkannya, serta membatalkan pernikahan tadi." Sunan Daruquthni 3491: Ya'qub bin Ibrahim Al Bazzar dan Ismail bin Abbas Al Warraq menceritakan kepada kami, mereka berkata: Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami, Bakar bin Bakkar menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhriz menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Imran bin Hushain, dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika menyertakan wali dan dua orang saksi yang adil." Sunan Daruquthni 3492: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Abu Khurasan Muhammad bin Ahmad bin As-Sakan menceritakan kepada kami, (h) Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, dan Muhammad bin Abdullah bin Al Husain Al Allaf, serta Utsman bin Ahmad bin As-Sammak, mereka berkata: Abdullah bin Abu Sa'd menceritakan kepa.da kami, mereka berkata: Ishaq bin Hisyam At-Tammar menceritakan kepada kami, Tsabit bin Zuhair menceritakan kepada kami, Nafi' menceritakan kepada kami dari Ibnu Umar, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika menyertakan wali dan dua orang saksi yang adil.‖ Sunan Daruquthni 3493: Abu Hamid Muhammad bin Harun Al Hadhrami menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Umar bin Khalid Ar-Raqqi menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dari Sulaiman bin Musa, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika menyertakan wali dan dua orang saksi yang adil. Jika mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali" Hadits ini diperkuat dengan riwayat Abdurrahman bin Yunus dari Isa bin Yunus dengan redaksi yang sama seperti tadi. Demikian pula riwayat Sa'id bin Khalid bahwa Abdullah bin Amr bin Utsman, Yazid bin Sinan, Nuh bin Darraj dan Abdullah bin Hakim Abu Bakar, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah. Semuanya meriwayatkan lafazh "dua orang saksi yang adil". Demikian pula riwayat Ibnu Abu Mulaikah dari Aisyah RA. Sunan Daruquthni 3494: Abu Dzar Ahmad bin Muhammad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Husain bin Abbad An-Nasa'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikah tidak sah kecuali jika menyertakan wali dan dua saksi yang adil" Sunan Daruquthni 3495: Abu Thalhah Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Al Fazari dalam kitabnya menceritakan kepada kami, Jamil bin Al Hasan Abu Al Hasan Al Jahdhami menceritakan kepada kami, Muhammad bin Marwan Al Uqaili menceritakan kepada kami, Hisyam bin Hassan menceritakan kepada kami dari Muhammad, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah seorang wanita menikahkan wanita lain, dan jangan pula seorang wanita menikahkan dirinya sendiri, karena hanya pezinalah yang menikahkan dirinya sendiri. Sunan Daruquthni 3496: Abu Bakar Ath-Thalhi Abdullah bin Yahya menceritakan kepada kami di Kufah, Muhammad bin Abdullah Al Masruqi menceritakan kepada kami, Ubaid bin Ya'isy menceritakan kepada kami, (h) Abdullah bin Ali bin Al Husain bin Ali Al Khallal menceritakan kepada kami, Abdul Karim bin Haitsam menceritakan kepada kami, Ubaid bin Ya'isy menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Muhammad Al Muharibi menceritakan kepada kami dari Abdussalam bin Harb, dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Janganlah wanita menikahkah wanita dan jangan pula wanita menikahkan dirinya sendiri." Kami biasa mengatakan bahwa wanita yang menikahkan dirinya sendiri adalah wanita pezina. Sunan Daruquthni 3497: Abu Wahab Yahya bin Musa bin Ishaq di Ubullah menceritakan kepada kami, Jamil bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Marwan Al Uqaili menceritakan kepada kami dengan sanadnya yang pertama sama persis. Sunan Daruquthni 3498: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Rasyid Al Adami menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ash-Shabbah Ad-Dulabi menceritakan kepada kami, Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Hassan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Kami pernah berbincang-bincang bahwa wanita yang menikahkan dirinya sendiri adalah pezina." Sunan Daruquthni 3499: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur Zaaj menceritakan kepada kami, An-Nadhr bin Syumail mengabarkan kepada kami, Hisyam bin Hassan mengabarkan kepada kami dari Ibnu Sinn, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Janganlah wanita menikahkan wanita dan jangan pula wanita menikahkah dirinya sendiri. Hanya pezina yang menikahkan dirinya sendiri tanpa izin walinya." Sunan Daruquthni 3500: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Musa bin Harun dan Ahmad bin Abu Auf menceritakan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Abu Muslim Al Jarmi menceritakan kepada kami, Makhlad bin Al Husain menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah wanita menikahkan wanita dan jangan pula wanita menikahkan dirinya sendiri. Sesungguhnya wanita yang menikahkan dirinya sendiri adalah pelacur." Ibnu Sirin berkata, "Barangkali Abu Hurairah mengatakan bahwa dia adalah pezina." Sunan Daruquthni 3501: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur dan Ali bin Sahal menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Sa'id bin Al Ashbahani menceritakan kepada kami, Abdussalam menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari Ibnu Sirin, dari Abu Hurairah secara marfu', "Janganlah wanita menikahkan wanita dan jangan pula wanita menikahkah dirinya sendiri." Abu Hurairah lanjut berkata, "Dulu dikatakan bahwa wanita yang menikahkan dirinya sendiri adalah pezina." Sunan Daruquthni 3502: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yunus bin Abdul A'Ia menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Amr bin Al Harits mengabarkan kepadaku, dari Bukair bin Al Asyaj bahwa ia mendengar Sa'id bin Al Musayyab berkata: dari Umar bin Khaththab, dia berkata, "Janganlah wanita menikah kecuali dengan izin walinya, atau orang bijak dari keluarganya, atau penguasa." Sunan Daruquthni 3503: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Musa bin Harun menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Syaibah Abu Khalid menceritakan kepada kami dari Mujalid, dari Asy-Sya'bi, dia berkata, "Tidak ada satu pun sahabat Rasulullah yang sangat keras dalam permasalahan nikah tanpa wali melebihi Ali RA. Ia sampai menghukum orang yang melakukannya." Sunan Daruquthni 3504: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Yazid bin Abu Hakim menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Juwaibir, dari Adh-Dhahhak, dari An-Nazzal bin Sabrah, dari Ali AS, dia berkata, "Nikah tidak sah kecuali jika disertai dengan izin wali.' Barangsiapa yang menikah atau menikahkan tanpa izin wali, maka nikahnya tidak sah." Sunan Daruquthni 3505: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam Al Mishri dan Ahmad bin Faraj bin Sulaiman Abu Utbah Al Himshi, mereka berdua berkata: Muhammad bin Ismail bin Abu Fudaik menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'b menceritakan kepada kami dari Umar bin Al Husain, dari Nafi', dari Ibnu Umar bahwa ia menikahi putri pamannya, Utsman bin Mazh'un, lalu ibu istrinya menghadap Rasulullah SAW dan melaporkan, "Putriku sebenarnya tidak suka itu." Maka Nabi SAW memerintahkan Ibnu Umar untuk menceraikannya, dan ia pun menceraikannya. Selanjutnya beliau bersabda, "Janganlah kalian menikahi anak-anak yatim sampai kalian minta disuruh oleh mereka, jika mereka diam itu berarti setuju.'" Lalu ia dinikahi oleh Al Mughirah bin Syu'bah setelah Abdullah bin Umar. Diriwayatkan pula oleh Al Walid bin Muslim dan Shadaqah bin Abdullah, dari Ibnu Abu Dzi'b, dari Nafi' secara ringkas dan mursal. Ibnu Abu Dzi'b tidak pernah mendengar langsung dari Nafi', ia hanya meriwayatkannya dari Umar bin Al Husain, dari Nafi'. Sunan Daruquthni 3506: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Abdul Karim bin Al Haitsam menceritakan kepada kami, Ubaid bin Ya'isy menceritakan kepada kami, Yunus bin Bukair rhenceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Pamanku (dari pihak ibu) Qudamah binti Mazh'un menikahkan aku dengan putri saudaranya Utsman bin Mazh'un. Lalu datanglah Al Mughirah kepada ibunya mengiming-iminginya dengan harta dan meminang putrinya melaluinya. Ia kemudian mengadukan perihal ini kepada Nabi SAW. Qudamah berkata, "Ya Rasulullah, dia adalah putri saudaraku dan telah diwasiatkan kepadaku, dan aku tidak pernah lalai menjaganya. Aku menikahkannya dengan orang yang aku percayai keutamaan dan kekerabatannya. Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda, "Dia kan yatim (ayahnya sudah meninggal), dan seorang yatim lebih berhak menentukan pilihannya sendiri" Akhirnya ia lepas dariku dan dinikahi oleh Al Mughirah bin Syu'bah. Muhammad bin Ishaq tidak pernah mendengar dari Nafi'. Ia hanya mendengar dari Umar bin Al Husain dari Nafi'. Demikian pula diriwayatkan oleh Ibrahim bin Sa'd darinya. Hadits ini dikuatkan oleh riwayat Muhammad bin Salamah dari Muhammad bin Ishaq, dari Umar bin Al Husain. Sunan Daruquthni 3507: Dibacakan kepada Abu Muhammad bin Sha'id dan aku mendengarkan, Ubaidullah bin Sa'd Az-Zuhri menceritakan kepada kalian, pamanku menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, Umar bin Al Husain mantan budak keluarga Hathib menceritakan padaku, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Utsman bin Mazh'un wafat dan meninggalkan seorang putri dari istrinya Khaulah binti Hakim bin Umayyah. Ia mewasiatkan putrinya itu kepada saudaranya Qudamah bin Mazh'un (mereka berdua adalah pamanku dari pihak ibu). Aku kemudian melamarnya melalui Qudamah dan ia menikahkanku dengannya. Setelah itu datanglah Al Mughirah menemui ibunya dan mengiming-iminginya dengan uang dan ibunya ini terbujuk, demikian pula putrinya jadi mengikuti kemauan ibunya, sampai mereka membawa urusan ini kepada Nabi SAW. Qudamah berkata, 'Ya Rasulullah, dia adalah putri saudaraku yang telah mewasiatkannya kepadaku. Aku menikahkannya dengan anak pamannya sendiri dan aku tidak melalaikan urusan sederajat dari kebaikan. Dia adalah wanita tapi malah mengikuti kemauan ibunya.' Rasulullah SAW bersabda, 'Dia anak yatim dan tidak boleh dinikahkan kecuali atas izinnya.' Maka lepaslah dia dariku setelah aku memilikinya dan mereka menikahkannya dengan Al Mughirah bin Syu'bah." Sunan Daruquthni 3508: Muhammad bin Makhlad bin Hafash menceritakan kepada kami, Ali bin Muhammad bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Nafi' Ash-Sha'igh menceritakan kepada kami, Abdullah bin Nafi' maula Ibnu Umar menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Ketika Utsman bin Mazh'un wafat, ia meninggalkan seorang putri. Pamanku Qudamah bin Mazh'un kemudian menikahkannya denganku tanpa bermusyawarah dulu dengannya, meski dia adalah pamannya. Ia lalu melapor kepada Rasulullah SAW tentang hal itu, dan beliau mengembalikan urusan pernikahan kepadanya. Ia lantas lebih memilih untuk menikah dengan Al Mughirah bin Syu'bah dan Ia lalu menikahkan gadis tersebut dengannya. Sunan Daruquthni 3509: Abu Abd menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Muththalib menceritakan kepada kami dari Umar bin Al Husain, dari Nafi', dia berkata, "Abdullah bin Umar menikahi putri Utsman bin Mazh'un sepeninggal ayahnya. Yang menikahkan adalah Qudamah bin Mazh'un. Tapi Al Mughirah mengiming-imingi mereka dengan mahar yang besar, sehingga berkatalah ibu sang gadis, 'Jangan mau dinikahi Abdullah bin Umar.' Maka si gadis ini pun tidak menolak pernikahan tadi dan memberitahukan kepada Rasulullah SAW bersama ibunya. Rasulullah SAW lantas menolak pernikahan tadi, hingga akhirnya Al Mughirah menikahi dengannya." Sunan Daruquthni 3510: Ja'far bin Muhammad bin Nushair menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yahya Al Hulwani menceritakan kepada kami, Ali bin Qarin menceritakan kepada kami, Salamah Al Abrasy menceritakan kepada kami, Ibnu Ishaq menceritakan kepada kami, Umar bin Husain menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW bersabda, "Jangan menikahkan gadis yatim kecuali dengan izinnya." Umar bin Al Husain adalah maula keluarga Hathib. Sunan Daruquthni 3511: Abu Ja'far bin Sulaiman Al Bahili menceritakan kepada kami, Ahmad bin Budail menceritakan kepada kami, Ibnu Fudhail menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Muhammad menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman dan Mujamma' —keduanya adalah putra Yazid—, mereka berkata, "Khidzam menikahkan putrinya Khansa' yang tidak menyukai calon suaminya, waktu itu ia telah janda. Ia lalu mendatangi Nabi SAW dan melaporkan hal itu, maka Nabi SAW menolak pernikahan tersebut." Sunan Daruquthni 3512: Abul Qasim bin Mani' menceritakan kepada kami, Abdullah bin Umar Al Kufi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Hajjaj bin As-Sa"ib, dari ayahnya, dari neneknya —yaitu Khansa‘ binti Khidzam bin Khalid—, dia berkata, "Khansa" adalah seorang janda, lalu ayahnya menikahkannya dengan seorang lelaki dari bani Auf, sedang ia sendiri menyukai Abu Lubabah bin Abdul Mundzir. Kasusnya kemudian dibawa kepada Rasulullah SAW dan beliau menyuruh ayahnya untuk menuruti kemauan Khansa", sehingga menikahlah ia dengan Abu Lubabah." Sunan Daruquthni 3513: Abul Qasim bin Mani' menceritakan kepada kami, Syuja' bin Makhlad menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami, Umar bin Salamah menceritakan kepada kami, Abu Salamah menceritakan kepada kami bahwa ada seorang wanita di kalangan Anshar dari bani Amr bin Auf yang bernama Khansa" binti Khidzam dinikahkan oleh ayahnya padahal waktu itu ia berstatus janda. Ia kemudian mendatangi Nabi SAW dan melaporkan kasusnya. Beliau bersabda, "Sekarang keputusan ada di tanganmu" Ia berkata, "Aku tak mau dengan laki-laki itu." Maka Rasulullah SAW membatalkan pernikahannya. Setelah itu ia menikah dengan Abu Lubabah bin Abdul Mundzir dan ia memperoleh putra, yaitu As-Sa'ib bin Abu Lubabah. Sunan Daruquthni 3514: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yahya Karnib menceritakan kepada kami, Abu Ya'qub Al Afthas saudara Muslim Al Mustamli menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami dari Umar bin Abu Salamah, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Khansa' binti Khidzam dinikahkan oleh ayahnya padahal ia tidak mau. Ia lalu melapor ke Nabi SAW dan beliau menolak pernikahannya. Ia kemudian dinikahi Abu Lubabah bin Abdul Mundzir, dan lahirlah AsSa'ib bin Abu Lubabah. Waktu itu Khansa‘ berstatus janda. Sunan Daruquthni 3515: Abu Umar Al Qadhi Muhammad bin Yusuf menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Hajjaj Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Waki' menceritakan kepada kami dari Kahmas bin Al Hasan, dari Abdullah bin Buraidah, dari Aisyah, dia berkata, "Ada seorang wanita datang kepada Nabi SAW melaporkan, 'Ya Rasulullah, Ayahku adalah sebaik-baik ayah, tapi ia menikahkanku dengan putra saudaranya untuk menaikkan pamornya.' Lalu Rasulullah SAW mempersilakannya memilih. Tapi ia malah berkata, 'Sebenarnya aku telah menyetujui apa yang dilakukan ayahku. Aku hanya ingin semua wanita tahu bahwa para ayah tidak punya kuasa sedikit pun'." Sunan Daruquthni 3516: Ahmad bin Al Husain bin Junaid menceritakan kepada kami, Ziyad bin Ayyub menceritakan kepada kami, Ali bin Ghurab menceritakan kepada kami, Kahmas bin Al Hasan menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan padaku, dari Abdullah bin Buraidah, dari Aisyah bahwa ada seorang gadis yang menemuinya (h) Abu Umar Al Qadhi menceritakan kepada kami, Fadhal bin Musa menceritakan kepada kami, Aun — anaknya Kahmas— menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Buraidah, dia berkata: Pernah ada seorang gadis datang menemui Aisyah dan mengadukan, "Ayahku menikahkan aku dengan anak saudaranya untuk menaikkan pamornya, tapi aku tidak suka itu. Mendengar itu, Aisyah berkata, "Duduklah dulu sampai datang Rasulullah SAW lalu ceritakan masalahmu ini." Ketika Rasulullah SAW datang ia lantas menceritakan masalahnya. Beliau kemudian mengutus orang memanggil ayah gadis ini dan ia pun datang. Beliau lalu menyerahkan pilihan kepada gadis itu. Ketika ia melihat bahwa ia sudah punya kuasa menentukan ia berkata, "Aku setuju dengan apa yang dilakukan ayahku, hanya saja aku ingin memastikan apakah wanita punya kuasa untuk memilih atau tidak. Ibnul Junaid berkata: Wanita itu berkata, "Ya Rasulullah, aku telah menyetujui apa yang dilakukan ayahku, tapi aku hanya ingin memberitahu para wanita apakah ia punya pilihan atau tidak." Sunan Daruquthni 3517: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Abu Zhafar Abdussalam bin Muthahhir menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Sulaiman, dari Kahmas, dari Abdullah bin Buraidah, dari Aisyah, dia berkata, "Pernah ada seorang gadis datang menemui Rasulullah SAW tapi tidak ketemu. Ia kemudian menunggu sampai beliau datang. Ketika beliau tiba, aku berkata kepada beliau, 'Ya Rasulullah wanita ini ada perlu.' Beliau langsung bertanya kepadanya, „Apa keperluanmu?' Ia berkata, 'Ayahku menikahkanku dengan seorang anak saudaranya untuk mengangkat pamornya dan tidak lagi minta persetujuanku. Apakah aku boleh berbuat sesuatu?' Beliau lalu jawab, 'Ya.' Gadis itu lanjut berkata, 'Aku tidak ingin menolak keinginan ayahku itu, hanya saja aku ingin para wanita tahu apakah mereka punya hak untuk menentukan atau tidak?'." Semua riwayat ini mursal, karena Buraidah tidak pernah mendengar satu hadits pun dari Aisyah. Sunan Daruquthni 3518: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Muhammad Az-Za'farani, Ahmad bin Manshur, Abbas bin Muhammad dan Abu Ibrahim Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dan Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad Ad-Duri menceritakan kepada kami, Ahmad bin Shalih Ash-Shufi serta yang lain berkata: Al Hakam bin Musa menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, dari Atha‘ dari Jabir, bahwa ada seorang pria menikahkan putrinya yang masih gadis tanpa minta izin gadis itu terlebih dahulu. Gadis tersebut kemudian melaporkannya kepada Nabi SAW dan beliau menolak pernikahan itu." Lafazh Abu Bakar adalah: Ibnu Sha'id berkata, "Sementara dia adalah gadis yang dinikahkan tanpa persetujuannya, lalu ia melaporkannya kepada Nabi SAW dan beliau menceraikan keduanya." Sunan Daruquthni 3519: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Shalih menceritakan kepada kami, Nu'aim bin Hammad menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Al Auza'I menceritakan kepada kami dari Ibrahim bin Murrah, dari Atha' bin Abu Rabah, bahwa ada seorang pria menikahkan putrinya. Selanjutnya dia menyebutkan redaksi hadits yang sama. Sunan Daruquthni 3520: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, (h) Ali bin Ibrahim Al Mustamli menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad Al Masarjisi menceritakan kepada kami, Ishaq bin Rahawaih menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Ibrahim bin Murrah, dari Atha' bin Abu rabah bahwa ada seorang pria menikahkan putrinya yang masih gadis saat putrinya itu tidak suka di masa Rasulullah SAW. Ia kemudian melaporkannya kepada Nabi SAW dan beliau menolak pernikahan itu. Yang benar hadits ini adalah mursal, sedangkan riwayat Syu'aib adalah wahtn. Sunan Daruquthni 3521: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al Khadhir bin Daud menceritakan kepada kami, Al Atsram menceritakan kepada kami, dia berkata: Ketika aku menyebutkan hadits Syu'aib bin Ishaq dari Al Auza'i dari Atha‘ dari Jabir, dari Nabi SAW kepada Abu Abdullah, ia berkata, "Hadits itu diriwayatkan kepada kami oleh Abu Al Mughirah, dari Al Auza'i, dari Atha' secara mursal. Seperti ini biasanya mungkar datangnya dari Jabir. Sunan Daruquthni 3522: Abdul Ghafir bin Salamah menceritakan kepada kami, Abu Syurahbil Isa bin Khalid menceritakan kepada kami, Abu Al Mughirah menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Atha‘ bin Abu Rabah, dia berkata, "Rasulullah SAW pernah memisahkan seorang gadis dari suaminya yang dinikahkan ayahnya, saat gadis itu tidak suka." Sunan Daruquthni 3523: Muhammad bin Ali bin Ismail Al Ubuli menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdullah bin Sulaiman Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim bin Juti menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Abdul Malik AdzDzimari menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Hisyam teman Ad-Dustuwa'i, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW menolak pernikahan gadis dan duda yang dinikahkan ayah mereka saat mereka tidak setuju." Riwayat ini adalah dugaan yang berasal dari Adz-Dimari dan ia adalah satu-satunyaperawi yang meriwayatkan dalam sanad ini. Yang benar adalah dari Yahya bin Abu Katsir, dari Al Muhajir, dari Ikrimah secara mursal. Adz-Dzimari ragu-ragu kalau ini dari Ats-Tsauri dan ia sendiri bukanlah perawi yang kuat. Sunan Daruquthni 3524: Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim bin Juti menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, dengan sanad yang sama. Sunan Daruquthni 3525: Ismail bin Muhammad Ash-Shaffar, Muhammad bin Daud Al Qaumasi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Hisyam Ad-Dustuwa'i, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Al Muhajir, dari Ikrimah, dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3526: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari (h) Al Husain bin Ismail, Abu Khurasan Muhammad bin Ahmad bin As-Sakan berkata: Al Husain bin Muhammad bin Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ada seorang gadis dinikahkan ayahnya tapi dia sendiri tidak suka. Maka Rasulullah SAW mempersilakan gadis tersebut untuk memilih. Abu Khurasan berkata, "Ada seorang anak gadis datang kepada Nabi SAW melaporkan bahwa ayahnya menikahkannya tanpa izinnya. Nabi SAW kemudian memisahkan keduanya (dia dan suaminya)." Seperti itu pula yang diriwayatkan oleh Zaid bin Hibban dari Ayyub, dan hadits ini diperkuat oleh Ayyub bin Suwaid dari Ats-Tsauri, dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sedangkan yang lain meriwayatkannya secara mursal dari Ats-Tsauri, dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Nabi SAW. Yang benar riwayat ini adalah mursal. Sunan Daruquthni 3527: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Haitsam Al Qadhi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Zaid bin Ali Ar-Raqqi menceritakan kepada kami, Ma'mar —yakni Ibnu Sulaiman Ar-Raqi— menceritakan kepada kami dari Zaid bin Hibban, dari Ayyub, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Abu Salamah, dia berkata, "Ada seseorang dari bani Mundzir menikahkan putrinya, padahal putrinya itu tidak bersedia. Ia lalu melapor hal itu kepada Nabi SAW dan beliau menolak pernikahannya." Diriwayatkan dari Zaid bin Hibban, dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3528: Ismail bin Ali menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdul Baqi menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus Ar-Ramli menceritakan kepada kami, Ayyub bin Suwaid menceritakan kepada kami dari Sufyan Ats-Tsauri, dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang pria menikahkan putrinya tapi putrinya tidak suka. Maka Nabi SAW memisahkan keduanya. Sunan Daruquthni 3529: Umar bin Muhammad bin Qasim Al Ashbahani menceritakan kepadaku, Muhammad bin Ahmad bin Rasyid menceritakan kepada kami, Musa bin Amir menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Abu Adz-Dzfb berkata: nafi‘ mengabarkan kepadaku dari Ibnu Umar bahwa ada seorang yang menikahkan putrinya yang masih gadis tapi putrinya tidak suka. Ia kemudian mendatangi Nabi SAW dan beliau pun menolak pernikahannya. Riwayat ini dianggap tidak terbukti diriwayatkan dari Ibnu Abu Adz-Dzib, dari nafi‘. Yang benar hadits Ibnu Abu Adz-Dzib diriwayatkan dari Umar bin Al Husain, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Sunan Daruquthni 3530: Al Husain bin Ismail dan Ismail bin Abbas Al Warraq menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Malik bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, Ja'far bin Aun menceritakan kepada kami, Rabi'ah bin Utsman menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Yahya bin Habban, dari Nahar Al Abdi, dari Abu Sa'id Al Khudri, bahwa pernah ada seorang menghadap Rasulullah SAW bersama putrinya melapor, "Ini adalah anakku dan ia enggan menikah." Rasulullah SAW kemudian berkata kepada anak ini, "Turutilah ayahmu. Tapi, tahukah engkau apa hak suami atas istrinya? Jika suami menderita kudis di hidung yang mengalirkan nanah dan si istri menjilatnya, tetap saja si istri dianggap belum sempurna menunaikan hak suami." Si gadis itu lalu berkata, "Demi Allah yang mengutus Anda dengan kebenaran, aku tidak mau menikah." Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda, "Jangan nikahkan mereka (para anak gadis) kecuali dengan izin mereka." Sunan Daruquthni 3531: Abu Thahir Al Qadhi Muhammad bin Ahmad mericeritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Abu Thalib Abdul Jabbar bin Ashim menceritakan kepada kami, Abdullah bin Amr menceritakan kepadaku, dari Abdul Malik bin Aqqab dan Abu Hanifah, dari Simak bin Harb, dia berkata: Pernah ada seorang pria datang kepada Ali AS, lalu berkata, "Ada seorang wanita dan aku adalah walinya. Ia lalu menikah tanpa izin dariku." Ali berkata, "Lihat dulu hasilnya, jika ia menikahi pria yang sekufu (sepadan dan sederajat), maka kami akan menetapkan pernikahannya. Tapi jika tidak maka kami akan menyerahkan wewenangnya kepadamu." Sunan Daruquthni 3532: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Ahmad bin Ali bin Ibrahim Al Quhustani menceritakan kepada kami, Ishaq bin Rahawaih menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami dari Al Auza'i dari Ibrahim bin Murrah, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jangan menikahkan gadis sampai ia dimintai izin, dan bagi janda ada bagian mengenai urusannya selama ia tidak memilih keburukan (dalam hal suami - penerj). Bila ia memilih yang buruk dan para walinya memilihkan yang baik, maka itu dilaporkan kepada pihak berwenang." Ishaq berkata, "Aku bertanya kepada Isa, 'Apakah kalimat akhir hadits itu dari Nabi SAW?'." Ia menjawab, "Demikianlah hadits ini diriwayatkan, aku sendiri tidak tahu." Sunan Daruquthni 3533: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Zaid Al Hanafi menceritakan kepada kami, Abdan menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami, bahwa Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepadanya bahwa Abu Salamah menceritakan kepadanya, Abu Hurairah menceritakan kepadaku, Rasulullah SAW bersabda, "Jangan menikahkan janda sampai ia yang menyuruh dirinya sendiri dan jangan menikahkan gadis sampai ia mengizinkan dan izinnya adalah diam." Sunan Daruquthni 3534: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, Shalih bin Kaisan menceritakan kepadaku, dari Abdullah bin Al Fadhl bin Ayyasy bin Abu Rabi'ah, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janda lebih berhak mengatur dirinya daripada walinya, dan gadis yatim diminta persetujuan dari dirinya. Persetujuannya adalah diamnya" Riwayat ini diperkuat oleh Sa'id bin Salamah, dari Shalih bin Kaisan. Tapi Ma'mar meriwayatkan berbeda dalam sanadnya, karena ia tidak menyebutkan satu nama. Ia juga meriwayatkan berbeda dalam redaksinya. Maka dari itu, ia meriwayatkan redaksi yang berbeda dari dugaan dirinya semata. Karena semua yang meriwayatkan dari Abdullah bin Al Fadhl dan semua yang meriwayatkan dari Nafi' bin Jubair bersama Abdullah bin Al Fadhl berbeda dengan Ma'mar. Kesepakatan mereka berbeda dengan Ma'mar menunjukkan bahwa Ma'mar meriwayatkannya berdasarkan dugaan. Wallahu a 'lam. Sunan Daruquthni 3535: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdullah bin Raja' menceritakan kepada kami, (h) Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ayyub Ash-Sharifmi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Haitsam bin Abu Daud Al Bashri menceritakan kepada kami, (h) Ahmad bin Muhammad bin Sa'dan menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ayyub menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdullah bin Raja' menceritakan kepada kami, Sa'id bin Salamah bin Abu Al Husam menceritakan kepada kami, Shalih bin Kaisan menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Nafi' bin Jubair bin Muth'im, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Abbas berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janda lebih berhak mengatur dirinya daripada walinya, dan gadis yatim dimintai persetujuan dari dirinya. Persetujuannya adalah diamnya." Sunan Daruquthni 3536: Al Mahamili dan An-Naisaburi menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami dari Ma'mar, dari Shalih bin Kaisan, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Wali tidak punya hak apa-apa bila berhadapan dengan janda, sedangkan gadis yatim dimintai izin, dan diamnya berarti mengizinkan" Sunan Daruquthni 3537: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Abu Sa'id Al Harawi, Yahya bin Manshur menceritakan kepada kami, Suwaid bin Nashar menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami dari Ma'mar, Shalih bin Kaisan menceritakan kepadaku, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda, "Tidak ada kewenangan bagi wali bila berhadapan dengan janda, sedangkan gadis yatim dimintai perintahnya, dan diamnya berarti menerima." Demikian riwayat Ma'mar dari Shalih, namun riwayat sebelumnya lebih shahih dari segi sanad dan matan, karena Shalih tidak pernah mendengar langsung dari Nafi' bin Jubair. Ia biasanya mendengar dari Abdullah bin Al Fadhl dari Nafi'. Ibnu Ishaq dan Sa'id bin Salamah sepakat akan hal itu, dari Shalih. Aku mendengar An-Naisaburi berkata, "Yang aku tahu Ma'mar salah dalam hal ini." Sunan Daruquthni 3538: Ahmad bin Muhammad bin Sa'dan Ash-Shaidalani menceritakan kepada kami dengan perantaraan dari asalnya, Syu'aib bin Ayyub menceritakan kepada kami dari Zaid bin Al Hubbab, Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Fadhl dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Gadis yatim dimintai persetujuannya dan diamnya berarti ia menerima." Demikian pula riwayat Abu Daud Ath-Thayalisi dari Syu'bah, dari Malik dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3539: Abu Al Hasan bin Muhammad bin Abdullah bin Zakaria An-Naisaburi menceritakan kepada kami di Mesir, Abu Abdurrahman An-Nasa'i di Mesir menceritakan kepada kami, Mahmud bin Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Malik bin Anas, dia berkata: Aku mendengar darinya (Malik) satu tahun setelah meninggalnya Nafi', waktu itu ia berada di dalam satu halaqah pengajian, ia berkata: Abdullah bin Al Fadhl, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda, "Janda lebih berhak atas dirinya dibanding walinya, dan anak gadis yatim harus dimintai persetujuannya. Izinnya adalah diamnya." Sunan Daruquthni 3540: Abu Hamid Muhammad bin Harun bin Abdullah Al Hadhrami menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, (h) Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Ziyad bin Sa'd, dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bersambung sampai kepada Nabi SAW. Sementara Yusuf dalam haditsnya berkata: Ia mendengar Nafi' bin Jubair menyebutkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW bersabda, "Janda itu lebih berhak atas dirinya dibanding walinya, dan gadis dimintai persetujuannya oleh ayahnya dari dirinya.''' Amr menambahkan, "Izinnya adalah diamnya." Banyak yang meriwayatkannya dari Malik, dari Abdullah bin Al Fadhl dengan sanad ini, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Janda lebih berhak atas dirinya." Di antara mereka yang meriwayatkan dari Malik itu adalah: Syu'bah dan Abdurrahman bin Mahdi, Abdullah bin Daud Al Khuraibi, Sufyan bin Uyainah, Yahya bin Ayyub Al Mishri, dan lainnya. Sunan Daruquthni 3541: Al Husain bin Ismail menceritakan riwayat tersebut kepada kami, Ibnu Zanjawaih menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muslim bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Malik, (h) Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami dari Malik, (h) Ahmad bin Yusuf bin Khallad dan Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Ismail Al Qadhi menceritakan kepada kami, Ali bin Al Madini menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Ziyad bin Sa'd dan Malik bin Anas menceritakan kepadaku (h) Muhammad bin Zakaria menceritakan kepada kami, Abu Abdurrahman An-Nasa'i menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Syu'aib bin Laits menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari kakekku, dari Yahya bin Ayyub, dari Malik dengan sanad ini. Mereka semua berkata, "Janda." Sunan Daruquthni 3542: Abu Hamid Muhammad bin Harun Al Hadhrami menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'd menceritakan kepada kami, Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Janda lebih utama atas dirinya daripada walinya, dan perawan dimintai persetujuan. Jika ia diam berarti ia setuju." Sunan Daruquthni 3543: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan Al Qaththan menceritakan kepada kami, (h) Muhammad bin Harun menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Fadhl, dari Nafi' bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya dan perawan dimintai persetujuan. Izinnya adalah diamnya." Redaksi ini adalah redaksi yang diriwayatkan oleh Ibnu Sinan. Hal ini berbeda dengan redaksi Al Fadhl bin Musa, dari Ibnu Mahdi. Syaikh berkata, "Sepertinya dalam hadits ini ia hendak berkata, 'Perawan itu dimintai perintahnya.' Sedangkan yang dimaksud perawan adalah gadis yatim. Wallahu a'lam. Karena kami telah menyebutkan dalam riwayat Shalih bin Kaisan dan riwayat yang menguatkan bahwa Nabi SAW bersabda, "Gadis yatim dimintai perintahnya." Adapun perkataan Ibnu Uyainah dari Ziyad bin Sa'd "Anak gadis ayahnya yang minta perintahnya" tidak kami ketahui ada yang sama redaksinya dengan Ibnu Uyainah dalam hal ini. Mungkin ia mengutarakannya dari hafalannya sehingga ia keceplosan. Wallahu a lam. Demikian pula yang diriwayatkan dari Abu Burdah, dari Abu Musa bahwa gadis yatim itu dimintai perintahnya. Sunan Daruquthni 3544: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan bin Al Qaththan menceritakan kepada kami, Abu Qathan Amr bin Al Haitsam menceritakan kepada kami, Yunus bin Abu Ishaq menceritakan kepada kami, Abu Burdah berkata: Abu Musa berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Gadis yatim dimintai perintahnya dari dirinya, jika ia diam berarti ia telah mengizinkan. Jika ia tidak mau tidak boleh dipaksa" Abu Qathan berkata: Aku pernah berkata kepada Yunus, "Apakah engkau mendengarnya dari Abu Burdah?" Ia menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3545: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Abdullah bin Shalih Al Ishthakhari menceritakan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami, Isa bin Yunus menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Abu Burdah menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Gadis yatim dimintai perintahnya. Jika ia diam berarti itu memberi izin. Jika ia tidak mau tidak boleh dipaksa." Demikian pula hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Al Fudhail, Waki' Yahya bin Adam, Abdullah bin Daud, Abu Qutaibah, dan lainnya dari Yunus bin Abu Ishaq. Sunan Daruquthni 3546: Abu Muhammad Da'laj menceritakan kepada kami, Mu'adz bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, Musaddad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Daud menceritakan kepada kami dari Yunus bin Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Gadis yatim dimintai perintahnya dari dirinya, dan izinnya adalah diamnya." Sunan Daruquthni 3547: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Syirawaih menceritakan kepada kami, Ishaq bin Rahawaih menceritakan kepada kami, An-Nadhr mengabarkan kepada kami, Isra'il mengabarkan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Burdah, dari Abu Musa, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Gadis yatim dimintai persetujuan dari dirinya, jika ia rela maka boleh dinikahkan, tapi jika tidak maka tidak boleh dinikahkan." Sunan Daruquthni 3548: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Abdul Majid Al Hanafi menceritakan kepada kami, Ubidullah bin Abdurrahman bin Mauhib menceritakan kepada kami, Nafi' bin Jubair bin Muth'im menceritakan kepadaku, dari Abdullah bin Abbas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Janda lebih berhak atas dirinya daripada walinya dan perawan dimintai persetujuan dari dirinya, dan diamnya adalah persetujuan itu."
Sunan Daruquthni 3549: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Sa'dan bin Nashr menceritakan kepada kami, Abdullah bin Waqid Abu Qatadah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Muamil, dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata, "Kami biasa menikahi wanita dengan (mahar) satu atau dua wadah tepung." Sunan Daruquthni 3550: Abul Aswad Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Mukrim menceritakan kepada kami, Ali bin Ashim menceritakan kepada kami, Abu Harun menceritakan kepada kami dari Abu Sa'id, dia berkata: Kami pernah bertanya kepada Rasulullah SAW tentang mahar wanita, beliau bersabda, "Apa yang biasa berlaku pada keluarga mereka." Sunan Daruquthni 3551: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Yunus bin Abdullah bin Mua'mil adalah perawi dha‘if. Biografinya sudah disebutkan berulang kali. Abu Az-Zubair adalah perawi mudallis dan ia meriwayatkan hadits tersebut secara 'an'anah. Muhammad menceritakan kepada kami, Shalih bin Muslim bin Ruman Al Makki menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar bin Ahmad bin Muhammad bin Ismail Al Adami menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad bin Hatim menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, Shalih bin Ruman menceritakan kepada kami dari Abu Zubair, dari Jabir bahwa Nabi SAW bersabda, "Jika ada seorang pria menikahi wanita dan memberinya segenggam makanan maka itulah maharnya." An-Naisaburi berkata: Diriwayatkan dari Muhammad bin Muslim, dari Jabir bahwa Nabi SAW bersabda, "Kalau sekiranya seorang pria memberikan segenggam makanan kepada seorang wanita maka wanita itu menjadi halal untuknya." Sunan Daruquthni 3552: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Abu Sa'id bin Al Asyaj menceritakan kepada kami, Ishaq bin Sulaiman Ar-Razi menceritakan kepada kami, Ya'qub b'in Atha' menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata, "Kami biasa menikah di zaman Nabi SAW dengan (mahar) segenggam makanan." Sunan Daruquthni 3553: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Musa bin Muslim bin Ruman menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa memberi barang segenggam tangan untuk menikah berarti telah halallah ia, apakah itu berbentuk tepung, makanan atau roti" Ibnu Sinan berkata, "Barangsiapa memberi sebagai mahar." Dia lanjut berkata, "Kurma, sawiq atau tepung maka telah halal." Sunan Daruquthni 3554: Ya'qub bin Ibrahim Al Bazzaz menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Iyadh menceritakan kepada kami, Burd bin Sinan menceritakan kepada kami dari Abu Harun Al Abdi, dari Abu Sa'id Al Khudri, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tidak ada masalah bagi kalian yang menikah dengan harta yang sedikit atau banyak asal telah disaksikan." Sunan Daruquthni 3555: Ahmad bin Utsman bin Yahya Al Adami menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sa'id Al Hammal menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Abu Harun, dari Abu Sa'id Al Khudri dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tak ada dosa bagi seorang laki-laki yang menikah dengan harta (mahar) sedikit atau banyak jika telah disaksikan." Sunan Daruquthni 3556: Ibnu Abu Daud menceritakan kepada kami, Muhammad bin Utsman bin Karamah menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, (h) Ibnu Abu Daud menceritakan kepada kami, Ubaid bin Hasyim Al Kirmani menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Bukair menceritakan kepada kami, mereka berkata: Syarik menceritakan kepada kami dari Abu Harun, dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tak ada dosa pada diri seseorang jika menikah dengan harta (mahar) yang sedikit atau banyak jika telah disaksikan." Sunan Daruquthni 3557: Abu Amr Utsman bin Ja'far bin Muhammad bin Hatim Al Ahwal menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim Abu Al Fadhl An-Nabirah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ismail bin Ja'far Ath-Thalibi Al Ja'fari menceritakan kepada kami, Abdullah bin Salamah bin Aslam menceritakan kepada kami, dia berkata: Muhammad bin Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Sha'sha'ah Al Mazini menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Salah seorang dari kalian boleh menikah dengan harta yang sedikit atau banyak asalkan telah disaksikan." Sunan Daruquthni 3558: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Amr bin Khalid Al Harrani menceritakan kepada kami, Shalih bin Abdul Jabbar menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Abdurrahman Al Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah orang-orang yang masih sendirian." Beliau ucapkan itu sebanyak tiga kali. Ada yang bertanya, "Apa yang dapat menghubungkan antara mereka wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Apa saja yang diridhai oleh keluarga, meskipun hanya sebatang pohon Arak." Sunan Daruquthni 3559: Ahmad bin Isa bin As-Sukkain Al Baladi menceritakan kepada kami, Zakaria bin Al Hakam Adz-Dzas'ani menceritakan kepada kami, Abu Al Mughirah Abdul Quddus bin A3 Hajjaj menceritakan kepada kami, Mubasysyir bin Ubaid menceritakan kepada kami, Al Hajjaj bin Arthah menceritakan kepadaku, dari Atha' dan Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Jangan menikahkan wanita kecuali dengan yang sepadan, dan tidak boleh ada yang menikahkan mereka kecuali para wali, serta mahar tidak boleh kurang dari sepuluh dirham." Mubasysyir bin Ubaid adalah perawi yang hadits-haditsnya ditinggalkan, dan tak ada yang bisa dijadikan sebagai penguat. Sunan Daruquthni 3560: Al Husain bin Muhammad bin Sa'id Al Mathbaqi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Al Harits Jahdar menceritakan kepada kami, Baqiyyah menceritakan kepada kami dari Mubasysyir bin Ubaid, dari Al Hajjaj, dari Atha' bin Abu Rabah dan Amr bin Dinar dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada mahar kurang dari sepuluh dirham." Sunan Daruquthni 3561: Al Husain bin Yahya bin Ayyasy menceritakan kepada kami, Ali bin Isykab menceritakan kepada kami, Muhammad bin Rabi'ah menceritakan kepada kami, Daud Al Audi menceritakan kepada kami dari Asy-Sya'bi‘ dia berkata: Ali berkata, "Tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham." Sunan Daruquthni 3562: Ali bin Ahmad bin Ali bin Hatim menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Abu Al Anbas menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami dari Daud, dari Asy-Sya'bi dari Ali, dia berkata, "Tidak ada mahar yang kurang dari sepuluh dirham." Sunan Daruquthni 3563: Ali bin Al Fadhl bin Thamir Al Balkhi menceritakan kepada kami, Abdushshamad bin Al Fadhl Al Balkhi menceritakan kepada kami, Ali bin Muhammad Al Manjuri menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Dinar menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Ad-Danaj, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Ali, dia berkata, "Tidak ada mahar yang boleh kurang dari lima dirham." Sunan Daruquthni 3564: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim Al Kinani menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Sayyar Al Baghdadi berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: Ghiyats bin Ibrahim men-talqin Daud Al Audi, dari Asy-Sya'bi, dari Ali, dia berkata, "Tidak ada mahar yang boleh kurang dari sepuluh dirham. Perkataan Ali ini kemudian dianggap sebagai hadits. Sunan Daruquthni 3565: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya bahwa Ali RA berkata, "Mahar itu tergantung kesepakatan suami dan istri." Sunan Daruquthni 3566: Abdullah bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Ummu Habibah bahwa ia pernah menjadi istri Abdullah bin Jahasy yang meninggal di Habasyah. Lalu An-Najasyi mengawinkannya dengan Rasulullah SAW saat ia berada di Habasyah. Ar-Ramadi berkata, "Demikian Abdurrazzaq berkata. Yang benar dia adalah Ubaidullah bin Jahasy. Dia meninggal dalam keadaan beragama Nashrani." Sunan Daruquthni 3567: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Umayyah Muhammad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Ma'mar memberitakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Ummu Habibah bahwa ia pernah menjadi istri Abdullah bin Jahasy yang meninggal dunia di Habasyah lalu An-Najasyi menikahkannya dengan Rasulullah SAW dengan mahar empat ribu. Setelah itu ia dibawa kepada Nabi SAW bersama Syurahbil bin Hasanah. Sunan Daruquthni 3568: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ibrahim bin Qutaibah menceritakan kepada kami, Ibnu Numair menceritakan kepada kami, Ibnu- An-Nashr —yaitu Ibrahim bin Ismail—menceritakan kepadaku, dari Ubaidullah Al Asyja'i, dia berkata: Aku pernah berkata kepada Sufyan: Hadits Daud Al Audi dari AsuySya'bi, dari Ali bahwa mahar tidak boleh kurang dari sepuluh dirham? Sufyan menjawab, "Daud itu masih dinilai munkar. Aku berkata, "Tapi Syu'bah meriwayatkan darinya. Ia menyentuh dahinya dan berkata, "Daud, Daud!" Sunan Daruquthni 3569: Ibnu Sha'id dan Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Musa menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Sahal bin Sa'd, dia berkata: Kami pernah bersama Rasulullah SAW, lalu ada seorang wanita menawarkan dirinya kepada beliau (untuk dinikahi). Beliau kemudian memandangi wanita itu dari bawah sampai ke atas, dan ternyata beliau tidak menerimanya. Setelah itu seorang sahabat berkata, "Ya Rasulullah, nikahkan ia denganku saja." Beliau bersabda, "Apa engkau punya sesuatu (untuk dijadikan mahar)?" Ia menjawab, "Tidak ada." Beliau bertanya lagi, "Cincin dari besi pun tidak punya?" Ia menjawab, "Cincin dari besi pun aku tak punya. Tapi aku bisa memotong kainku ini dan akan aku berikan setengahnya kepadanya sedangkan setengahnya yang lain aku ambil." Beliau bertanya lagi, "Apakah engkau mempunyai (hafalan) Al Qur'an?" Ia menjawab, "Ya." Beliau bersabda, "Kalau begitu aku nikahkan engkau dengan wanita ini dengan (mahar) ayat Al Qur'an yang ada padamu. Sunan Daruquthni 3570: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ali bin Syu'aib menceritakan kepada kami, Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami, (h) Al Husain bin Ali bin Syu'aib dan Al Fadhl bin Sahal menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Aswad bin Amir menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, semuanya dari Abu Hazim, Sahal bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Ats-Tsauri berkata, "Aku nikahkan engkau dengan wanita tersebut dengan mahar (hafalan) Al Qur‘an yang engkau miliki." Sunan Daruquthni 3571: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Hasyim As-Simsar menceritakan kepada kami, Utbah bin As-Sakan menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Abu Thalhah mengabarkan kepadaku, Ziyad bin Ziyad menceritakan kepadaku, Abdullah bin Sakhbarah menceritakan kepada kami dari Ibnu Mas'ud bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah SAW berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda tentang diriku?" Beliau berkata kepada para sahabat, "Siapa yang mau menikahi wanita ini?" Seorang pria dengan mengenakan kain burdah yang diselempangkan di lehernya kemudian berdiri dan berkata, "Aku saja ya Rasulullah." Beliau bertanya, "Apa engkau punya harta?" Ia menjawab, "Tidak ya Rasulullah." Beliau berkata, "Duduklah." Setelah itu wanita itu datang lagi, dan berkata, '"Ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda tentang diriku?" Beliau bersabda, "Siapa yang mau menikahi wanita ini?" Pria yang kemarin kembali berdiri dan berkata, "Aku ya Rasulullah." Beliau lalu bertanya kepadanya, "Apa engkau punya harta?' Ia menjawab, "Tidak." Beliau bersabda, "Kalau begitu duduklah. Kali berikutnya wanita itu datang lagi dan berkata, "Ya Rasulullah, bagaimana menurut Anda tentang diriku?" Rasulullah bersabda, "Siapa yang mau menikahi wanita ini?" Pria yang kemarin kembali berdiri dan berkata, "Aku saja ya Rasulullah." Beliau berkata kepadanya, "Apa engkau punya harta?" Ia menjawab, "Tidak, ya Rasulullah." Beliau berkata lagi, "Apa engkau hafal beberapa ayat Al Qur‟an?" Ia menjawab, "Ya, surah Al Baqarah, surah-surah pendek." Rasulullah bersabda, "Aku nikahkan engkau dengannya dengan syarat engkau mengajarinya. Jika Allah telah memberimu rezeki, maka engkau harus menggantinya" Pria itu pun akhirnya menikahi wanita tersebut dengan mahar seperti itu." Utbah adalah perawi satu-satunya yang meriwayatkan hadits ini dan dia adalah perawi matruk. Sunan Daruquthni 3572: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Waki' menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Abu Hazim menceritakan kepada kami dari Sahal bin Sa'd bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada seorang pria, "Nikahilah wanita itu meski hanya dengan (mahar) sebuah cincin besi." Sunan Daruquthni 3573: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Ismail bin Abdullah bin Zurarah Ar-Raqqi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Hasan Al Mada'ini menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Abu Al Hasan menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Mughaffal, dia berkata: Ada seorang pria dari kalangan Anshar menikahi seorang wanita, padahal pria itu sedang sakit. Orang-orang kemudian berkata, "Ini termasuk sepertiga." Kasus itu kemudian dibawa kepada Nabi SAW dan beliau bersabda, "Nikahnya boleh dan itu tidak termasuk sepertiga. Sunan Daruquthni 3574: Abu Ishaq Ismail bin Yunus bin Yasin menceritakan kepada kami, Ishaq bin Abu Israil menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari salah seorang sahabat dari kalangan Anshar berkata, "Aku pernah menikahi seorang wanita perawan yang aibnya tertutup. Aku kemudian masuk menggaulinya namun ternyata ia telah hamil. Aku lalu datang melaporkannya kepada Nabi SAW dan beliau bersabda, Ia berhak menerima mahar dari apa yang ia halalkan dari kemaluannya, anaknya menjadi budakmu, dan jika anak itu telah lahir maka cambuklah ia" Abdurrazzaq berkata, hadits Ibnu Juraij yang diriwayatkan dari Shafwan —sebenarnya dia adalah Ibnu Juraij—, dari Ibrahim bin Abu Yahya, dari Shafwan bin Sulaim. Sunan Daruquthni 3575: Ishaq bin Muhammad bin Al Fadhl Az-Zayyat menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sinan menceritakan kepada kami, Ishaq bin Idris menceritakan kepada kami, Abu Ishaq Al Aslami menceritakan kepada kami dari Shafwan bin Sulaim, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Nadhrah bin Abu Nadhrah Al Ghifari bahwa ia pernah menikahi seorang gadis yang mempunyai aib yang disembunyikan. Ia lalu mendapatkannya telah hamil. Rasulullah SAW kemudian memisahkan mereka dan memberi wanita itu mahar atas apa yang telah ia halalkan dari kemaluannya. Beliau bersabda, "Jika ia selesai melahirkan maka laksanakan hukuman cambuk atas dirinya. Sunan Daruquthni 3576: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Al Haitsam menceritakan kepada kami, Abu Shalih Katib Al-Laits menceritakan kepada kami, AlLaits menceritakan kepadaku, dari Misyrah bin Ha'an, dari Uqbah bin Amir, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Maukah kalian aku beritahukan siapa itu kambing pinjaman? Para sahabat berkata, "Tentu mau." Beliau bersabda, "Yaitu muhallil (orang yang menikahi wanita yang telah dijatuhi talak tiga untuk memberikan status halal bagi suami yang telah menceraikannya)." Kemudian beliau bersabda lagi, "Allah melaknat, muhallil dan muhallal lahu (pasangan yang dijatuhi talak tiga)." Sunan Daruquthni 3577: Hubairah bin Muhammad bin Ahmad Asy-Syaibani menceritakan kepada kami, Abu Maisarah Ahmad bin Abdullah bin Maisarah menceritakan kepada kami, Marwan Al Fazari menceritakan kepada kami, Abu Abdul Malik Al Ammi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Abu Mulaikah menceritakan kepada kami dari Aisyah bahwa Nabi SAW bersabda, "Usailah adalah berhubungan badan." Sunan Daruquthni 3578: Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Husain bin Al Hadzdza" menceritakan kepada kami, Syabab bin Khayyath menceritakan kepada kami,Hasyraj bin Abdullah bin Hasyraj menceritakan kepada kami, Ayahku menceritakan kepadaku, dari kakekku, dari A'idz bin Amr Al Muzani, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi darinya." Sunan Daruquthni 3579: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Khalaf bin Hisyam menceritakan kepada kami, Abu Syihab menceritakan kepada kami dari Ashim, {h} Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Sa'dan bin Nashr menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Bakar Al Muzani, dari Al Mughirah bin Syu'bah, dia berkata: Aku pernah melamar seorang wanita dan kemudian Rasulullah SAW berkata kepadaku, "Apa kamu sudah melihatnya?'' Aku menjawab, "Belum." Beliau berkata, "Lihatlah dulu, karena itu akan membuat hubungan kalian berdua lebih langgeng." Abu Syihab berkata: Aku berkata, "Ya Rasulullah, aku telah melamar seorang wanita ..." selanjutnya dia menyebutkan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3580: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Ibnu Zanjawih menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Tsabit dari Anas, dia berkata: Al Mughirah bin Syu'bah ingin menikah. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Nabi SAW. Beliau lalu bersabda kepadanya, "Lihatlah dulu, karena itu lebih dapat melanggengkan hubungan kalian berdua." Al Mughirah berkata, "Aku kemudian melakukan saran Rasulullah SAW tersebut dan ia menikahinya serta merasakan kebenaran apa yang disampaikan beliau." Dia kemudian menyebutkan sikap menerima pihak wanitanya. Yang benar sanadnya ini diriwayatkan dari Tsabit, dari Bakar Al Muzani. Sunan Daruquthni 3581: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Al Jurjani menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Bakar Al Muzani bahwa Al Mughirah bin Syu'bah berkata, "Aku pernah menghadap Nabi SAW ..." Redaksi selanjutnya sama dengan sebelumnya. Sunan Daruquthni 3582: Yahya bin Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Maimun Al Khayyath dan Abdullah bin Muhammad bin Al Miswar menceritakan kepada kami, —lafazh adalah lafazh Muhammad—, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, Yazid bin Kaisan menceritakan kepada kami dari Abu Hazim, dari Abu Hurairah bahwa ketika seorang laki-laki ingin menikah seorang wanita dari kalangan Anshar, Nabi SAW berkata kepadanya, "Lihatlah dulu, karena di mata wanita Anshar itu berarti sesuatu. Sunan Daruquthni 3583: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami, (h) Ahmad bin Abdullah Al Wakil bin Muhammad An-Nuhhas menceritakan kepada kami, Ayyub bin Hassan Al Wasithi menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Al Hajjaj bin Arthah, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Rasulullah SAW mengembalikan pernikahan putrinya Zainab dengan Abu Al Ash bin Rabi' dengan akad nikah yang baru." Hadits ini tidak shahih, dan Hajjaj sendiri tidak bisa dijadikan sebagai hujjah. Yang benar adalah hadits Ibnu Abbas, bahwa "Nabi SAW mengembalikannya kepada Abu Al Ash dengan nikahnya yang pertama. Demikian pula yang diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri dalam kisah Shafwan bin Umayyah. Sunan Daruquthni 3584: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Mu'awiyah Al Anmathi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Daud bin Al Hushain, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah SAW pernah mengembalikan putrinya Zainab kepada suaminya Abu Al Ash bin Rabi' dengan nikah yang pertama tidak mengulangi akad baru." Sunan Daruquthni 3585: Dibacakan di hadapan Ali bin Abul Qasim bin Mani' dan aku mendengar, Abu Hafash Umar bin Zurarah Al Hadatsi menceritakan kepada kalian, Masruh bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Al Hasan bin Umarah, dari Athiyyah Al Aufi dari Abu Sa'id Al Khudri bahwa ia berkata: Adikku pernah menjadi istri salah seorang sahabat Anshar. Ia dinikahi dengan mahar sebuah kebun. Kemudian ada percekcokan di antara mereka, dan ketika dilaporkan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Apa engkau mau mengembalikan kebunnya dan ia menceraikanmu?' Adikku menjawab, "Ya, bahkan akan aku tambah." Beliau lanjut berkata, "Baiklah kembalikan kebunnya dan silakan tambah." Sunan Daruquthni 3586: Muhammad bin Harun Al Hadhrami menceritakan kepada kami, Azhar bin Jamil menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Khalid bin Al Hadzdza' menceritakan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Istri Tsabit bin Qais pernah datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berkata: "Wahai Rasulullah, aku tidak memandang ada yang tercela dalam akhlaq dan agamanya, tapi aku tak mau kufur (mendurhakai suami) dalam Islam." Rasulullah berkata: "Apa engkau bersedia mengembalikan kebunnya?" Ia menjawab: "Ya." Beliau berkata: "Wahai Tsabit, terimalah kebun itu dan ceraikan dia satu kali." Sunan Daruquthni 3587: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, Abu Az-Zubair mengabarkan kepadaku, bahwa Tsabit bin Qais bin Syammas mempunyai istri bernama Zainab binti Abdullah bin Ubay bin Salul. (Ketika itu) ia memberinya mahar sebuah kebun. Istrinya ini kemudian tidak suka dengannya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Maukah engkau mengembalikan kebun yang diberikannya kepadamu?". Ia menjawab: "Ya, dan akan ditambah." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata: "Adapun tambahan itu tidak perlu, akan tetapi cukup kebunnya saja". Zainab berkata: "Ya". Setelah itu Rasulullah mengambilnya untuk Tsabit dan memisahkan mereka. Tatkala keputusan itu sampai kepada Tsabit, ia lantas berkata, "Aku terima keputusan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Abu Zubair mendengar hadits ini lebih dari satu orang sahabat. Sunan Daruquthni 3588: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Bisyir bin Musa menceritakan kepada kami, Al Humaidi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami dari Atha' bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jangan mengambil dari wanita yang minta diceraikan (khulu') lebih banyak dari yang telah diberikan sebagai mahar." Sunan Daruquthni 3589: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Hamdun bin Umarah Al Bazzaz Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Abu Ja'far Abdullah bin Muhammad Al Bukhari Al Musnadi menceritakan kepada kami, Hisyam bin Yusuf menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Amr bin Muslim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa istri Qais bin Tsabit menuntut khulu' dari suaminya, dan Nabi SAW menetapkan iddah-nya. satu setengah kali haid. Sunan Daruquthni 3590: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Amr bin Muslim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa istri Tsabit bin Qais meminta khulu' dan Rasulullah SAW menetapkan iddah-nya. satu kali haid. Sunan Daruquthni 3591: Abdul Baqi bin Qani' menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Ahmad bin Marwan menceritakan kepada kami, Abu Hazim bin Ismail bin Yazid Al Bashri menceritakan kepada kami, Hisyam bin Yusuf menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Amr bin Muslim, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Istri Tsabit bin Qais telah khulu' darinya dan Nabi SAW memerintahkannya untuk ber-iddah selama satu kali haid." Sunan Daruquthni 3592: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami, Abu Al Aswad menceritakan kepada kami dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban, dari Rubayyi' binti Mu'awwidz, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW memerintahkan istri Tsabit bin Qais ketika khulu' dari suaminya untuk ber-iddah selama satu kali haid." Sunan Daruquthni 3593: Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Abu Zur'ah AdDimasyqi menceritakan kepada kami, Yahya bin Shalih menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Ardak, ia mendengar Atha‘ berkata: Yusuf bin Mahak menceritakan kepadaku bahwa ia mendengar Abu Hurairah RA menceritakan dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Ada tiga hal yang seriusnya adalah serius dan bercandanya pun adalah serius, yaitu: nikah, thalaq, dan rujuk.” Sunan Daruquthni 3594: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Walid menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Idris menceritakan kepada kami, Sulaiman menceritakan kepadaku, dari Abdurrahman bin Habib bin Ardak, bahwa ia mendengar Atha' bin Abu Rabah berkata: Yusuf bin Mahik mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Abu Hurairah menceritakan dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3595: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Zanbur Al Makki menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibnu Ardak menceritakan kepada kami dari Atha‘ bin Abu Rabah, dari Yusuf bin Mahak, dari Abu Hurairah RA bahwa Nabi SAW bersabda, "Ada tiga hal yang seriusnya adalah serius, dan candanya pun adalah serius, yaitu: thalaq, nikah, dan rujuk." Sunan Daruquthni 3596: Ali bin Muhammad bin Ahmad Al Mishri menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Abu Maryam menceritakan kepada kami, Amr bin Abu Salamah menceritakan kepada kami, Ad-Darawardi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Habib bin Ardak menceritakan kepada kami dari Atha' bin Abu Rabah, dari Yusuf bin Mahak, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Ada tiga hal yang seriusnya adalah serius, dan candanya pun serius, yaitu: thalaq, nikah, dan rujuk." Sunan Daruquthni 3597: Ismail bin Al Abbas Al Warraq menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sinan Al Qazzaz menceritakan kepada kami, Abdullah bin Humran menceritakan kepada kami, Auf menceritakan kepada kami dari Syahr bin Hausyab, Abu Hurairah menceritakan kepada kami, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya di antara tanda-tanda Kiamat adalah pengembala kambing menjadi pemimpin manusia, orang-orang yang tadinya bertelanjang kaki dan kelaparan berlomba-lomba membangun gedung-gedung, dan budak wanita melahirkan tuannya." Sunan Daruquthni 3598: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Abdullah bin Imran Al A'idzi menceritakan kepada kami di Makkah, Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Amr bin Muslim Al Janadi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah SAW melarang wanita hamil disetubuhi sampai ia melahirkan, atau wanita yang tidak hamil sampai ia haid." Ibnu Sha'id berkata kepada kami, "Tidak ada perawi yang menceritakan kepada kami dengan sanad seperti ini dari Ibnu Abbas kecuali Al A'idzi." Sunan Daruquthni 3599: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Ayyub Ash-Sharifini menceritakan kepada kami, dan Abdullah bin Nashr Al Anthaki, keduanya berkata: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Al Hasan bin Muhammad dan Abdullah bin Muhammad, dari ayah mereka bahwa Ali RA pernah berkata kepada Ibnu Abbas, "Tidakkah engkau tahu bahwa Rasulullah melarang makan daging keledai negri dan nikah mut'ah?" Sunan Daruquthni 3600: Abdullah bin Abu Daud menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami, Abu Umais menceritakan kepada kami dari Iyas bin Salamah, dari ayahnya bahwa Nabi SAW memberi keringanan untuk melakukan mut'ah pada tahun Authas selama tiga hari, kemudian beliau melarangnya. Sunan Daruquthni 3601: Abu Bakar bin Abu Daud menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Al Bara" bin Abdullah Abu Nadhrah menceritakan kepada kami dari Ibnu Abbas bahwa Umar melarang menikahi wanita secara mut'ah dan dia berkata, "Ini pernah dihalalkan di masa Rasulullah SAW dan pada waktu itu wanita masih sedikit, setelah itu beliau mengharamkannya. Maka siapa saja yang melakukan itu sedikit saja akan mendapat hukuman." Sunan Daruquthni 3602: Abu Bakar bin Abu Daud menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar Ahmad bin Azhar menceritakan kepada kami, Mu'ammal bin Ismail menceritakan kepada kami dari Ikrimah bin Ammar, dari Sa'id Al Maqburi, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Mut‟ah telah diharamkan atau dihancurkan, (yang boleh) hanya nikah, thalaq, iddah, dan warisan.” Sunan Daruquthni 3603: Abu Bakar bin Abu Daud menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Sufyan menceritakan kepada kami, Ibnu Bukair menceritakan kepada kami, Abdullah bin Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Musa bin Ayyub, dari Iyas bin Amir, dari Ali bin Abu Thalib, dia berkata, "Rasulullah SAW melarang mut'ah." Ia lanjut berkata, "Dulu dibolehkan karena belum ada (perangkat hukum lain), ketika sudah diturunkan (syariat) nikah, thalaq, iddah dan warisan antara suami dan istri, hukum kebolehan mut'ah pun dihapuskan." Sunan Daruquthni 3604: Ismail bin Muhammad bin Ash-Shaffar menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Qabishah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Daud bin Al Hushain, dari Abu Ghathfan, dari ayahnya, dari Umar bahwa Ia pernah memisahkan dua orang yang menikah dalam keadaan ihram. Ia berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Qudamah, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Sa'id bin Al Musayyab tentang orang yang menikah dalam keadaan ihram, ia menjawab, "Keduanya harus dipisahkan." Sunan Daruquthni 3605: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepada kami, Makhramah bin Bukair menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: aku pernah mendengar Nubaih bin Wahab berkata: Aban bin Utsman berkata: aku mendengar Utsman bin Affan berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah dan menikahkan (orang lain)," Sunan Daruquthni 3606: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Umayyah Ath-Tharsusi Muhammad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Aswad bin Amir menceritakan kepada kami, Ayyub bin Utbah menceritakan kepada kami, Ikrimah bin Khalid menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Umar tentang wanita yang ingin dinikahi oleh seorang pria di luar Makkah, tapi pria ini ingin melaksanakan umrah atau haji. Ia menjawab, "Jangan nikahkan dia bila engkau sedang ihram, karena Rasulullah SAW melarang hal itu." Sunan Daruquthni 3607: Abu Thalib Ahmad bin Nashr Al Hafizh menceritakan kepada kami, Hilal bin Al Ala' menceritakan kepada kami, An-Nufaili menceritakan kepada kami, Muslim bin Khalid menceritakan kepada kami, Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Orang yang sedang ihram tidak boleh menikah, menikahkan, dan tidak boleh melamar." Sunan Daruquthni 3608: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Ahmad bin Ibrahim Al Qarmasnati menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Kasib menceritakan kepada kami, Al Mughirah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Adh-Dhahhak bin Utsman, dari Nafi' dari Ibnu Umar, dia berkata: Aku tidak mengetahui (ungkapan) ini kecuali dari Nabi SAW, "Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah, dinikahkan, dilamar, dan melamar untuk orang lain. Sunan Daruquthni 3609: Muhammad bin Ali bin Hubais menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Qasim bin Musawir menceritakan kepada kami, Al Qawariri menceritakan kepada kami, Muhammad bin Dinar Ath-Thahi menceritakan kepada kami dari Aban, dari Anas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang sedang berihram tidak boleh menikah dan tidak boleh dinikahkan." Sunan Daruquthni 3610: Ahmad bin Ishaq bin Yunjab Ath-Thibi menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Ali bin Ziyad As-Surri menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Husain bin Ja'far Al Lahabi menceritakan kepada kami, dia berkata: Beberapa orang dari sahabat kami bercerita kepadaku, dari Abu Wahab Al Bashri, dari Abdullah bin Umar bin Hafash, dari Nafi', dari Ibnu Umar bahwa Nabi SAW menikahi Maimunah di saat beliau dalam keadaan halal (tidak sedang ihram). Sunan Daruquthni 3611: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isykab, Al Hasan bin Yahya dan Al Hasan bin Abu Yahya, mereka menceritakan kepada kami, Wahab bin Jarir menceritakan kepada kami, Ayahku menceritakan kepada kami, Aku mendengar Abu Fazarah menceritakan dari Zaid bin Al Ashamm, dari Maimunah bahwa Rasulullah SAW menikahinya dalam keadaan halal dan mencampurinya juga dalam keadaan halal. Sunan Daruquthni 3612: Ibnu Mani' menceritakan kepada kami, Khalaf bin Hisyam menceritakan kepada kami, Hammad menceritakan kepada kami dari Abu Fazarah, dari Yazid bin Al Ashamm bahwa Rasulullah SAW menikahi Maimunah di saat halal dan tinggal bersamanya disaat halal dan Maimunah wafat di Sarif. Sunan Daruquthni 3613: Abdullah bin Muhammad menceritakan kepada kami, Abbas bin Walid An-Nursi menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Habib bin Asy-Syahid menceritakan kepada kami dari Maimun bin Mihran, dari Yazid bin Al Ashamm, dari Maimunah binti Al Harits, dia berkata, "Rasulullah SAW menikahiku di Sarif dan kami dalam keadaan halal (tidak sedang ihram)." Sunan Daruquthni 3614: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, Habban bin Hilal menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Habib bin Asy-Syahid menceritakan kepada kami dari Maimun bin Mihran, dari Yazid Al Ashamm, dari Maimunah bahwa Rasulullah SAW menikahinya ketika mereka berdua dalam keadaan halal. Sunan Daruquthni 3615: Ibnu Mani' menceritakan kepada kami, Khalaf bin Hisyam menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Mathar Al Warraq, dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman, dari Sulaiman bin Yasar, dari Abu Rafi', bahwa Rasulullah SAW menikahi Maimunah dalam keadaan halal, mencampurinya dalam keadaan halal, dan aku adalah utusan bagi keduanya. Sunan Daruquthni 3616: Abdush-shamad bin Ali menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abbas bin Bassam Ar-Razi menceritakan kepada kami, Hafash bin Umar Al Mahriqani menceritakan kepada kami, Abu Daud Abu Amr menceritakan kepada kami dari Mathar Al Warraq, dari Rabi'ah bin Abu Abdurrahman, dari Sulaiman bin Yasar dari Abu Rafi', dia berkata, "Rasulullah SAW menikahi Maimunah binti Al Harits dalam keadaan halal, dan mencampurinya dalam keadaan halal, dan aku menjadi kurir bagi keduanya." Daud Abu Amr adalah Daud bin Zabarqan. Sunan Daruquthni 3617: Abu Abdullah Al Muhtadi Billah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr bin Khalid menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Bakar bin Sahal menceritakan kepada kami, Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Abu Al Aswad, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW mengutus Mahmiyah bin Jaz'in dan dua orang pria lain menemui Maimunah untuk dilamar. Waktu itu Maimunah sedang berada di Makkah. Ia kemudian menyerahkan urusannya kepada saudarinya Ummul Fadhl. Ummul Fadhl lalu menyerahkan lagi kepada Abbas, dan dia menikahkan Maimunah dengan Rasulullah SAW. Sunan Daruquthni 3618: Abdul Baqi bin Qani' menceritakan kepada kami, Ahmad bin Amr bin Abdul Khaliq menceritakan kepada kami, Muhammad bin Utsman bin Makhlad menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Sallam bin Al Mundzir, dari Mathar Al Warraq, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW menikahi Maimunah dalam keadaan halal. Seperti itulah yang ia katakan. Muhammad bin Utsman adalah satu-satunya perawi yang meriwayatkan hadits dalam masalah ini, dari ayahnya, dari Sallam bin Al Mundzir, dan hadits ini dinilai gharib jika diriwayatkan dari Mathar. Dari Mathar, dari Rabi'ah dari Sulaiman bin Yasar, dari Abu Rafi' dengan perkataan yang sama pula. Abu Al Aswad Yatim Urwah meriwayatkannya dari ikrimah, dari Ibnu Abbas dengan redaksi yang sama dengan riwayat Mathar. Sunan Daruquthni 3619: Ahmad bin Al Husain bin Al Junaid menceritakan kepada kami, Bahr bin Nashr di Makkah menceritakan kepada kami, Khalid bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Kamil menceritakan kepada kami dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah SAW menikahi Maimunah dalam keadaan sedang ihram." Sunan Daruquthni 3620: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Abbas bin Abdul Walid An-Nursi menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW menikahi Maimunah saat mereka berdua dalam keadaan berihram. Sunan Daruquthni 3621: Abdullah bin Muhammad menceritakan kepada kami, Abbas bin Abdul Walid AnNursi menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW menikahi Maimunah dalam keadaan berihram. Sunan Daruquthni 3622: Abdullah menceritakan kepada kami, Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, Wuhaib menceritakan kepada kami, (h) Abdullah menceritakan kepada kami, Bisyir bin Hilal menceritakan kepada kami, Abdul Warits menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Ayyub menceritakan kepada kami dengan sanad dan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3623: Abdullah bin Abbas bin Al Walid menceritakan kepada kami, Daud bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku pernah mendengar Amr bin Dinar, dari Jabir bin Zaid Abu Asy-Sya'tsa' bahwa ia mendengar Ibnu Abbas berkata, "Nabi SAW menikah dalam keadaan berihram." Sunan Daruquthni 3624: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur bin Sayyar menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'ad menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Shalih, Ibnu Syihab menceritakan kepadaku, Urwah bin Az-Zubair mengabarkan kepadaku bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah tentang firman Allah SWT, "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat." (Qs. An-Nisaa' [4]: 3) dia berkata, "Keponakanku, maksudnya adalah gadis yatim yang berada dalam pemeliharaan walinya dan menyertainya dalam masalah harta, dan walinya ini tertarik dengan harta dan kecantikannya, lalu walinya ingin menikahinya tanpa membayar mahar yang pantas untuknya. Yang ia beri adalah apa yang biasa diberikan kepada anak seusianya. Oleh karena itu, dilaranglah menikahi mereka seperti itu, kecuali kalau bisa membayar mahar mereka sesuai usia tertinggi bila mereka menikah. Selanjutnya wali-wali ini diperintahkan untuk menikahi wanitawanita lain yang baik menurut mereka." Urwah berkata: Aisyah kemudian berkata: Kemudian orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah SAW setelah turunnya ayat ini, maka Allah menurunkan ayat, "Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang Para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, $edang kamu ingin mengawini mereka dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) supaya kamu mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha mengetahuinya.' (Qs. An-Nisaa" [4]: 127) Allah Ta'ala kemudian menyebutkan bahwa telah dibacakan kepadamu dalam Al Qur'an ayat pertama." Aisyah berkata: Allah SWT berfirman, "Dan kamu ingin mengawini mereka. " Mereka dilarang menikahi wanita yang disenangi harta dan kecantikannya, kecuali kalau bisa membayar mereka dengan adil, padahal kalau saja para wanita itu tidak cantik dan tidak banyak harta mereka pun tidak ingin menikahinya. Hadits ini diperkuat oleh Syu'aib bin Abu Hamzah dan Ubaidullah bin Abu Ziyad serta Ishaq bin Yahya Al Kalbi dari Az-Zuhri dari Urwah. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Yunus bin Zaid dari Az-Zuhri. Sunan Daruquthni 3625: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, Abdullah bin Wahab menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, Urwah menceritakan kepadaku, bahwa ia bertanya kepada Aisyah RA tentang firman Allah Azza wa Jalla "Dan jika kamu takut tidak dapat berbuat adil terhadap para anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu sukai dua" (Qs. An-Nisaa' [4]: 3) ia berkata, "Keponakanku, dia adalah gadis yatim yang berada dalam pemeliharaan walinya. Hartanya bercampur dengan harta walinya, sementara walinya ini tertarik dengan harta dan kecantikannya, lalu ia ingin menikahinya tanpa membayar maharnya dengan adil. Ia ingin memberinya sebagaimana halnya wanita lain. Maka para wali tersebut dilarang menikahi mereka (gadis-gadis yatim) kecuali kalau mereka mau membayar mahar dengan adil dan memberikan harga yang paling tinggi untuk mereka dalam hal mahar. Para wali ini juga diperintahkan untuk menikahi wanita lain saja yang mereka anggap baik." Aisyah berkata lagi, "Adapun firman Allah, 'Dan kamu ingin menikahi mereka,'' (Qs. AnNisaa' [4]: 127) artinya keinginan salah seorang dari kalian untuk menikahi gadis yatim yang berada dalam pemeliharaannya tapi hartanya sedikit dan kurang cantik. Maka dilaranglah menikahi wanita karena hartanya banyak dan rupanya cantik kecuali dengan membayar mahar yang adil (pantas) karena mereka melakukan hal yang bertolak-belakang dengan wanita yang memiliki sedikit harta dan kurang cantik." Sunan Daruquthni 3626: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Muhammad bin Auf menceritakan kepada kami, Abul Yaman menceritakan kepada kami, Syu'aib mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, (h) Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Abu Usamah Al Halabi menceritakan kepada kami, Hajjaj bin Abu Mani' menceritakan kepada kami, kakekku menceritakan kepada kami dari AzZuhri, (h) Abu Thalib Ahmad bin Nashr Al Hafizh menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Abdul Hamid menceritakan kepada kami, Yahya bin Shalih menceritakan kepada kami, Ishaq bin Yahya menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dia berkata: Urwah bin Az-Zubair menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada Aisyah RA tentang firman Allah, "Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanitawanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki," ia berkata, "Keponakanku, maksudnya adalah gadis yatim yang berada dalam pemeliharaan walinya dan walinya itu tertarik dengan harta dan kecantikannya dan ia ingin menikahinya dengan (membayar) mahar terendah dari usianya. Maka dilaranglah menikahi mereka kecuali dengan membayar penuh mahar mereka. Selanjutnya wali-wali ini diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita lain yang baik menurut mereka." Urwah berkata: selanjutnya Aisyah berkata: Kemudian orang-orang minta fatwa kepada Rasulullah SAW setelah turunnya ayat ini, maka Allah menurunkan ayat, "Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, 'Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al Quran (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim yang kamu tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin mengawini mereka'. " (QS. An-Nisaa" [4]: 127). Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa gadis yatim yang mempunyai harta dan memiliki rupa yang cantik apabila ingin dinikahi oleh walinya, tanpa mau memberikan mahar sesuai usia tertinggi mereka saat menikah. Akan tetapi bila gadis yatim tersebut tidak kaya dan tidak pula cantik maka mereka tidak mau menikahinya. Inilah yang dilarang. Maka dari itu, mereka diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita lain saja. Aisyah lanjut berkata, "Sebagaimana mereka tidak sudi menikahinya bila tidak memiliki harta dan kecantikan, maka mereka juga tidak boleh menikahinya kecuali kalau bersedia memberikan mahar yang penuh dengan adil." Maknanya hampir mirip. Sunan Daruquthni 3627: Muhammad bin Al Qasim bin Zakaria menceritakan kepada kami, Harun bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman. menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah RA tentang firman Allah, "Jika kalian takut tidak bisa berlaku adil kepada anak-anak yatim, maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagimu" (Qs. An-Nisa' [4]: 3) dia berkata, "Dia adalah gadis yatim yang berada dalam pemeliharaan pria yang merupakan walinya. Wali ini kemudian ingin menikahinya lantaran kekayaannya tapi memperlakukannya dengan buruk dan tidak memberikan hartanya dengan adil. Maka wali tersebut sebaiknya menikahi wanita lain saja yang ia anggap baik, dua, tiga atau empat orang." Sunan Daruquthni 3628: Abu Ali Al Husain bin Al Qasim bin Ja'far Al Kaukabi menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Sa'id Abul Khashib menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Umarah menceritakan kepada kami, Abu Ja'far Al manshur menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Jauhilah empat macam orang saat menikah, yaitu: penderita gila, kusta, dan sopak." Sunan Daruquthni 3629: Ali bin Muhammad bin Ali Al Mishri menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Abdullah bin Ayyub menceritakan kepada kami, Sa'id bin Muhammad Al Jarmi menceritakan kepada kami, Mahbub bin Muhriz At-Tamimi menceritakan kepada kami dari Abu Malik An-Nakha'i, dari AthaN bin As-Sa'ib dari Abu Abdurrahman, dari Ali RA, bahwa Nabi SAW memerintahkan wanita yang ditinggal mati suaminya untuk ber-iddah di rumah orang lain bila ia mau. Tidak ada perawi yang meriwayatkan hadits ini secara musnad kecuali Abu Malik AnNakha'i, dan dia dinilai dha'if. Mahbub juga dha‘if Sunan Daruquthni 3630: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, Daud bin Abdurrahman Al Aththar menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Umar bin Khaththab, dia berkata, "Wanita mana saja yang suaminya tertipu karenanya, dan ia (wanita itu) menderita gila, kusta, atau sopak, maka ia berhak mendapatkan mahar sesuai dengan apa yang telah menimpanya (disetubuhi), dan suaminya berhak meminta kembali mahar kepada wali wanita tersebut yang telah menipunya." Sunan Daruquthni 3631: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Isa bin Abu Harb menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Bukair menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami' dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al Musayyab, dia berkata: Umar pernah memberi keputusan mengenai wanita yang berpenyakit sopak, kusta, dan gila jika telah digauli. Yakni ia dan suaminya dipisahkan, tapi ia memperoleh mahar karena telah digauli, dan suaminya berhak menuntut kembalian mahar dari walinya. Yahya bin Sa'id berkata: Aku bertanya, "Anda mendengarnya langsung?" Ia menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3632: Ali bin Muhammad Al Mishri menceritakan kepada kami, Malik bin Yahya menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab bin Atha‘ Rauh bin Al Qasim dan Syu'bah mengabarkan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ada empat macam wanita yang tidak diperbolehkan dalam jual beli dan nikah, yaitu: wanita gila, kusta, sopak dan wanita yang lubang vaginanya tertutup." Sunan Daruquthni 3633: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Abu As-Sa'ib Salam bin Junadah menceritakan kepada kami, Waki' menceritakan kepada kami dari Abu Khalid, dari Amir, dia berkata: Ali berkata, "Pria mana saja yang menikahi wanita gila, kusta, sopak, atau yang ada daging menutupi kemaluannya, maka suaminya boleh memilih, mempertahankannya atau menceraikannya." Sunan Daruquthni 3634: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Haysim menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa Amr bin Al Ash menulis surat kepada Umar bin Khaththab tentang penyakit musalsal yang menimpa istrinya yang ia khawatirkan akibatnya. Umar kemudian memerintahkan ia menunggu selama setahun jika sembuh, kalau tidak ia dipisahkan dari istrinya. Sunan Daruquthni 3635: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Ja'far bin Muhammad bin Al Hasan Ar-Razi menceritakan kepada kami, Al Haitsam bin Al Yaman menceritakan kepada kami, Utsman bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah dari Aisyah RA, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Sesuatu yang halal tidak rusak lantaran yang haram." Sunan Daruquthni 3636: Abu Bakar bin Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, kakekku menceritakan kepada kami, Abdullah bin Nafi' maula bani Makhzum menceritakan kepada kami dari Al Mughirah bin Ismail bin Ayyub bin Salamah, dari Utsman bin Abdurrahman, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seorang pria yang selingkuh dengan seorang wanita kemudian menikahi anak gadis wanita itu, atau selingkuh dengan anaknya kemudian menikah dengan ibunya, beliau kemudian bersabda, "Yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal" Sunan Daruquthni 3637: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad Al Jawaribi menceritakan kepada kami, Ishaq bin Muhammad menceritakan kepada kami, (h) Ismail bin Muhammad bin Shalih menceritakan kepada kami, Ja'far bin Ahmad bin Sam menceritakan kepada kami, Ishaq bin Muhammad Al Farwi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal." Sunan Daruquthni 3638: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Abdullah bin Syabib menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Al Mundzir menceritakan kepada kami, Abdullah bin Nafi' menceritakan kepada kami, Al Mughirah bin Abdurrahman Al Makhzumi menceritakan kepada kami dari Utsman bin Abdurrahman Az-Zuhri, dari Ibnu Syihab, dari Urwah, dari Aisyah RA, dia berkata: Rasulullah SAW pernah ditanya tentang seorang pria yang berzina dengan seorang wanita, lalu ia ingin menikahinya atau anak gadisnya, beliau bersabda, "Yang haram tidak bisa mengharamkan yang halal. Sesungguhnya yang haram (menjadi mahram), kalau melalui pernikahan (yang benar)." Sunan Daruquthni 3639: Abu Hamid Muhammad bin Harun menceritakan kepada kami, Ishaq bin Abu Isra'il menceritakan kepada kami, Khalaf bin Khalifah menceritakan kepada kami dari Abu Hasyim Ar-Rummani, dari Sa'id bin Jubair, dia berkata: Ibnu Abbas pernah ditanya tentang seorang pria yang berzina dengan wanita, lalu mereka sadar dan menikah, Ibnu Abbas menjawab, "Yang pertama itu sifah (zina) dan yang kedua itu nikah." Sunan Daruquthni 3640: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Hafash bin Ghiyats rnenceritakan kepada kami dari Laits, dari Hammad, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah, dia berkata, "Allah tidak akan melihat (maksudnya Allah murka -penerj) kepada orang yang melihat kemaluan seorang wanita (menyetubuhinya) tapi kemudian juga melihat kemaluan anak wanita itu (kawin pula sama anaknya)." Hadits ini mauquf, karena Laits dan Hammad yang ada dalam sanadnya dinilai dha‘if. Sunan Daruquthni 3641: Muhammad bin Amr bin Al Bukhturi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Khalil menceritakan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ja'far Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Abu Sufyan, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Ketika Ghailan bin Salamah masuk Islam, ia memiliki sepuluh orang istri, lalu Nabi SAW memerintahkannya untuk memilih empat di antara mereka, dan menceraikan sisanya." Ibnu Abbas berkata, "Ketika Shafwan bin Umayyah masuk Islam, ia memiliki delapan orang istri, lalu Rasulullah SAW memerintahkannya untuk mempertahankan empat orang dan menceraikan yang lain." Sunan Daruquthni 3642: Ibrahim bin Hammad dan Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Marwan bin Mu'awiyah Al Fazari menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Salim, dari ayahnya, dia berkata: Ketika Ghailan bin Salamah Ats-Tsaqafi masuk Islam, ia memiliki sepuluh orang istri. Nabi SAW kemudian bersabda kepadanya, "Ambil empat orang saja dari mereka." Sunan Daruquthni 3643: Muhammad bin Nuh menceritakan -kepada kami, Harun bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Sa'id, (h) Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur Ar- Ramadi menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami, (h) Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Abdullah bin Bakar menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Salim, dari Ibnu Umar, dia berkata, "Ketika Ghailan bin Salamah masuk Islam dan ia memiliki sepuluh orang istri (yang ia nikahi) di masa jahiliyah. Para istrinya ini juga ikut masuk Islam bersamanya, lalu Nabi SAW memerintahkannya untuk memilih empat istri saja." Ar-Ramadi berkata, "Demikianlah yang dikatakan orang-orang Bashrah." Sunan Daruquthni 3644: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Ashbagh bin Al Faraj menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami dari Yunus, dari Ibnu Syihab, dari Utsman bin Muhammad bin Abu Suwaid bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Ghailan bin Salamah ketika ia masuk Islam dan membawa sepuluh orang istri, "Ambil empat saja di antara mereka dan ceraikan selebihnya." Sunan Daruquthni 3645: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Abu Shalih menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepadaku, Yunus menceritakan kepada kami dari Ibnu Syihab, dia berkata, "Telah sampai berita kepadaku dari Utsman bin Suwaid bahwa Nabi SAW bersabda dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3646: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Abdullah bin Yusuf menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami, bahwa ia mendengar Ibnu Syihab berkata, "Telah sampai informasi kepadaku bahwa Rasulullah SAW berkata kepada seorang pria Tsaqif...." Redaksi selanjutnya sama. Sunan Daruquthni 3647: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dia berkata, "Ketika Ghailan masuk Islam...." Redaksi selanjutnya sama. Sunan Daruquthni 3648: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Al Husain bin Bahr An-Nairuzi menceritakan kepada kami, Al Husain bin Hafash menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami, Muhammad bin As-Sa'ib menceritakan kepada kami, (h) Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Laila memberitakan kepada kami, mereka berdua meriwayatkan dari Humaidhah bin Asy-Syarmadal, dari Qais bin Al Harits, sedangkan di dalam hadits Husyaim disebutkan bahwa Al Harits bin Qais masuk Islam dan memiliki delapan orang istri, maka Nabi SAW berkata kepadanya, "Pilihlah empat orang saja di antara mereka.” Sunan Daruquthni 3649: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Sa'dan bin Nashar menceritakan kepada kami, Ghassan bin Ubaid menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Hammad dan Al Kalbi, dari Qais bin Al Harits, ia meriwayatkan hadits ini secara marfu' kepada Nabi SAW, bahwa ada seorang pria dari kalangan bani Asad masuk Islam dan memiliki delapan orang istri. Rasulullah SAW kemudian berkata kepadanya, "Pilihlah empat saja." Pria itu lalu berkata kepada istri-istrinya, "Ya Fulanah kemarilah (sebanyak dua kali), Ya Fulanah pergilah (sebanyak dua kali), ya fulanah pergilah (sebanyak dua kali). Sunan Daruquthni 3650: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq AshShaghani menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Husyaim mengabarkan kepada kami, Mughirah mengabarkan kepada kami dari salah seorang anak Al Harits bahwa ketika Al Harits bin Qais Al Asadi masuk Islam, dia membawa delapan orang istri maka Nabi SAW menyuruhnya memilih empat saja. Sunan Daruquthni 3651: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami dari Mughirah, dari Rabi' bin Qais, bahwa kakeknya Al Harits bin Qais ketika masuk Islam memiliki delapan orang istri, maka Nabi SAW menyuruhnya memilih empat orang saja di antara mereka. Sunan Daruquthni 3652: Muhammad bin Nuh Al Jundaisaburi menceritakan kepada kami, Abdul Quddus bin Muhammad menceritakan kepada kami, (h) Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Hafash bin Umar bin Yazid Abu Bakar menceritakan kepada kami, mereka berkata: Saif bin Ubaidullah Al Jarmi menceritakan kepada kami, Sirar bin Mujasysyir menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Nafi' dan Salim, dari Ibnu Umar bahwa ketika Ghailan bin Salamah masuk Islam, ia membawa sepuluh orang istri. Nabi SAW kemudian menyuruhnya mempertahankan empat istri saja. Ketika masa pemerintahan Umar, ia menceraikan semuanya, tapi Umar memerintahkannya merujuk mereka kembali sambil berkata, "Jika engkau mati maka aku akan memberikan harta warisanmu kepada mereka, dan aku suruh orang merajam kuburanmu sebagaimana dirajamnya kuburan Abu Righal." Ibnu Nuh berkata: Umar berkata, "Rujuklah mereka, kalau tidak aku tetap akan memberikan warisanmu kepada mereka dan aku perintahkan kuburanmu (dilempar)." Ibnu Nuh menambahkan, "Ketika ia masuk Islam, semua istrinya pun ikut masuk Islam." Sunan Daruquthni 3653: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yazid saudara Karkhunah menceritakan kepada kami, (h) Abu Ali Muhammad bin Sulaiman Al Maliki menceritakan kepada kami, Abu Musa menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Abul Azhar Ahmad bin Al Azhar menceritakan kepada kami, mereka berkata: Wahab bin Jarir menceritakan kepada kami, Ayahku menceritakan kepada kami, Aku mendengar Yahya bin Ayyub berkata: Yazid bin Abu Habib menceritakan kepadaku, dari Abu Wahab Al Jaisyani, dari Adh-Dhahhak bin Fairuz Ad-Dailami dari ayahnya, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, "Ya Rasulullah, aku masuk Islam dan aku mempunyai dua istri kakak beradik." Mendengar itu, Rasulullah SAW bersabda, "Ceraikan mana saja yang kamu mau." Sunan Daruquthni 3654: Abdullah bin Muhammad, Muhammad bin Ali Al Warraq menceritakan kepada kami, Musa bin Daud menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Abu Wahab Al Jaisyani, dari Adh-Dhahhak bin Fairuz, dari ayahnya, dia berkata, "Ketika aku masuk Islam, aku memiliki dua orang istri yang masih memiliki hubungan saudara, maka Rasulullah SAW menyuruh untuk menceraikan salah satunya." Sunan Daruquthni 3655: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdak Al Qazzaz menceritakan kepada kami, Musa bin Daud menceritakan kepada kami, dengan sanad dan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3656: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ar-Rabi'-bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Yahya menceritakan kepada kami dari Ishaq bin Abdullah, dari Abu Wahab Al Jaisyani, dari Abu Khirasy, dari Ad-Dailami atau Ibnu Ad-Dailami, dia berkata, "Ketika aku masuk Islam, aku memiliki dua orang istri yang masih memiliki hubungan saudara. Aku kemudian melaporkannya kepada Nabi SAW dan beliau memerintahkanku untuk memilih salah satu dan menceraikan yang lain." Sunan Daruquthni 3657: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami, Abu wahab Al Jaisyani menceritakan kepada kami dari Adh-Dhahhak bin Fairuz, dari ayahnya, dia berkata, "Ketika masuk Islam, aku memiliki dua orang istri yang memiliki hubungan saudara. Aku kemudian bertanya kepada Nabi SAW dan beliau memerintahkanku untuk memilih salah satu dan menceraikan yang lain." Sunan Daruquthni 3658: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Isa Al Khassyab menceritakan kepada-kami, Amr bin Abu Salamah menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, bahwa ia pernah ditanya tentang tentang orang kafir harbi yang masuk Islam dan memiliki dua istri yang memiliki hubungan kakak beradik, ia menjawab, "Kalau bukan karena hadits dari Nabi SAW yang membolehkan ia memilih, niscaya aku akan menjawab, 'Ia harus memilih yang pertama'." Sunan Daruquthni 3659: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ar-Rabi' bin Sulaiman dan Abu Ibrahim Al Muzani menceritakan kepada kami dari Asy-Syafi'i, dia berkata, "Jika ia masuk Islam dan memiliki dua istri kakak beradik maka ia harus memilih salah satunya, jika ia memilih salah satu maka nikahnya ditetapkan sedangkan nikah yang lain batal, baik ia menikahinya sekaligus maupun dengan berlainan akad." Sunan Daruquthni 3660: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id bin Musallam menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami dari Abu Juraij, Ibnu Syihab memberitahukan kepadaku tentang mula 'anah dan bagaimana petunjuk Sunnah dalam hal itu, berkenaan dengan hadits Sahal bin Sa'd As-Sa'idi bahwa ada seorang pria Anshar pernah melapor kepada Nabi SAW, "Ya Rasulullah, bagaimana pendapat Anda jika seorang laki-laki mendapati istrinya selingkuh dengan laki-laki lain lalu ia bunuh istrinya dari ia di-qishash? Atau bagaimana ia harus memperlakukan istrinya?" Maka Allah SWT menurunkan ayat tentang li‘an. Setelah itu Rasulullah SAW berkata kepadanya, "Allah telah memberikan keputusan tentang dirimu dan istrimu." Mereka berdua kemudian melakukan Li‘an di masjid dan aku menjadi saksi di samping Rasulullah SAW. Sunnah yang berlaku ketika itu adalah setelah saling melakukan Li‘an, keduanya dipisah. (Jika) sang istri ternyata hamil lalu sang suami menolak mengakui sebagai anaknya, maka anak itu pun dinasabkan kepada ibunya. Kemudian, Sunnah yang berlaku juga adalah wanita tadi mewarisi anaknya dan anaknya memperoleh bagian warisan yang Allah tetapkan untuk ibunya. Sunan Daruquthni 3661: Umar bin Abdul Aziz bin Dinar menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash Al Qadhi menceritakan kepada kami, Muhammad bin A'idz menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ahmad Al Hinna'i menceritakan kepada kami, Ja'far bin Muhammad bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Muhammad bin A'idz menceritakan kepada kami, Al Haitsam bin Hamid menceritakan kepada kami, Tsaur bin Yazid mengabarkan kepadaku, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya bahwa ada seorang lakilaki Anshar dari bani Zuraiq menuduh istrinya selingkuh. Ia kemudian datang dan melaporkan hal itu kepada Nabi SAW sampai empat kali hingga turun ayat tentang li'an dan Rasulullah SAW bersabda, "Mana orang yang bertanya tadi? Allah telah menurunkan sesuatu yang sangat penting" Setelah itu pria tersebut bersedia melakukan li‘an dengan istrinya, sedangkan istrinya tidak bersedia dirajam. Akhirnya dilakukanlah li‘an. Rasulullah SAW berkata, "Kalau nanti anak yang lahir itu kulitnya kekuning-kuningan, berhidung agak pesek, dan tulangnya bertimbulan berarti dia anak suaminya, tapi bila hitam seperti unta abu-abu, berarti ia anak selingkuhan istrinya.'' Ternyata anak itu lahir hitam seperti unta abu-abu. Ia lantas dibawa menghadap kepada Rasulullah SAW dan beliau menasabkan anak itu kepada keluarga ibunya dan beliau bersabda, "Kalau bukan karena sumpah li'an kemarin, tentu aku sudah melakukan ini dan itu." Sunan Daruquthni 3662: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, Abdullah bin Wahab menceritakan kepada kami, Iyadh bin Abdullah dan lainnya mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Sahal bin Sa'd AsSa'idi, dia berkata, "Aku pernah menghadiri dua orang yang melakukan li‘an di masa Rasulullah SAW. Sang suami kemudian menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dan Rasulullah SAW mengabulkannya, dan ia menjadi Sunnah dan berlakulah Sunnah antar suami istri yang melakukan li'an untuk dipisahkan dan tidak bisa bersatu lagi selamanya." Sunan Daruquthni 3663: Muhammad bin Ahmad bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim bin Abu Hassan menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid dan Umar —yaitu Ibnu Abdul Wahid— menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Az-Zubaidi, dari Az-Zuhri, dari Sahal bin Sa'd bahwa Uwaimir Al Ajlani berkata kepada seorang pria dari kaumnya, "Tanyakan kepada Rasulullah tentang seorang suami yang mendapati istrinya selingkuh dengan pria lain!" Ia kemudian menceritakan kisah kedua orang yang melakukan li'an dan ia berkata, "Mereka berdua saling melaknat dan Rasulullah SAW lalu memisahkan keduanya dan bersabda, 'Mereka berdua tidak bisa bersatu lagi selamanya'." Sunan Daruquthni 3664: Muhammad bin Ahmad bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Utsman menceritakan kepada kami, Farwah bin Abu Al Maghra' menceritakan kepada kami, Abu Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Zaid dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Dua orang yang saling li‟an jika berpisah maka tak lagi bisa bersatu" Sunan Daruquthni 3665: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id bin Muslim menceritakan kepada kami, Al Haitsam bin Jamil menceritakan kepada kami, Qais bin Ar-Rabi' menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Abu Wa'il, dari Abdullah dan Qais, dari Ashim, dari Zirr, dari Ali dan Abdullah, mereka berkata, "Telah berlaku Sunnah bahwa dua orang yang saling li‟an tidak akan bisa bersatu kembali." Sunan Daruquthni 3666: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Utbah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Hani' menceritakan kepada kami, Abu Malik menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Zirr, dari Ali dan Abdullah, dia berkata, "Telah berlaku Sunnah bahwa tidak bisa disatukan dua orang yang telah melakukan li'an." Sunan Daruquthni 3667: Abdul Aziz bin Musa bin Isa Al Qari‘, Qa'nab bin Muhriz Abu Amr mengabarkan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami, Adh-Dhahhak bin Utsman menceritakan kepada kami dari Imran bin Abu Uwais, dia berkata: Aku pernah mendengar Abdullah bin Ja'far berkata, "Aku pernah hadir bersama Rasulullah SAW ketika terjadi li'an antara Uwaimir Al Ajlani dan istrinya. Rasulullah SAW ketika itu baru kembali dari Tabuk. Uwaimir lalu tidak mau mengakui anak yang dikandung istrinya dan ia berkata, 'Itu anaknya Ibnu Samha‘i Rasulullah SAW lantas berkata kepadanya, 'Bawa istrimu, karena Al Qur‟an telah turun menerangkan kasus kalian.‟ Mereka kemudian melakukan li'an setelah shalat Ashar di mimbar di atas hamparan permadani." Sunan Daruquthni 3668: Ahmad bin Isa Al Hawwadh menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sa'd Al Aufi menceritakan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami dengan sanad dan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3669: Abu Amr bin Yusuf bin Ya'qub menceritakan kepada kami, Ismail bin Hafash menceritakan kepada kami, Abdah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Alqamah, dari Abdullah bahwa Nabi SAW pernah menyelenggarakan li'an di atas permadani. Sunan Daruquthni 3670: Abu Isa, Ya'qub bin Muhammad bin Abdul Wahhab Ad-Dauri menceritakan kepada kami, Hafash bin Amr menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Adi menceritakan kepada kami dari Hisyam, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa Hilal bim Umayyah menuduh istrinya selingkuh dengan Syarik bin As-Sahma' di sisi Rasulullah SAW. Nabi SAW kemudian bersabda, "harus ada bukti, kalau tidak kau akan dihukum cambuk." Ia berkata, "Ya Rasulullah, apakah jika seseorang melihat istrinya berselingkuh dengan laki-laki lain ia harus pergi dulu mengumpulkan bukti?" Itu membuat Nabi SAW kembali berkata kepadanya, "Bukti atau cambuk." Ia berkata, "Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku berkata jujur dan pasti Allah akan menurunkan wahyu tentang ini yang melepaskan diriku dari hukuman cambuk." Kemudian Jibril datang membawa wahyu yaitu ayat, "Dan orang-orang yang menuduh istrinya berzina ..., ia harus bersumpah bahwa murka Allah atas dirinya bila suaminya berkata benar.‟ (Qs. An-Nuur [24]: 6-9) Nabi SAW kemudian bangkit dan mengutus seseorang menemui keduanya (Hilal dan istrinya). Hilal datang dan bersedia memberi kesaksian, kemudian Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui bahwa salah satu dari kalian berdusta, apa ada yang ingin bertobat?" Istrinya kemudian berdiri dan memberi kesaksian. Ketika sampai pada sumpah kelima, Nabi SAW berkata, "Hentikan ia karena sumpah itu pasti terkabul." Ibnu Abbas berkata: Wanita itu agak gugup dan mundur, sampai-sampai kami mengira bahwa ia akan mencabut sumpahnya, tapi ia kemudian berkata, "Aku tak akan mencoreng aib di muka kaumku." Dan ia pun melanjutkan sumpahnya. Rasulullah SAW kemudian memisahkan keduanya dan bersabda, "Coba kalian perhatikan kalau ia melahirkan bayinya." Hisyam berkata: aku kira ia berkata sebagaimana kata Muhammad, Rasulullah SAW bersabda, "Kalau ia melahirkan bayi yang hitam matanya, besar pantatnya, betis yang berotot berarti ia anaknya Syarik bin As-Sahma‟ . Ternyata benar ia melahirkan bayi seperti itu, maka Nabi SAW bersabda, "Kalau saja bukan karena yang telah lalu (proses li'an) tentu aku sudah berurusan dengannya. Sunan Daruquthni 3671: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami dari Isa bin Ashim, dia berkata: Aku mendengar Syuraih berkata: Ali bin Abu Thalib berkata kepadaku, "Yang ditangannya ada akad nikah." Aku berkata, "Wali si istri?" Ia menjawab, "Bukan, tapi suami." Maksudnya wanita itu bisa dirajam, karena terbukti selingkuh, tapi li‘an membuat ia bebas dan urusannya diserahkan kepada Allah saja. Sunan Daruquthni 3672: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Syuja' bin Al Walid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdurrahman bin Hathib dan Abu Salamah menceritakan kepada kami, bahwa Jubair bin Muth'im menikahi seorang wanita bani Nadhar. Ia kemudian menceraikannya sebelum sempat menggaulinya, lalu mengirimkan pembayaran maharnya secara penuh dan berkata, "Aku lebih berhak memaafkan daripada dia." Allah Ta'ala berfirman, "Atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah." (Qs. Al Baqarah [2]: 237) Aku lebih berhak memaafkan daripada dia (istrinya -penerj)." Sunan Daruquthni 3673: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Za'idah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Amr, dari Yahya bin Abdurrahman bin Hathib, dari Jubair bin Muth'im dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3674: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Abu An-Nadhar menceritakan kepada kami, Abu Sa'id Al Mu'addib menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr bin Al Qamah menceritakan kepada kami dari Abu Salamah, dia berkata, "Jubair bin Muth'im pernah menikahi seorang wanita yang kemudian ia ceraikan sebelum sempat menggaulinya dan ia membaca "Kecuali jika istri-istrimu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah. " (Qs. Al Baqarah [2]: 237) dan ia berkata, "Aku lebih berhak memaafkan daripada dia." Ia kemudian memberikan semua maharnya. Sunan Daruquthni 3675: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Bisyir bin Musa menceritakan kepada kami, Al Humaidi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami dari Isa bin Ashim, dari Zadzan, dia berkata: Ali berkata, "Orang yang memegang ikatan nikah adalah suami." Sufyan berkata, "Ibnu Syubrumah juga mengatakan bahwa ia adalah suami." Sunan Daruquthni 3676: Abdullah bin Ibrahim Al Jurjani menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Qutaibah bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Yang memiliki ikatan pernikahan adalah suami." Sunan Daruquthni 3677: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdul Malik Ad-Daqiqi menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Warqa' bin Umar menceritakan kepada kami dari Amr bin Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas tentang tafsir firman Allah, "Kecuali kalau ia memaafkan." dia berkata, "Maksudnya adalah istri memaafkan atau yang memiliki ikatan pernikahan, yaitu wali." Sunan Daruquthni 3678: Muhammad bin Abdullah bin Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Hisyam ArRifa'i menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami dari Hammad bin Salamah, dari Ammar bin Abu Ammar, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Maksudnya adalah suami." Sunan Daruquthni 3679: Ibnu Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Hisyam menceritakan kepada kami, Ubaidullah menceritakan kepada –kami dari Israel, dari Khushaif, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Dia adalah suami." Sunan Daruquthni 3680: Ibnu Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Hisyam menceritakan kepada kami, Ibnu Mahdi menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Ja'far, dari Washil bin Sa'id, dari Muhammad bin Jubair bin Muth'im bahwa ayahnya pernah menikahi seorang wanita kemudian menceraikannya sebelum sempat menggaulinya. Ia lalu mengirimkan maharnya (secara penuh) dan berkata, "Aku lebih berhak untuk memaafkan." Sunan Daruquthni 3681: Ibnu Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Hisyam menceritakan kepada kami, Abdah menceritakan kepada kami dari Sa'id, dari Qatadah, dari Sa'id bin Al Musayyab, dia berkata, "Maksud dari firman, 'Yang di tangannya ada ikatan pernikahan' (Qs. Al Baqarah [2]: 237) adalah suami." Sunan Daruquthni 3682: Ibnu Ghailan menceritakan kepada kami, Abu Hisyam menceritakan kepada kami, Abu Salamah menceritakan kepada kami dari Ismail, dari Asy-Sya'b, dari Syuraih, dia berkata, "Ia adalah suami. Jika si suami itu mau ia bisa membayar mahar secara penuh." Demikian pula pendapat Nafi' bin Jubair, Muhammad bin Ka'b, Thawus, Mujahid, AsySya'bi, dan Sa'id bin Jubair. Sedangkan Ibrahim dan Alqamah mengatakan bahwa ia adalah wali. Sunan Daruquthni 3683: Abul Ja'far bin Muhammad bin Mursyid Al Bazzar menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Yazid Al Bahrani menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Qabishah bin Dzu'aib bahwa Utsman bin Affan pernah ditanya tentang dua saudari yang berstatus budak, ia menjawab, "Aku tidak menyuruh tidak juga melarang, satu ayat membolehkan tapi ayat lain mengharamkan." Yang bertanya pun keluar dan bertemu dengan salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Ma'mar berkata, "Aku kira ia adalah Ali." Ia berkata kepada yang bertanya tadi, "Apa yang engkau tanyakan kepada Utsman?" Ia kemudian menceritakan apa yang ditanya dan fatwa Utsman tentang hal itu. Ali berkata kepadanya, "Kalau aku melarangmu melakukan hal itu. Seandainya saja aku mempunyai kuasa atas dirimu, kemudian hal itu engkau lakukan, aku tentu akan menganggapmu kriminal." Sunan Daruquthni 3684: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yunus bin Abdul A'la menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab menceritakan kepada kami, Malik dan Yunus bin Yazid mengabarkan kepadaku, dari Ibnu Syihab, dari Ubaidullah bin Abdullah, dari ayahnya, dari Umar bin Khaththab bahwa ia pernah ditanya tentang wanita dan anak gadisnya yang berstatus budak, "Bolehkah salah satu dari mereka digauli setelah sempat menggauli satunya lagi?" Umar berkata, "Aku berpandangan membolehkan menggauli keduanya makruh." Ia kemudian melarang hal itu. Sunan Daruquthni 3685: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Muhammad bin Jabir menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Arib, dia berkata: Aku pernah bertanya kepada Ali RA, "Aku mempunyai seorang budak wanita beserta ibunya. Keduanya telah melahirkan anak dariku, bagaimana pendapat Anda?" Ia menjawab, "Satu ayat menghalalkan dan yang lain mengharamkan, tapi aku dan keluargaku tidak akan melakukannya." Sunan Daruquthni 3686: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Abu Al Ahwash menceritakan kepada kami dari Thariq, dari Qais, dia berkata: Aku berkata kepada Ibnu Abbas, "Bolehkah seseorang menyetubuhi ibu dan anak yang keduanya menjadi budaknya?" Ibnu Abbas berkata, "Satu ayat membolehkan dan ayat lain melarang, tapi aku tidak pernah melakukannya." Sunan Daruquthni 3687: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Abu Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Umar bin Ali menceritakan kepada kami, Al Hajjaj menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Jika seorang janda dinikahi maka ia berhak mendapat jatah ditemani selama tiga hari, setelah itu baru diadakan giliran." Sunan Daruquthni 3688: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dengan cara dibaca di hadapannya, Hajib bin Walid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Ibnu Ishaq menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Abu Qilabah, dari Anas, dia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Perawan mempunyai hak jatah giliran selama tujuh hari (setelah dinikahi), sedangkan janda tiga hari setelah itu baru menggilir antar istrinya.‖ Sunan Daruquthni 3689: Yahya bin Muhammad bin Sha'id, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, Al Fudhail bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Humaid menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam menceritakan kepada kami dari Ummu Salamah bahwa dia berkata kepada Rasulullah SAW sambil memegang baju beliau, "Tinggallah bersamaku hari ini." Beliau bersabda, "Jika mau aku akan berada bersamamu hari ini tapi nanti kamu harus menebusnya." Kemudian Rasulullah SAW bersabda, "(Jatah giliran) untuk janda adalah tiga hari sedangkan gadis tujuh malam (setelah dinikahi). Sunan Daruquthni 3690: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Mu'awiyah bin Malij menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Abdullah bin Abu Bakar bin Amr bin Hazm, dari Abdul Malik bin Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, dia berkata, "Rasulullah SAW menikahi Ummu Salamah di bulan Syawwal dan menggaulinya di bulan Syawwal dan beliau bersabda, 'Jika kamu mau, maka aku bisa tinggal bersamamu selama seminggu dan seminggu lagi bersama sahabat-sahabatmu''. Kalau tidak, maka bagianmu hanya tiga hari, selanjutnya aku akan mendatangi kamu lagi pada giliranmu berikutnya.' Ummu Salamah berkata, "Tiga hari saja ya Rasulullah." Sunan Daruquthni 3691: Muhammad bin Amr bin Al Bukhturi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Khalil menceritakan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami, (h) Muhammad bin Ahmad bin Abu Ats-Tsalj menceritakan kepada kami, kakekku menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Dzi'b menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Abu Bakar bin Hazm, dari Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, dari Ummu Salamah, dia berkata: Malik bin Anas menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Abu Bakar bin Hazm, dari Abdul Malik bin Abu Bakar bin Abdurrahman bin Al Harits bin Hisyam, dari ayahnya, dari Ummu Salamah, bahwa Rasulullah SAW berkata kepadanya ketika bersamanya, "Tak ada kehinaan bagimu terhadap keluargamu. Kalau kamu mau aku akan tinggal bersamamu selama tiga hari yang memang merupakan hakmu, tapi kalau kau mau juga tak mengapa aku tinggal bersamamu selama tujuh hari (dari sekarang) tapi selanjutnya aku juga akan bersama istri-istriku yang lain selama tujuh hari." Ummu Salamah berkata, "Tinggallah tiga hari bersamaku sesuai hakku." Oleh karena itu, Malik dan Ibnu Abu Dzi'b berpendapat bahwa jatah menginap untuk gadis adalah tujuh hari sedangkan untuk janda tiga hari. Sunan Daruquthni 3692: Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami, Ahmad bin Khalil menceritakan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Dhamrah bin Sa'id Al Mazini, dari Habib bin Salman, dari Yusuf bin Mahak, dari Raithah binti Hisyam dan Ummu Sulaim binti Nafi' bin Abdul Harits, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda ..." (h) Muhammad menceritakan kepada kami, Ahmad menceritakan kepada kami, Al Waqidi menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yazid Al Makki menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari Ummu Sulaim binti Nafi' bin Abdul Harits, dari Aisyah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Gadis memiliki hak jatah pertama selama tiga malam bila dinikahi pria beristri, sedangkan janda sebanyak dua malam." Sunan Daruquthni 3693: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Humaid bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Uwais menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Az-Zinad menceritakan kepadaku, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah RA, dia berkata, "Tak sampai sehari biasanya Rasulullah SAW menghampiri semua istrinya. Beliau mendekati mereka satu persatu di tempat duduk beliau, kemudian mencium dan menyentuh tanpa mencumbui atau menyetubuhi. Beliau lalu menginap di rumah istri yang mendapat giliran." Sunan Daruquthni 3694: Sa'id bin Muhammad saudaranya Zanbar menceritakan kepada kami, Humaid bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, dengan sanad dan redaksi yang sama namun di dalam haditsnya disebutkan, "Beliau kemudian mencium dan memegang tanpa menyetubuhi." Sunan Daruquthni 3695: Ali bin Muhammad bin Mihran bin As-Sawwaq menceritakan kepada kami, Abu Yahya Muhammad bin Sa'id bin Ghalib menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id Al Umawi menceritakan kepada kami dari Hajjaj, dari Al Minhal bin Amr, dari Zirr bin Hubaisy, dari Ali RA, dia berkata, "Jika wanita merdeka dinikahi setelah budak sahaya, maka untuk jatah gilirannya, istri yang berstatus merdeka mendapat dua hari sedang yang berstatus budak sahaya memperoleh satu hari. Tidak boleh juga budak sahaya dinikahi setelah menikahi wanita merdeka." Sunan Daruquthni 3696: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ali bin Zaid menceritakan kepada.kami, Sa'id bin Manshur menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami dari Ibnu Abu Laila, dari Al Minhal, dari Ibad bin Abdullah Al Asadi, dari Ali RA, dia berkata,' "Jika wanita merdeka dimadu dengan budak sahaya, maka wanita yang berstatus budak sahaya mendapat jatah sepertiga sedangkan wanita merdeka memperoleh dua pertiga." Sunan Daruquthni 3697: Yahya bin Muhammad bin Sha'id dan Muhammad bin Makhlad bin Hafash menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Abdullah Hubaiys bin Mubasysyir Al Faqih menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Aisyah bahwa ketika Nabi SAW memerdekakan Shafiyyah, dan menjadikan pemerdekaannya sebagai mahar, ' dan beliau pun menikahinya." Sunan Daruquthni 3698: Yahya bin Muhammad bin Sha'id dan Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Husain bin Al Mubarak yang dikenal dengan sebutan Al A'rabi menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Aisyah bahwa ketika Nabi SAW memerdekakan Shafiyyah, dan menikahinya dengan menjadikan pemerdekaannya sebagai mahar." Sunan Daruquthni 3699: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Malik bin Marwan Ad-Daqiqi menceritakan kepada kami, dengan cara mendikte dari kitabnya Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah SAW memerdekakan Shafiyyah binti Huyay, dan menikahinya dengan menjadikan pemerdekaannya sebagai mahar." Sunan Daruquthni 3700: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur Zaj menceritakan kepada kami, Ali bin Al Husain bin Syaqiq menceritakan kepada kami, Al Husain bin Waqid menceritakan kepada kami dari Tsabit, dari Anas bahwa Rasulullah SAW pernah memerdekakan Shafiyyah dan menikahinya dengan menjadikan pemerdekaannya sebagai mahar." Sunan Daruquthni 3701: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Qurad bin Abdurrahman bin Ghazwan menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abdul Aziz bin Shuhaib, dari Anas, dia berkata, "Rasulullah SAW menikahi Shafiyyah." Tsabit bertanya kepadanya (Anas), "Apa maharnya?" Ia menjawab, "Maharnya adalah dirinya, yang dimerdekakannya kemudian beliau menikahinya." Sunan Daruquthni 3702: Al Husain bin Ismail dan Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad As-Sawwaq menceritakan kepada kami, Asad bin Musa menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Abu Sulaiman menceritakan kepada kami dari Mathar Al Warraq, dari Qatadah, dia berkata: Ketika Anas ditanya tentang pria yang membebaskan budak wanitanya lalu menikahinya, ia menjawab, "Tidakkah kalian tahu bahwa Rasulullah SAW telah membebaskan Shafiyyah binti Huyai bin Akhthab dan Juwairiyyah binti Al Harits bin Abu Dhirar dan beliau mejadikan pembebasan mereka sebagai mahar serta menikahi mereka." Sunan Daruquthni 3703: Abdullah bin Ahmad bin Tsabit menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yunus menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Ya'qub bin Atha‘ dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW pernah berkata tentang orang yang menyetubuhi istrinya saat haid, "Dia harus bersedekah satu dinar atau setengahnya." Sunan Daruquthni 3704: Muhammad bin Salim Al Bahili menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr bin Hayyan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Humair menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Muharrar, dari Abdul Karim bin Malik, Khusaif dan Ali bin Badzimah, dari Miqsam dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menyetubuhi istrinya yang sedang haid, maka dia hendaknya bersedekah satu dinar atau setengah dinar. Sunan Daruquthni 3705: Ahmad bin Muhammad bin Utsman Al Qaththan menceritakan kepada kami, Ali bin Daud Al Qahthari menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdul Aziz Ar-Ramli menceritakan kepada kami, Abdullah bin Yazid bin Ash-Shalt menceritakan kepada kami dari Sufyan, dari Abdul Karim, dan Ali bin Budzaimah serta Khushaif, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menggauli istrinya di saat mengeluarkan darah maka ia harus membayar satu dinar, dan jika dilakukan saat haidnya hampir selesai maka (ia harus membayar) setengah dinar." Sunan Daruquthni 3706: Ahmad bin Al Husain bin Muhammad bin Ahmad Al Junaid menceritakan kepada kami, Ziyad bin Ayyub menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Musa, Abu Ja'far Ar-Razi menceritakan kepada kami dari Abdul Karim, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Jika darahnya mengental (masih banyak) maka ia harus bersedekah satu dinar, tapi jika sudah menguning maka setengah dinar" Sunan Daruquthni 3707: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abbas bin Walid bin Yazid mengabarkan kepadaku, Muhammad bin Syu'aib mengabarkan kepadaku, Ibnu Lahi'ah mengabarkan kepadaku, dari Abdul Malik bin Abdul Aziz bin Juraij Al Makki, dari Abdul Karim Al Bashri mengabarkan kepadanya bahwa Miqsam maula Ibnu Abbas menceritakan kepadanya, dia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah SAW memerintahkan orang yang menyetubuhi istrinya saat haid untuk bersedekah satu dinar. Jika ia menyetubuhinya dalam keadaan sudah suci tapi belum mandi maka ia harus bersedekah setengah dinar." Sunan Daruquthni 3708: Al Husain bin Ismail dan Ya'qub bin Ibrahim Al Bazzar menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayyasy menceritakan kepada kami dan Suhail bin Shalih, dan Muhammad bin Al Munkadir, dan Jabir bin Abdullah Al Anshari bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Jangan malu, karena Allah tidak malu mengatakan kebenaran. Tidak halal bagi kalian menyetubuhi istri dari dubur mereka." Sunan Daruquthni 3709: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Hammad bin Mas'adah menceritakan kepada kami dari Ibnu Mauhib, dari Al Qasim, dari Aisyah bahwa ia mempunyai budak pria dan wanita dan ia ingin memerdekakan keduanya, maka Rasulullah bersabda, "Mulailah dari budak pria." Sunan Daruquthni 3710: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Suhail Al A'raj menceritakan kepada kami, Al Husain menceritakan kepada kami, Zuhair bin Muhammad menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Ubaidullah bin Abdul Majid menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Abdurrahman Ibnu Mauhib menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Aisyah bahwa ia memiliki dua orang budak pria dan wanita yang berstatus menikah, ia berkata, "Ya Rasulullah, aku ingin memerdekakannya." Beliau bersabda, "Jika engkau ingin membebaskan keduanya, maka mulailah dari budak pria sebelum yang wanita." Sunan Daruquthni 3711: Abu Sakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Utsman bin Umar menceritakan kepada kami, mereka berdua berkata: Usamah bin Zaid menceritakan kepada kami dari Al Qasim, dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Barirah, "Jika mau engkau boleh menjadi istri suamimu yang kini masih menjadi budak, tapi jika tidak engkau bisa memutuskan perkawinannya." Ternyata Barirah memilih untuk berpisah. Sunan Daruquthni 3712: Ibrahim bin Hammad menceritakan kepada kami, Abu Musa menceritakan kepada kami, Utsman bin Umar menceritakan kepada kami dengan sanadnya, Aisyah berkata, "Barirah masih berstatus istri dari seorang yang menjadi budak, ketika ia (Barirah) dimerdekakan (dan suaminya tidak -penerj) Rasulullah SAW lalu berkata kepadanya, "Kalau mau, engkau bisa tetap menjadi istrinya, tapi kalau tidak engkau bisa berpisah dengannya." Sunan Daruquthni 3713: Saudara Zubair menceritakan kepada kami, Yusuf menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Musa dan Abu Salamah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Usamah bin Zaid menceritakan kepada kami, dengan redaksi yang sama. Dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Jika mau engkau boleh menjadi istri budak ini, tapi jika tidak kamu bisa meninggalkannya." Sunan Daruquthni 3714: Ahmad bin Nashr bin Sandawaih Habsyun Al Bundar menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Jarir menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW mempersilahkannya memilih, saat suaminya masih menjadi budak. Sekiranya suaminya merdeka, tentunya Rasulullah SAW tidak akan memberinya pilihan. Sunan Daruquthni 3715: Ahmad bin Muhammad bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Sa'd menceritakan kepada kami, pamanku menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Ibnu Ishaq menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah dan Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Barirah adalah istri seorang budak, lalu ia dimerdekakan. Setelah itu Rasulullah SAW menyerahkan pilihan kepadanya." Sunan Daruquthni 3716: Abu Bakar bin Mujahid, Ahmad bin Abdullah sahabat Abu Shakhrah, dan Iain-lain menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abdullah bin Ayyub Al Mukharrimi menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Bukair menceritakan kepada kami, Abu Ja'far Ar-Razi menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, dia berkata, "Suami Barirah adalah budak untuk keluarga Abu Ahmad." Demikian redaksi Ibnu Mujahid. Sunan Daruquthni 3717: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Harun bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abdah menceritakan kepada kami dari Sa'id, dari Abu Ma'syar, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Aisyah, bahwa suami Barirah adalah orang merdeka ketika Barirah dimerdekakan." Sunan Daruquthni 3718: Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Utsman bin Khurrazadz menceritakan kepada kami, Abu Al Ashbagh Al Harrani menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Yahya menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, dari Aban bin Shalih, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah bahwa Rasulullah SAW berkata kepada Barirah, "Pergilah karena kemaluanmu juga sudah dimerdekakan bersamaan dengan merdekanya dirimu." Sunan Daruquthni 3719: Ahmad bin Al Husain bin Al Junaid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Manshur Ath-Thusi menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari Ibnu Ishaq, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri Hisyam bin Urwah, keduanya menceritakan kepadaku dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Barirah adalah istri seorang budak lalu ia (Barirah) dimerdekakan, maka Rasulullah SAW mempersilahkan dirinya untuk memilih." Sunan Daruquthni 3720: Abu Hamid Muhammad bin Harun menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Al Qasim dan Rabi'ah bin Abu Abdurrahman, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, dia berkata, "Suami Barirah adalah seorang budak." Sunan Daruquthni 3721: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Al Mukharrimi menceritakan kepada kami, Abu Hisyam Al Makhzumi menceritakan kepada kami, Wuhaib menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Yazid bin bin Ruman, dari Urwah, dari Aisyah bahwa suami Barirah adalah budak." Sunan Daruquthni 3722: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Bukair menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abdurrahman bin Al Qasim, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Ia (Barirah) disuruh memilih, dan suaminya adalah budak." Sunan Daruquthni 3723: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Abbad — saudaranya Hamdun— menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Muhammad, Abdullah bin Musa menceritakan kepada kami, Usamah bin Zaid menceritakan kepada kami dari AzZuhri, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, dia berkata, "Suami Barirah adalah budak, maka Rasulullah SAW berkata kepadanya (Barirah) ketika ia telah dimerdekakan, 'Kamu boleh memilih." Sunan Daruquthni 3724: Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Syadzan bin Mahan menceritakan kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami, Utsman bin Miqsam, dari Yahya bin Sa'id, dari Amrah, dari Aisyah, bahwa Rasulullah SAW mempersilakan dirinya memilih, karena suaminya adalah budak. Sunan Daruquthni 3725: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ar-Rabi' bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Asy-Syafi'I menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Abdullah bin Umar bin Hafash, dari Abdullah bin Dinar, dari Ibnu Umar bahwa suaminya Barirah adalah budak. Abu Bakar An-Naisaburi berkata, "Hadits ini gharib" Sunan Daruquthni 3726: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Al Husain bin Abu Al Ala' Al Hamdani menceritakan kepada kami, Al Harits bin Abdullah Al Khazin menceritakan kepada kami, Abu Al Hafash Al Abbar menceritakan kepada kami dari Ibnu Abu Laila, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Suami Barirah adalah seorang budak." Sunan Daruquthni 3727: Abu Ubaid Al Mahamili menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Al Mukharrimi menceritakan kepada kami, Abu Hisyam Al Makhzumi menceritakan kepada kami, Wuhaib menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Shafiyyah binti Abi Ubaid, bahwa suami Barirah adalah budak. Sunan Daruquthni 3728: Ahmad bin Muhammad bin Sa'dan menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ayyub menceritakan kepada kami, Abu Yahya Al Hammani menceritakan kepada kami, AnNashr menceritakan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah SAW memutuskan Barirah tertalak tiga, padahal tadinya ia adalah istri seorang budak. Sunan Daruquthni 3729: Abu Hamid Al Hadhrami menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Suami Barirah adalah budak." Sunan Daruquthni 3730: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Harun bin Ishaq Al Hamdani menceritakan kepada kami, Abdah menceritakan kepada kami dari Sa'id, dari Ayyub dan Qatadah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas bahwa suami Barirah adalah budak hitam milik bani Al Mughirah pada saat istrinya dimerdekakan, ia menangis sampai air matanya membanjiri janggutnya. Demi Allah, aku seolah-olah melihatnya di jalan dan sudut kota Madinah. Ia meminta Barirah tetap mau menjadi istrinya tapi Barirah tidak mau lagi." Sunan Daruquthni 3731: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Khalid menceritakan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata: Ketika Barirah dipersilahkan memilih, aku melihat suaminya terus saja mengikutinya di sudut kota Madinah sambil menangis sampai air matanya membasahi jenggotnya. Ia kemudian meminta Abbas untuk berbicara kepada Nabi SAW mengenai hal ini. Rasulullah SAW lalu berkata kepada Barirah, "Dia adalah suamimu." Barirah berkata, "Apakah Anda memerintahkan aku (untuk kembali kepadanya) ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Tidak, aku hanya membantu." Lalu Nabi SAW mempersilakannya untuk memilih dan ia lebih memilih dirinya. Suaminya adalah budak milik bani Al Mughirah yang dipanggil Mughits. Sunan Daruquthni 3732: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa Al Qaththan menceritakan kepada kami, Amr bin Humran menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abu Arubah menceritakan kepada kami dan Ayyub, dari Ikrimah, dan Ibnu Abbas, bahwa suami Barirah ketika Barirah disuruh memilih masih berstatus budak milik bani Al Mughirah. Aku kemudian melihatnya di jalan kota Madinah membuntuti Barirah memelas, agar istrinya masih mau menjadi istrinya, dengan air mata membanjiri janggutnya, tapi Barirah berkata kepadanya, "Aku tidak lagi memerlukanmu." Sunan Daruquthni 3733: Ahmad bin Musa bin Mujahid menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Umar Abu Amr Asy-Syahruzuri menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Hisyam, (h) Utsman bin Ahmad bin As-Sammak menceritakan kepada kami, Ahmad bin Ali Al Khazzaz menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim Asy-Syami menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda kepada Barirah, "Jika ia telah menyetubuhimu maka tak ada lagi pilihan bagimu." Ibnu Mujahid berkata, "Jika ia telah mendekatimu maka tak ada lagi pilihan bagimu." Sunan Daruquthni 3734: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Muhammad bin Bakkar menceritakan kepada kami, Abu Ma'syar menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW menetapkan masa iddah bagi Barirah seperti iddah-nya wanita yang dicerai ketika berpisah dengan suaminya." Sunan Daruquthni 3735: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sa'id bin Shakhar Ad-Darimi menceritakan kepada kami, Hibban bin Hilal menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Qatadah menceritakan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Aisyah membeli Barirah kemudian memerdekakannya dan mereka (penjual pertama) mensyaratkan wala‘ Rasulullah SAW kemudian memutuskan bahwa wala‘ dimiliki orang yang memerdekakan. Barirah lalu disuruh memilih dan ia memilih dirinya (tanpa suami) lalu mereka dipisahkan dan masa iddah-nya sama dengan wanita merdeka. Abu Bakar berkata: Habban menganggap kalimat "sama dengan masa iddah wanita merdeka" adalah jayyid, karena Affan bin Muslim dan Amr bin Ashim meriwayatkannya dan berkata, "Dan beliau (Rasulullah) menyuruhnya ber-iddah." Tapi dalam riwayat ini tidak disebutkan seperti iddah-nya wanita merdeka. Sunan Daruquthni 3736: Ibrahim bin Hammad menceritakan kepada kami, Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Muhammad, dari Ubaidah tentang ayat berikut ini, "Jika kamu takut perselisihan antar keduanya (suami dan istri) maka utuslah seorang hakim dari kalangan suami dan satu lagi dari kalangan istri", (Qs. An-Nisaa' [4]: 35) dia berkata, "Ada seorang pria dan wanita (suami istri) datang kepada Ali RA dan masingmasing membawa rombongan. Ali kemudian memerintahkan mereka memilih satu orang untuk menjadi hakim dari keluarga si pria dan satu lagi dari keluarga si wanita. Ketika mereka sudah mengutus masing-masing satu, Ali berkata, 'Tahan dulu, sebelum aku memberitahu kalian apa yang harus kalian lakukan, apa kalian tahu yang harus dilakukan? Jika kalian menganggap mereka lebih baik bersatu maka putuskanlah agar mereka bersatu. Tapi jika kalian anggap lebih baik berpisah maka pisahkanlah.' Kemudian Ali berkata kepada pihak wanita, 'Apa kamu ridha terhadap keputusan mereka?' Ia menjawab, 'Ya, aku ridha terhadap Kitab Allah untukku maupun atasku.' Lalu ia berkata kepada pihak pria, 'Apa kamu ridha terhadap keputusan mereka?' Ia menjawab, 'Tidak, tapi aku ridha kalau mereka memutuskan untuk bersatu dan tidak ridha kalau berpisah.' Ali berkata kepadanya, 'Bohong kamu! Demi Allah, kamu tidak bisa bebas sebelum kamu ridha terhadap apa yang ia (istrimu) ridhai'." Sunan Daruquthni 3737: Ahmad bin Ali bin Al Ala' menceritakan kepada kami, Ziyad bin Ayyub menceritakan kepada kami, Yahya bin Zakaria bin Abu Za'idah menceritakan kepada kami, Ibnu Aun mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Sirin, dari Ubaidah, dia berkata: Suatu ketika seorang pria bersama istrinya datang menemui Ali RA. Setiap pihak dari mereka membawa sekelompok orang. Maka tatkala dua orang hakim dikirim, dia berkata, "Tunggu sebentar, sampai aku mengajarkan kepada kalian berdua apa yang seharusnya kalian lakukan. Apakah kalian tahu apa yang seharusnya kalian lakukan? Sesungguhnya jika kalian berpandangan sebaiknya kalian bersatu, hal ini akan menyatukan kalian berdua, namun jika kalian berpandangan bahwa kalian sebaiknya berpisah, maka kalian tentu akan berpisah." Kemudian Ali menemui pihak wanita dan berkata, "Apakah engkau terima keputusan hukum tersebut?" Ia menjawab, "Ya, aku terima berdasarkan Kitab Allah bahwa aku harus didampingi oleh wali." Setelah itu Ali menemui pihak pria dan berkata, "Apakah engkau terima terhadap keputusan yang telah ditetapkan?" Ia menjawab, "Tidak, tetapi aku terima jika disatukan, dan aku tidak terima jika dipisahkan." Mendengar itu, Ali berkata kepadanya, "Engkau bohong. Demi Allah, engkau tidak bisa bebas sampai engkau menerima keputusan sebagaimana halnya istrimu menerima keputusan tersebut." Sunan Daruquthni 3738: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ahmad bin Abu Maisarah menceritakan kepada kami, Abdurrahman Al Muqri‘ menceritakan kepada kami, Sa'id bin Ayyub menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ajlan menceritakan kepada kami dari Zaid bin Aslam, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Sebaik-baik sedekah adalah dari orang yang mampu, dan tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah. Mulailah dari yang menjadi tanggungan kalian." Abu Hurairah berkata, "Siapa yang menjadi tanggunganku ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Istrimu yang biasa berkata, 'Beri aku makan atau ceraikan aku', pembantumu yang biasa berkata, 'Beri makan aku baru boleh pakai jasaku', dan anakmu yang biasa berkata, 'Kepada siapa ayah menitipkan kami'." Sunan Daruquthni 3739: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Bisyir bin Mathar menceritakan kepada kami, Syaiban bin Farukh menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ashim, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah bahwa Nabi SAW bersabda, "Wanita yang berkata kepada suaminya, 'beri aku makan atau ceraikan aku', budaknya berkata, 'Beri aku makan baru pergunakan aku', dan Anaknya yang berkata, 'Kepada siapa ayah akan menyerahkan kami." Sunan Daruquthni 3740: Ia berkata: Hammad bin Salamah juga menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al Musayyab bahwa ia berkata tentang suami yang tak mampu menafkahi istrinya, "Jika ia tak sanggup maka keduanya dipisahkan." Sunan Daruquthni 3741: Utsman bin Ahmad bin As-Sammak, Abdul Baqi bin Qani', dan Ismail bin Ali, mereka berkata: Ahmad bin Ali Al Khazzaz menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim Al Bawardi menceritakan kepada kami, Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al Musayyab, dia berkata tentang suami yang tidak memiliki harta untuk nafkah istrinya, "Mereka diceraikan." Sunan Daruquthni 3742: Utsman bin Ahmad, Abdul Baqi bin Qani', dan Ismail bin Ali menceritakan kepada kami, mereka berkata: Ahmad bin Ali menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Ashim bin Bahdalah, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3743: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdullah bin Abu Rawwad pernah ditanya, "Ada seseorang yang menikahkan saudara perempuannya dengan lelaki yang bagus agamanya tapi bukan dari kedudukan yang sama." Maka ia menjawab: Mus'ir menceritakan kepadaku, dari Sa'd bin Ibrahim, dari Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah, dia berkata: Umar berkata, "Sungguh aku akan melarang wanita yang berasal dari keturunan terpandang menikah, kecuali bila dengan pria yang sederajat." Sunan Daruquthni 3744: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Musa bin Ishaq menceritakan kepada kami, Umar bin Abu Ruthail menceritakan kepada kami, Shalih bin Musa menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Pilihlah untuk air mani kalian tempat penampungan yang baik." Sunan Daruquthni 3745: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Hammad bin Mahan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Uqbah menceritakan kepadaku, Abu Umayyah bin Ya'la menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Nikahilah wanita yang sederajat, dan nikahkanlah (gadis kalian) dengan mereka. Pilihlah (tempat) untuk air mani kalian dan jangan menikahi orang hitam, karena dia bertabiat jelek." Hadits ini diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan dari Harits bin Imran. Sunan Daruquthni 3746: Ahmad bin Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, Abu Sa'id Al Asyaj menceritakan kepada kami, Al Harits bin Imran Al Ja'fari menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, '''Pilihlah tempat untuk mani kalian, jangan meletakkannya di (rahim) yang tidak sederajat." Al Asyajj berkata, "Pilihlah untuk air mani kalian, nikahilah yang sederajat, dan nikahkan (wanita kalian) dengan mereka." Sunan Daruquthni 3747: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Amr Al Ghazzi menceritakan kepada kami, Al Firyabi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, ia berkata, "Kafa‘ah itu ada pada faktor keturunan dan agama." Sunan Daruquthni 3748: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku berkata kepada Sufyan, "Bolehkah seseorang menikahkan kerabat perempuannya (anak atau saudari) kepada yang agamanya bagus tapi tidak sederajat dengannya?" Ia menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3749: Al Husain menceritakan kepada kami, Ishaq menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku bertanya kepada Waki' tentang kafa‘ah ia menjawab: Al Hasan bin Shalih menceritakan kepadaku, dari Ibnu Abu Laila, dia berkata, "Kafa‘ah itu dalam hal agama dan kedudukan." Waki' berkata: Aku mendengar Abu Hanifah berkata, "Kafa‘ah itu dalam hal agama, kedudukan, dan harta." Sunan Daruquthni 3750: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Abbas bin Al Walid An-Nursi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi menceritakan 'kepada kami dari Sufyan, dari Jabir, dari Asy-Sya'bi, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, 'Aku menikahkan Miqdad dan Zaid, agar (terbentuk paradigma) bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah di antara kalian adalah orang yang paling baik akhlaknya." Sunan Daruquthni 3751: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Isa bin Muhammad An-Nahhas menceritakan kepada kami, Dhamurah bin Rabi'ah menceritakan kepada kami dari Ismail bin Ayyasy, dari Muhammad bin Al Walid Az-Zubaidi dan Ibnu Sam'an, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah bahwa Abu Hind mania bani Bayadhah adalah seorang tukang bekam. Ia pernah membekam Nabi SAW dan beliau pun bersabda, "Siapa yang ingin melihat orang yang digambar keimanan oleh Allah dalam hatinya maka lihatlah Abu Hind." Beliau juga berpesan, "Nikahkanlah dirinya dan menikahlah dengannya." Sunan Daruquthni 3752: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Abdul A'la bin Hammad menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Amr menceritakan kepada kami dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah bahwa Abu Hind pernah membekam Nabi SAW di ubun-ubun. Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Wahai bani Bayadhah nikahkanlah Abu Hind dan menikahlah dengannya." Sunan Daruquthni 3753: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq AshShaghani menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abu Thayyib menceritakan kepada kami, Isamil bin Ayyasy menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Walid AzZubaidi menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Barangsiapa yang ingin melihat orang yang diterangi Allah dengan cahaya iman di hatinya, maka lihatlah Abu Hind." Selanjutnya beliau berkata, "Nikahkanlah dirinya dan menikahlah dengannya." Abu Hind sendiri adalah seorang tukang bekam. Sunan Daruquthni 3754: Ubaidullah bin Abdushshamad bin Al Muhtadi Billah menceritakan kepada kami, Al Walid bin Hammad Jabir Ar-Ramli menceritakan kepada kami, Al Husain bin Abu AsSari menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Muhammad bin A'yan menceritakan kepada kami, Hafash bin Sulaiman Al Asadi, dari Al Kumait bin Zaid, Madzkur maula Zainab binti Jahsy menceritakan kepadaku, dari Zainab binti Jahsy, dia berkata: Ada beberapa orang yang melamarku dari kalangan Quraisy. Lalu aku mengutus saudariku Hamnah kepada Rasulullah SAW untuk berkonsultasi. Rasulullah SAW lalu berkata kepadanya, "Di mana posisinya terhadap orang yang mengajarkannya Kitab Allah dan Sunnah rasul-Nya.? Ia bertanya, "Siapa orang itu ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Zaid bin Haritsah" Mendengar itu, Hamnah marah besar dan berkata, "Ya Rasulullah, apakah Anda hendak menikahkan sepupu Anda dengan bekas budak Anda?!" Ia (Hamnah) datang kepadaku dan melaporkan hal itu. Mendengar itu, aku marah besar melebihi marahnya tadi dan mengatakan yang lebih dahsyat. Lalu turunlah firman Allah, "Dan tidaklah patut bagi laki-laki mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.‘ (Qs. Al Ahzaab [33]: 36) Setelah itu aku menghadap Rasulullah SAW dan berkata, "Nikahkan aku dengan yang Anda mau." Beliau lalu menikahkan aku dengan Zaid bin Haritsah. Ketika aku menyakitinya dengan ucapanku, ia lalu melapor kepada Nabi SAW dan beliau bersabda, "Pertahankan istrimu dan bertakwalah kepada Allah." Ia selanjutnya menyebutkan sisa haditsnya. Sunan Daruquthni 3755: Ibnu Makhlad menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Muhammad Al Atiq menceritakan kepada kami, Ashim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Abul Hasan, dari Hanzhalah bin Abu Sufyan Al Jumahi, dari ibunya, dia berkata, "Aku pernah melihat saudari Abdurrahman bin Auf menjadi istri Bilal." Sunan Daruquthni 3756: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isykab menceritakan kepada kami, Yunus bin Muhammad menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isa menceritakan kepada kami, mereka berkata: Sallam bin Abu Muthi' menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Al Hasan, dari Samurah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Derajat yang tinggi adalah harta sedangkan kemuliaan adalah takwa." Sunan Daruquthni 3757: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Ma'di bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Ibnu Ajlan menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Derajat yang tinggi adalah harta sedangkan kemuliaan adalah takwa." Sunan Daruquthni 3758: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Sa'id bin Ghufair menceritakan kepada kami, Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami dari Al Mutsanna bin Ash-Shabbah, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Ubai bin Ka'ab, dia berkata: Aku berkata, "Ya Rasulullah ada ayat yang musytarakah (sama maknanya)." Beliau berkata, "Ayat yang mana?" Aku berkata, "Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan anak mereka", (Qs. Ath-Thalaaq [65]: 4) ini untuk yang ditalak atau yang ditinggal mati suami." Beliau berkata. "Benar" Sunan Daruquthni 3759: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Mu'adz bin Al Mutsanna menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abu Bakar menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Al Mutsanna bin Ash-Shabbah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya —yaitu Abdullah bin Amr—, dari Ubai bin Ka'b, dia bertanya kepada Nabi SAW tentang ayat "Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan anak mereka" (Qs. Ath-Thalaaq [65]: 4) apakah itu tidak tentu, atau untuk yang ditalak tiga, atau yang ditinggal mati suami?" Beliau menjawab, "Untuk yang ditalak tiga dan yang ditinggal mati suami. Sunan Daruquthni 3760: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Bisyir bm Al Hakam menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, Sa'id bin Abu Sa'id menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Wanita itu dinikahi karena empat hal: hartanya, derajatnya, kecantikannya, dan agamanya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya kamu akan beruntung." Sunan Daruquthni 3761: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sa'id Shakhar menceritakan kepada kami, Abul Mutharrif bin Abu Al Wazir menceritakan kepada kami, (h) Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ali bin Sa'id An-Nasa'i menceritakan kepada kami, Khalid bin Makhlad menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Musa menceritakan kepada kami dari Sa'd bin Ishaq, dari bibinya, dari Abu Sa'id, Rasulullah SAW bersabda, "Wanita itu dinikahi lantaran tiga perkara: hartanya, agamanya, dan kecantikannya. Pilihlah wanita yang beragama, niscaya kamu beruntung.” Sunan Daruquthni 3762: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Ar-Raqqasyi menceritakan kepada kami, Muslim bin Khalid menceritakan kepada kami, Al Ala" bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku, dari ayahnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Kemuliaan wanita ada pada agamanya, kewibawaannya ada pada akalnya, dan derajatnya ada pada akhlaknya." Sunan Daruquthni 3763: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Ali bin Al Hasan bin Syaqiq menceritakan kepada kami, Al Husain bin Waqid menceritakan kepada kami, Abdullah bin Buraid menceritakan kepada kami dari ayahnya, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Derajat penduduk dunia adalah harta ini." Sunan Daruquthni 3764: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Musa bin Daud menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Abu As-Safar, dia berkata: Aku mendengar Syu'aib berkata: Aku mendengar Ziyad bin Hudair berkata: Aku mendengar Umar bin Khaththab berkata, "Derajat seseorang adalah agamanya, harga dirinya adalah akhlaknya, dan asalnya adalah akalnya." Sunan Daruquthni 3765: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Hassan bin Fa'id Al Absi, dia berkata: Imran berkata, "Keberanian dan ketakutan adalah naluri seorang pria, sedangkan kemuliaan seorang pria terletak pada agamanya dan derajatnya ada pada akhlaknya, meski ia orang Persia atau Nabthi." Sunan Daruquthni 3766: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Hamdun bin Abbad Al Farghani Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ashim menceritakan kepada kami dari Al Mutsanna bin Ash-Shabbah, dari Amr bin Syu'aib, dan ayahnya, dari kakeknya, dia berkata: Pernah ada seorang wanita datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Sesungguhnya anakku ini bernaung di perutku, di kamarku udara untuknya. dan air susuku adalah minumannya, tapi ayahnya ingin mengambilnya dariku." Beliau bersabda, "Tidak, engkau lebih berhak mengasuhnya selama engkau belum menikah." Sunan Daruquthni 3767: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepadaku, dari Abu Al Awwam, dari Al Mutsanna bin Ash-Shabbah, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa pernah ada wanita yang memperebutkan hak asuh anak dari suaminya. Nabi SAW kemudian bersabda, "Wanita lebih berhak mengasuh anaknya selama ia belum menikah lagi." Sunan Daruquthni 3768: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id menceritakan kepadaku, Hajjaj bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari Abdullah bin Amr bahwa pernah ada seorang wanita mendatangi Nabi SAW dengan membawa anaknya. Ia berkata, "Ya Rasulullah, perutku telah menjadi tempat baginya, susuku menjadi minumannya, dan kamarku adalah udara baginya, tapi ayahnya ingin memisahkan aku darinya." Mendengar itu, Beliau bersabda, "Engkan lebih berhak (mengasuhnya) selama engkau belum menikah" Sunan Daruquthni 3769: Abu Thalhah Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Al Fazari menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Ma'mar, dari Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Umar, dia berkata, "Orang yang berpenyakit impotent ditangguhkan selama satu tahun." Sunan Daruquthni 3770: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnul Mubarak menceritakan kepada kami dari Ma'mar dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3771: Abu Thalhah menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab tentang orang yang tak sanggup menyetubuhi istrinya (impotent), ia berkata, "Ditangguhkan selama satu tahun." Sunan Daruquthni 3772: Abu Thalhah menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Rukain bin Rabi', dia berkata: Aku mendengar ayahku dan Hushain bin Qabishah menceritakan dari Abdullah, dia berkata, "Ia ditangguhkan selama satu tahun, bila setelah itu ia sanggup, maka penikahan diteruskan, namun kalau tidak maka mereka boleh dipisahkan." Sunan Daruquthni 3773: Dengan sanad yang sama dari Ar-Rukain bin Rabi', dari Abu An-Nu'man, dia berkata: Aku pernah mendatangi Al Mughirah bin Syu'bah dan bertanya tentang impotent, maka ia menjawab, "Ditangguhkan selama satu tahun." Sunan Daruquthni 3774: Abu Thalhah menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Rakin, dari Abu Thalq, dari Al Mughirah bin Syu'bah, dia berkata, "Orang impotent diberi penangguhan selama satu tahun." Sunan Daruquthni 3775: Abu Thalhah menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Al Hajjaj bin Arthah, dari Rukain bin Rabi', dari Hanzhalah bin Nu'aim bahwa Al Mughirah bin Syu'bah memberikan waktu penangguhan selama satu tahun untuknya sejak perkaranya dilaporkan. Abdurrahman berkata, "Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Sufyan dan Malik, yakni sejak perkaranya dilaporkan." Sunan Daruquthni 3776: Ali bin Abdullah bin Mubasysyir menceritakan kepada kami, Tamim bin Al Muntashir menceritakan kepada kami, Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, Ubaidullah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, dia berkata, "Jika pintu telah ditutup dan tirai telah direntangkan maka wajiblah (suami membayar) mahar." Sunan Daruquthni 3777: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan Al Jauhari menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Maisarah, dari Al Minhal bin'Amr, dari Ibad bin Abdullah, dari Ali RA, dia berkata, "Jika pintu telah ditutup dan tirai telah diurai, atau (si suami) sudah melihat aurat (istri) maka wajiblah mahar." Sunan Daruquthni 3778: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Za'idah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Umar, dia berkata, "Barangsiapa yang menutup pintu dan mengurai tirai maka ia wajib membayar mahar." Ia (Mu'alla) berkata: Ibnu Abu Za'idah juga menceritakan kepada kami, Asy'ats menceritakan kepadaku, dari Amir, dari Umar dan Ali dengan redaksi yang sama. Ibnu Abu Za'idah juga menceritakan kepada kami dari Ubaidullah, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3779: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Abdul Warits menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Al Hasan, dia berkata: Umar bin Khaththab berkata, "Jika pintu telah ditutup dan tirai sudah dibentangkan, maka mahar wajib dibayar, sang istri harus ber-iddah, dan hak waris pun ia dapatkan." Sunan Daruquthni 3780: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Mu'alla menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Abdurrahman bin Tsauban, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang membuka kerudung perempuan dan melihatnya, maka ia wajib membayar maharnya, baik ia sudah menyetubuhinya maupun belum.” Sunan Daruquthni 3781: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Laits menceritakan kepada kami dari Bukair bin Al Asyajj, dari Sulaiman bin Yasar, ia berkata: Al Harits bin Al Hakam menikahi seorang wanita lalu ia menutup pintu (berduaan di dalam kamar -penerj). Tak lama kemudian ia keluar dan menceraikannya. Ia berkata, "Aku belum menyentuhnya." Tapi si wanita berkata, "Sudah." Akhirnya mereka bersengketa di hadapan Marwan, dan Marwan pun memanggil Zaid bin Tsabit. Ia bertanya, "Bagaimana pendapat Anda? Karena Al Harits ini menurut kami adalah orang yang jujur." Zaid berkata, "Apakah Anda akan merajam wanita ini jika ia hamil?" Marwan menjawab, "Tidak." Zaid berkata, "Demikianlah, maka ia pun berhak mendapat mahar dalam hal seperti ini." Sunan Daruquthni 3782: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abdullah bin Bukair menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Sa'id bin Al Musayyab, ia berpendapat bahwa tidak ada salahnya seorang pria menikahi istri kelima bila ia telah menceraikan salah satu dari empat istrinya dengan talak ba‘in, baik istri yang dicerai itu hamil maupun tidak." Sunan Daruquthni 3783: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim dan Suraij bin An-Nu'man menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Al Hasan, Sa'id bin Al Musayyab, dan Khallas bin Amr, (h) Humaid juga menceritakan kepada kami dari Bakar Al Muzani, mereka berkata, "Jika seorang wanita telah dicerai dalam keadaan hamil, maka mantan suaminya boleh menikahi saudari wanita itu meski masih dalam iddah." Ia berkata, "Hammad juga menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya dengan redaksi yang sama." Sunan Daruquthni 3784: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ar-Rabi' bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami dari Rabi'ah bahwa Al Qasim bin Muhammad dan Urwah bin Az-Zubair berkata, "Seorang laki-laki yang memiliki empat istri bila sudah mentalak salah satunya dengan talak ba'in (tidak bisa rujuk lagi), maka ia boleh menikah dengan istri baru kapan saja ia mau, meski istri yang ditalak belum selesai masa iddah-nya." Sunan Daruquthni 3785: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Bisyir menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdurrahman maula Abu Thalhah menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Yasar, dari Abdullah bin Utbah, dari Umar, dia berkata, "Seorang budak pria boleh menikahi dua wanita, baginya ada dua kali talak, istrinya mendapat dua kali haid sebagai iddah, jika tidak lagi haid maka iddah-nya dua bulan, atau sebulan setengah." Sunan Daruquthni 3786: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abbas bin Al Walid bin Mazid menceritakan kepada kami, Muslim bin Khalid mengabarkan kepadaku, Ja'far bin Muhammad menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Al Husain bin Ali bahwa Ali bin Abu Thalib RA pernah berkata, "Pria yang membeli seorang budak wanita lalu menyetubuhinya, kemudian terlihat ada cacatnya yang belum ia ketahui sebelumnya, maka ia tetap wajib membeli budak itu, tapi ia akan mendapat potongan harga akibat cacat tersebut." Ali lanjut berkata, "Kalau keadaannya seperti kata orang, ia harus mengembalikannya dan mengembalikan barang, maka itu seperti sewa menyewa. Tapi jika ia sudah menyetubuhi budak tersebut maka ia harus mempertahankannya dan minta potongan harga akibat aib." Sunan Daruquthni 3787: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ali bin Zaid menceritakan kepada kami, Sa'id bin Manshur menceritakan kepada kami dari Abdul Aziz bin Muhammad, dari Ja'far, dari Muhammad, dari ayahnya, bahwa Ali berkata, "Jika seorang budak wanita sudah dibeli, lalu disetubuhi kemudian terlihat ada aib, maka ganti rugi boleh dimintai akibat cacat tersebut." Hadits ini mursal. Sunan Daruquthni 3788: Ja'far bin Ahmad Al Wasithi menceritakan kepada kami, Musa bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Abu Syaibah menceritakan kepada kami, Hafash bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Muhammad, dari ayahnya, dari Ali bin Al Hasain, dair Ali, dia berkata, "Ia tidak boleh mengembalikannya (budak wanita tadi) tetapi ia boleh minta ganti rugi dan mendapat ganti dari cacat tersebut." Hadits ini juga mursal. Sunan Daruquthni 3789: Ja'far menceritakan kepada kami, Musa menceritakan kepada kami, Abu Bakar menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Jabir, dari Amir, dari Umar, dia berkata, "Jika budak itu janda maka ia boleh mengembalikannya beserta 5 % harga, tapi jika perawan berarti 10 % harga." Hadits ini juga mursal, karena Amir tidak pernah bertemu dengan Umar. Sunan Daruquthni 3790: Da'laj menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ali bin Zaid menceritakan kepada kami, Sa'id bin Manshur menceritakan kepada kami, Hasyim menceritakan kepada kami dari Juwaibir, dari Adh-Dhahhak, bahwa Ali berkata, "Jika ia sudah mencampurinya maka ia wajib mempertahankannya, tapi jika ia melihat ada cacat sebelum mencampurinya, maka ia boleh memilih; mempertahankannya atau mengembalikannya (kepada penjual)." Hadits ini juga mursal Sunan Daruquthni 3791: Abu Ali Al Maliki menceritakan kepada kami, Abu Hafash Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Tsaur bin Yazid menceritakan kepada kami, Aku mendengar Raja' bin Haiwah berkata: Amr bin Al Ash ditanya tentang seorang budak wanita yang menjadi Ummu Walad, ia menjawab, "Jangan mengelabui agama kami, kalau ia budak maka iddah-nya sama dengan iddah wanita merdeka." Diriwayatkan pula oleh Sulaiman bin Musa, dari Raja bin Haiwah, dari Qabishah bin Dzu'aib, dari Amr' bin Al Ash secara mauquf. Qatadah dan Mathar bin Warraq meriwayatkannya secara marfu', tapi yang mauquf lebih shahih, dan Qabishah tidak pernah mendengar dari Amr. Sunan Daruquthni 3792: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, Yazid bin Zurai' menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah dan Mathar, dari Raja' bin Haiwah, dari Qabishah bin Dzu'aib bahwa Amr bin Al Ash berkata, "Jangan mengelabui Sunnah Nabi kami, iddah-nya sama dengan iddah wanita yang ditinggal mati suami, yaitu empat bulan sepuluh hari." Sunan Daruquthni 3793: Ahmad bin Ali bin Al Ala' menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Miqdam menceritakan kepada kami, ia lalu menyebutkan redaksi yang sama. Qabishah tidak pernah mendengar dari Amr. Yang benar kalimatnya berbunyi, "Jangan mengelabui agama kami." Hadits ini mauquf. Sunan Daruquthni 3794: Ibrahim bin Hammad menceritakan kepada kami, Abu Musa menceritakan kepada kami, Abdul A'la menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Mathar, dari Raja' bin Haiwah, dari Qabishah bin Dzu'aib, dari Amr bin Al Ash, dia berkata, "Jangan mengelabui Sunnah Nabi kami, iddah-nya sama dengan iddah wanita yang ditinggal mati suami." Maksudnya iddah Ummu Walad. Sunan Daruquthni 3795: Abdushshamad bin Ali menceritakan kepada kami, Yahya bin Mu'adz At-Tusturi menceritakan kepada kami, Utsman bin Hafash menceritakan kepada kami, Sallam bin Abu Khaizah menceritakan kepada kami —dia adalah Sallam bin Miskin—, dari Mathar Al Warraq, dari Raja‘ bin Haiwah, dari Qabishah, dari Amr bin Al Ash dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3796: Muhammad bin Al Hasan bin Ali Al Yaqthini menceritakan kepada kami, Al Husain bin Abdullah bin Yazid Al Qaththan menceritakan kepada kami, Abbas bin Al Walid Al Khallal Ad-Dimasyqi menceritakan kepada kami, Zaid bin Yahya bin Ubaid menceritakan kepada kami, Abu Mu'aid menceritakan kepada kami, Hafash bin Ghailan menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Musa, bahwa Raja' bin Haiwah menceritakan kepadanya, Qabishah bin Dzu^aib menceritakan bahwa Amr bin Al Ash berkata, "Masa iddah Ummu Walad jika ditinggal mati majikannya adalah empat bulan sepuluh hari, jika ia dimerdekakan maka iddah-nya tiga kali haid." Yang benar hadits ini mauquf dan mursal, karena Qabishah tidak pernah mendengar dari Amr. Sunan Daruquthni 3797: Muhammad bin Ahmad bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim bin Abu Hassan menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Musa, dari Raja" bin Haiwah, dari Qabishah bin Dzu'aib, dari Amr bin Al Ash, dia berkata, "Kami tidak main-main dengan agama kami, yang merdeka itu merdeka, dan budak tetaplah budak, yaitu iddah Ummu Walad sama dengan iddah-nya wanita merdeka." Sunan Daruquthni 3798: Muham'mad bin Ahmad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ahmad menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dengan sanad ini, dari Amr bin Al Ash, dia berkata, "Iddah-nya Ummu Walad sama dengan iddah wanita merdeka." Ayahku mengatakan hadits ini munkar. Sunan Daruquthni 3799: Ia berkata: Al Walid menceritakan kepada kami, Al Auza'i dan Sa'id bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Qabishah bin Dzu'aib, dari Amr bin Al Ash, dia berkata, "Iddah-nya Ummu Walad sama dengan iddah wanita merdeka." Sunan Daruquthni 3800: Abu Ali Al Maliki menceritakan kepada kami, Abu Hafash menceritakan kepada kami, Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ali bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, Yahya bin Abu Katsir menceritakan kepada kami, bahwa Umar bin Mu'attib mengabarkan kepadanya, Abu Hasan maula bani Naufal mengabarkan kepadanya, ia berkata: Aku pernah bertanya kepada Ibnu Abbas tentang seorang pria yang mempunyai budak wanita, lalu ia talak dua kali dan merdekakannya, maka ia menjawab, "Ia boleh kembali melamarnya kalau ia mau, seperti itulah Rasulullah SAW memberikan keputusan." Sunan Daruquthni 3801: Ismail bin Muhammad Ash-Shaffar menceritakan kepada kami, Ali bin Sahal bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami dari Yahya, dari Umar bin Mu'attib bahwa Abu Hasan maula bani Naufal mengabarkan kepadanya, ia pernah meminta fatwa kepada Ibnu Abbas tentang seorang budak yang memiliki seorang istri yang juga budak, lalu ia mentalaknya dengan talak dua sampai habis iddah-nya. Setelah itu ia memerdekakan mantan istrinya itu, bolehkah pria itu melamarnya kembali? Ibnu Abbas menjawab, "Ya, karena Rasulullah SAW memberikan keputusan seperti itu." Sunan Daruquthni 3802: Ahmad bin Al Husain Abu Hamid Al Hamdani menceritakan kepada kami. Ahmad bin Muhammad bin Umar Al Munkadiri menceritakan kepada kami. Abu Hanifah Muhammad bin Rabah bin Yusuf Al Jauzajani dan Muhammad bin Shalih bin Suhail menceritakan kepada kami, mereka berkata: Shalih bin Abdullah At-Tirmidzi menceritakan kepada kami, Salam bin Salim menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Jika seorang budak wanita menjadi istri seseorang lalu suaminya mentalaknya talak dua, kemudian membelinya, maka ia tidak halal baginya sampai menikah dengan lelaki lain." Sunan Daruquthni 3803: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isykab menceritakan kepada kami, Abu Ghassan menceritakan kepada kami, Isra'il menceritakan kepada kami dari Ashim Al Ahwal, dari Abu Utsman, dia berkata: Pernah ada seorang wanita mendatangi Umar bin Khaththab melaporkan bahwa jin yang telah menculik suaminya, maka Umar menyuruhnya menunggu selama empat tahun. Setelah itu ia memerintahkan wali suaminya (yang diculik jin tadi) untuk menceraikannya. Lalu wanita tersebut disuruh ber-iddah selama empat bulan sepuluh hari." Sunan Daruquthni 3804: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Fadhl bin Jabir menceritakan kepada kami, Shalih bin Malik menceritakan kepada kami, Sawwar bin Mush'ab menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syurahbil Al Hamdani menceritakan kepada kami dari Al Mughirah bin Syu'bah, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda, "Istri orang yang hilang tetaplah berstatus istrinya sampai jelas kabar tentangnya (yang hilang itu)." Sunan Daruquthni 3805: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Abdul Jabbar bin Al Ala' dan Abu Ubaidullah Al Makhzumi, dan Muhammad bin Abu Abdurrahman Al Muqri menceritakan kepada kami, —lafazh ini dari Abdul Jabbar—, mereka berkata: Sufyan menceritakan kepada kami, Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata: Sa'd dan Abd bin Zam'ah pernah bersengketa di hadapan Rasulullah SAW soal anak yang dilahirkan budak wanitanya Zam'ah. Sa'd berkata, "Ya Rasulullah, saudaraku Utbah berwasiat kepadaku, 'Jika engkau masuk Makkah maka tunggulah kelahiran anak budak Zam'ah, ambillah ia, karena itu adalah anakku'." Abd bin Zam'ah berkata, "Ya Rasulullah, saudaraku adalah anaknya budak ayahku, ia dilahirkan di kasur ayahku." Ternyata Rasulullah SAW melihat ada kemiripan antara anak yang disengketakan itu dengan Utbah (saudara Sa'd), maka beliau pun bersabda, "Ia milikmu wahai Abd bin Zam'ah, anak itu milik yang punya tempat tidur (secara sah), dan engkau harus berhijab darinya wahai Saudah." Hadits ini diperkuat oleh riwayat Malik, Shalih bin Kaisan, Ibnu Ishaq, Syu'aib bin Abu Hamzah, Ibnu Juraij, Aqil, Anak saudaranya Az-Zuhri, Ma'mar bin Rasyid dan Yunus, Laits bin Sa'd, Sufyan bin Al Husain, dan yang lain. Di dalam hadits Malik, Ma'mar, Laits, Shalih bin Kaisan, Ibnu Ishaq, dan lainnya disebutkan, "Anak itu tidak pernah bertemu dengan Saudah sampai ia dijemput Allah." Sunan Daruquthni 3806: Abu Thalib Al Hafizh Ahmad bin Nashr menceritakan kepada kami, Ubaid bin Muhammad bin Musa Ash-Shadafi menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Syu'aib bin Al-Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, dari ayahnya, dari Sa'id bin Abu Hilal, dari Zaid bin Aslam tentang firman Allah, "Itu lebih dekat supaya kamu tidak berbuat zhalim" (Qs. An-Nisaa' [4]: 3) ia berkata, "Artinya itu lebih dekat supaya kamu tidak menzhalimi banyak orang." Sunan Daruquthni 3807: Umar bin Muhammad bin Ali Ash-Shairafi menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sa'id bin Muhammad Al Jarmi menceritakan kepada kami, Mahbub bin Muhriz At-Tamimi menceritakan kepada kami dari Abu Malik An-Nakha'i, dari Atha' bin As-Sa'ib, dari Abu Abdurrahman, dari Ali bahwa Nabi SAW mempersilakan wanita yang ditinggal mati suaminya untuk menjalani masa iddah di rumah lain selain rumahnya bila ia mau." Tidak ada yang meriwayatkan hadits ini secara musnad selain Abu Malik dan dia itu dha‘if, begitu juga dengan Mahbub. Sunan Daruquthni 3808: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Muhammad bin Al Asy'ats di Damaskus menceritakan kepada kami, Muhammad bin Bakkar menceritakan kepada kami, Sa'id bin Basyir menceritakan kepada kami, ia bertanya kepada Qatadah tentang zhihar, lalu Qatadah menceritakan padanya bahwa Anas bin Malik pernah berkata: Aus bin Shamit pernah men-zhihar istrinya Khuwailah binti Tsa'labah. Istrinya lalu mengadu kepada Nabi SAW, ia berkata, "Ia men-zhihar-ku setelah aku tua dan tulangku melemah." Allah kemudian menurunkan ayat zhihar. Setelah itu Nabi SAW bersabda kepada Aus, "Bebaskan seorang budak.‘ Ia berkata, "Aku tak mampu melakukan itu." Beliau berkata lagi, "Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut? Ia menjawab, "Oh sungguh aku ini kalau sampai melakukan kesalahan dengan hanya makan dua kali sehari saja, pandanganku mulai melemah." Beliau berkata lagi, "Kalau begitu berilah makan 60 orang miskin. Ia menjawab, "Aku tidak sanggup melakukan itu, kecuali kalau Anda mau menolongku sebagai keluarga." Akhirnya Rasulullah SAW menolongnya dengan memberikan 15 sha' sampai Allah mencukupkannya, dan Allah Maha Pemurah. Orang-orang kemudian melihat ia mempunyai jumlah yang sama (15 sha' juga) dan itu untuk 60 orang miskin. Sunan Daruquthni 3809: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Syirawaih menceritakan kepada kami, Ishaq bin Rahawaih menceritakan kepada kami, Al Walid bin Muslim menceritakan kepada kami, Syaiban An-Nahwi menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, dari Salamah bin Shakhar bahwa Rasulullah SAW memberinya bakul berisi 15 sha' dan bersabda, "Berilah ini kepada 60 orang miskin, untuk satu orang satu mud." Sunan Daruquthni 3810: Muhammad bin Al Qasim bin Zakaria Al Muharibi menceritakan kepada kami, Hisyam bin Yunus menceritakan kepada kami, Abdurrahman Al Muharibi menceritakan kepada kami dari Ismail bin Muslim, dari Amr bin Dinar, dari Thawus, dari Ibnu Abbas bahwa ada seorang pria men-zhihar istrinya, lalu ia melihat putihnya gelang kaki di betis (istrinya) dan ia pun menyetubuhinya. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau pun bersabda, "Tidakkah engkau telah mendengar firman Allah, 'Sebelum kamu bercampur.‘ (Qs. Al Mujaadilah [58]: 4) Tahan istrimu sampai engkau membayar kafaratnya." Sunan Daruquthni 3811: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Amr bin Atha‘ dari Sulaiman bin Yasar, dari Salamah bin Shakhar bahwa Nabi SAW memerintahkannya mendatangi bani Fulan dan mengambil satu wasaq kurma, kemudian dibagikan kepada 60 orang miskin." Sunan Daruquthni 3812: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya dan Al Maimuni menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abdullah bin Bakar menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami, Qatadah dan Mathar menceritakan kepada kami dari Raja‘ bin Haiwah, dari Qabishah bin Dzu'aib, dari Amr bin Al Ash tentang suami yang men-zhihar, "Jika ia telah menyetubuhi (istrinya) sebelum membayar kafarat maka ia mambayar dua kafarat." Sunan Daruquthni 3813: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Qatadah, dia berkata, "Qabishah bin Dzu'aib berkata, 'Ia harus membayar dua kali kafarat'." Sunan Daruquthni 3814: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Yahya bin Hamzah menceritakan kepada kami dari Ishaq bin Abu Farwah, dari Bukair bin Al Asyajj, dari Sulaiman bin Yasar, dari Salamah bin Shakhar bahwa ia pernah men-zhihar di zaman Nabi SAW lalu ia menyetubuhi istrinya sebelum membayar kafarat. Ia kemudian melaporkan hal itu kepada Nabi SAW dan beliau pun menyuruhnya membayar kafarat cukup satu kali. Sunan Daruquthni 3815: Ahmad bin Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, Abu Sa'id Al Asyajj menceritakan kepada kami, Abdullah bin Idris menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Muhammad bin Amr bin Atha‘ dari Sulaiman bin Yasar, dari Salamah bin Shakhar Al Bayadhi, dari Nabi SAW tentang orang yang men-zhihar dan menyetubuhi istrinya sebelum membayar kafarat, maka beliau bersabda, "Satu kali kafarat saja." Sunan Daruquthni 3816: Yusuf bin Ya'qub bin Ishaq bin Buhlul menceritakan kepada kami, kakekku menceritakan padaku, ayahku menceritakan padaku, Abu Juzai menceritakan kepada kami dari Ayyub As- Sakhtiyani, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Siapa saja yang mau maka aku menantangnya ber-mubahalah", tak ada zhihar untuk budak wanita." Sunan Daruquthni 3817: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, "Tak ada zhihar untuk budak wanita." Sunan Daruquthni 3818: Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Atha‘ dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Tak ada zhihar pada diri seorang budak wanita." Sunan Daruquthni 3819: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Abdul Warits menceritakan kepada kami, Ali bin Al Hakam menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Umar bin Khaththab RA bahwa ia pernah ditanya tentang orang yang men-zhihar keempat istrinya, maka ia menjawab, "Hanya satu kafarat." Sunan Daruquthni 3820: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dan Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Umar bin Khaththab pernah berkata, 'Jika seseorang memiliki empat orang istri dan ia men-zhihar mereka, maka ia cukup membayar satu kafarat." Sunan Daruquthni 3821: Umar bin Ahmad bin Ali Al Jauhari menceritakan kepada kami, Sa'id bin Mas'ud menceritakan kepada kami, An-Nadhar bin Syumail menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Sulaiman —yaitu Asy-Syaibani—, Al Mughirah dan Hushain, mereka berkata: Kami mendengar Asy-Sya'bi berkata, "Aisyah binti Thalhah berkata, 'Jika aku menikah dengan Mush'ab bin Az-Zubair maka ia akan jadi seperti punggung ayahku (kalimat zhihar).' Ketika ia bertanya tentang hal itu maka ia disuruh membebaskan seorang budak lalu mengawini Mush'ab." Sunan Daruquthni 3822: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Ayyasy menceritakan kepada kami, Mughirah menceritakan kepada kami, Qutsam maula Abbas menceritakan kepadaku, Abdullah bin Ja'far menikahi putri Ali dan istri Ali yang telah tua." Sunan Daruquthni 3823: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Muhammad bahwa ada seorang penduduk Mesir yang sempat menjadi sahabat Nabi SAW yang bernama Jabalah menikah dengan cara memadu seorang wanita dan anak tirinya." Ayyub berkata, "Al Hasan tidak memakruhkan hal itu." Sunan Daruquthni 3824: Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Ishaq bin Al Hasan menceritakan kepada kami, Abu Hudzaifah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dan Habib bin Abu Tsabit, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Khulu, itu perpisahan tapi bukan talak." Sunan Daruquthni 3825: Abu Bakar Asy-Syafi'i, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Laits, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, bahwa ia menyatukan kembali dalam ikatan pernikahan seorang suami dengan istrinya setelah dua kali talak dan satu kali khulu'. Sunan Daruquthni 3826: Yahya bin Sha'id menceritakan kepada kami, Bundar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far, Ghundar menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami dari Atha‘ dia berkata: Pernah ada seorang wanita yang datang kepada Nabi SAW mengadukan suaminya. Beliau kemudian berkata, "Kembalikan kebun yang ia berikan (sebagai mahar)." Ia menjawab, "Ya, bahkan akan aku tambahi." Beliau berkata, "Yang lebih tidak perlu. Al Walid dalam hal ini meriwayatkan hadits yang berbeda dari Ibnu Juraij. Ia meriwayatkan hadits ini secara musnad kepada Atha‘, dari Ibnu Abbas. Tapi yang lebih shahih adalah mursal. Sunan Daruquthni 3827: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Abu Ubaidullah Al Makhzumi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Jumhan maula Al Aslami, dari Ummu Bakarah Al Aslamiyah bahwa ia pernah meng-khulu' suaminya pada masa Utsman bin Affan dan Utsman berkata kepadanya, "Ia sama dengan talak, kecuali kalau keduanya (suami istri) mensyaratkan sesuatu, maka harus sesuai dengan yang mereka syaratkan itu." Sunan Daruquthni 3828: Ahmad bin Al Abbas Al Baghawi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Hibban bin Hilal menceritakan kepada kami, Hammam menceritakan kepada kami dari Mathar, dari Tsabit, dari Abdullah bin Rabah, bahwa Umar pernah berkata tentang wanita yang melakukan khulu', "Ia boleh melakukan khulu' lebih murah dari jalinan rambutnya." Sunan Daruquthni 3829: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Daud bin Amr menceritakan kepada kami, Daud Al Aththar menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Jamilah binti Sa'd, dia berkata: Aisyah RA berkata, "Tidak ada kandungan yang bisa bertahan selama dua tahun (dalam perut) meski hanya sebesar gelondong benang." Sunan Daruquthni 3830: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Habban menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Daud bin Abdurrahman menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Jamilah binti Sa'd, dari Aisyah, dia berkata, "Tak ada kehamilan yang bertahan lebih dari dua tahun, meski hanya sebesar gelondong benang." Jamilah binti Sa'd adalah saudari Ubaid bin Sa'd. Sunan Daruquthni 3831: Muhammad bin Nuh Al Jundaisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Sa'd menceritakan kepada kami, Ibnu Numair menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami dari Abu Sufyan, dia berkata: Para guru kami menceritakan kepadaku, bahwa ada seorang pria mendatangi Umar bin Khaththab melapor, "Ya Amirul Mukminin, aku tidak bersama istriku selama dua tahun. Kemudian ketika aku datang, aku mendapatinya sedang hamil." Umar kemudian bermusyawarah dengan orang-orang. Mu'adz berkata, "Ya Amirul Mukminin, kalau Anda bisa menghukum istrinya, tapi tak bisa menghukum anak yang dikandungnya. Coba tunggu dulu sampai ia melahirkan." Umar lalu menunggu. Tak lama kemudian ia melahirkan seorang anak laki-laki yang telah tumbuh gigi, dan pria (suami) yang melapor tadi mengetahui ada kemiripan dengannya, ia langsung berkata, "Ini adalah anakku demi Tuhan Ka'bah." Umar lantas berkata, "Sungguh wanita tak lagi mampu melahirkan orang seperti Mu'adz, kalau bukan karena dia Umar sudah celaka." Sunan Daruquthni 3832: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad bin Bakar bin Khalid menceritakan kepada kami, Daud bin Rusyaid menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Al Walid bin Muslim berkata: Aku berkata kepada Malik bin Anas: Sesungguhnya aku diceritakan dari Aisyah bahwa ia berkata, "Wanita tidak akan pernah mengandung lebih dari dua tahun meski sebesar gelondong benang." Ia menjawab, "Subhanallah, siapa yang mengatakan itu?! Ada tetangga kita, istrinya Muhammad bin Ajlan seorang wanita yang jujur, dan suaminya juga jujur, ia mengandung tiga kali selama 12 tahun dan masing-masing kehamilan empat tahun sekali." Sunan Daruquthni 3833: Ali bin Muhammad bin Ubaid menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Rizmah menceritakan kepada kami (h) Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Al Husain bin Syaddad bin Daud Al Makhrami menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdul Aziz bin Abu Rizmah menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Al Mubarak bin Mujahid menceritakan kepada kami, ia berkata, "Sudah terkenal di kalangan kami bahwa istri Muhammad bin Ajlan hamil selama empat tahun baru melahirkan. Itu dinamakan hamil gajah." Sunan Daruquthni 3834: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Syu'aib Shalih bin Imran Ad-Da‘i menceritakan kepada kami, Ahmad bin Ghassan menceritakan kepadaku, Hisyam bin Yahya Al Farra' Al Mujasyi'i menceritakan kepada kami, ia berkata: Ketika Malik bin Dinar sedang duduk-duduk, tiba-tiba ada seorang pria mendatanginya dan berkata, "Ya Abu Yahya, berdoalah untuk seorang wanita yang hamil sejak empat tahun. Aku ini sedang ditimpa kesusahan yang amat sangat." Mendengar itu, Malik marah lalu menutup mushaf. Ia berkata, "Orang-orang ini seolah menganggap aku nabi." Ia kemudian membaca (ayat-ayat Al Qur'an) lalu berdoa, "Ya Allah, sekiranya yang ada dalam perut wanita ini adalah angin, maka keluarkanlah saat ini juga. Tapi kalau yang dikandungnya adalah anak perempuan maka jadikanlah ia anak laki-laki, sesungguhnya Engkau yang menghapus dan menetapkan, dan Engkau memiliki Ummul kitab." Malik lantas mengangkat tangannya demikian pula orang ramai. Seorang utusan datang kepada pria yang mengadu tadi dan berkata, "Temuilah istrimu." Ia lalu pergi dan belum juga Malik meletakkan tangannya sampai orang itu muncul di pintu masjid. Di lututnya ada seorang anak laki-laki yang berambut ikal agak panjang, sama seperti anak yang sudah berumur empat tahun, dan gigi-giginya juga sudah rata." Sunan Daruquthni 3835: Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Mush'ab menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Al Auza‘i berkata, "Di sini kami memiliki seorang wanita yang haid pada pagi hari lalu sorenya sudah suci lagi." Sunan Daruquthni 3836: Ali bin Muhammad Al Mishri menceritakan kepada kami, Ismail bin Mahmud AnNaisaburi menceritakan kepada kami, Umair bin Al Mutawakkil menceritakan kepadaku, Ahmad bin Musa Adh-Dhabbi menceritakan kepadaku, Ibad bin Ibad Al Muhallabi menceritakan kepadaku, ia berkata, "Di kami (orang-orang Mahalabah) aku menemukan seorang wanita yang sudah menjadi nenek, tapi terlihat usianya masih delapan belas tahun. Ia memiliki anak perempuan pada usia 9 tahun, lalu anaknya itu mempunyai anak juga pada usia 9 tahun. Jadilah ia nenek di usianya yang kedelapan belas." Sunan Daruquthni 3837: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnu Idris menceritakan kepada kami dari Asy-Syaibani, dari Bahriyyah binti Hani' bin Qabishah, dia berkata: Aku pernah menikahkan diriku dengan Al Qa'qa' bin Saur, dan ia pernah tidur denganku satu malam. Ayahku yang datang dari kalangan orang-orang Arab badui minta tolong kepada Ali, lalu datanglah utusan Ali membawa suamiku menghadap. Ali bertanya kepadanya, "Apa engkau sudah menyetubuhinya?" Ia menjawab, "Ya." Maka Ali pun membolehkan pernikahan itu. Sunan Daruquthni 3838: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Abu Awanah menceritakan kepada kami dari Asy-Syaibani, dari Bahriyyah binti Hani' Al A'war, ia mendengarnya berkata, "Ayahnya menikahkannya dengan seorang pria Nashrani, dan ia menikahkan dirinya sendiri dengan Al Qa'qa' bin Saur. Ayahnya kemudian datang menemui Ali RA. Ia lalu mengutus orang dan mendapati Al Qa'qa' sempat tidur dengannya dan mandi pula. Ia lantas dibawa menghadap Ali dan ia mendapat cercaan. Ayahnya berbicara, "Kamu telah mencoreng nama baikku, bukan itu yang aku inginkan." Al Qa'qa' berkata, "Apa Anda melihat aku tidur bersamanya secara rahasia?!" Mereka pun membawa masalah ini kepada Ali. Ali kemudian bertanya pada Al Qa'qa, "Kamu sudah bercampur dengannya?" Ia menjawabnya, "Sudah." Maka Ali pun membolehkan pernikahannya. Bahriyyah adalah perawi majhul. Sunan Daruquthni 3839: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan menceritakan kepada kami, Mu'alla menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Abu Ja'far, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Jika wali wanita keras kepala, maka ia boleh menyerahkan urusannya kepada orang lain untuk menikahkannya, dan pernikahannya sah." Sunan Daruquthni 3840: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Hammad bin Hasan menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Asy-Syaibani, dia berkata, "Dulu pernah ada di tengahtengah kami seorang wanita yang bernama Bahriyyah. Ia dinikahkan oleh ibunya sedang ayahnya tidak berada di tempat. Ketika ayahnya datang, ia langsung mengingkari hal itu. Ketika masalahnya dibawa kepada Ali bin Abu Thalib, maka ia pun membolehkan pernikahan tersebut. Sunan Daruquthni 3841: Dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami dari Asy-Syaibani, dari Abu Qais bahwa Ali telah memberikan keputusan seperti itu dalam masalah tersebut. Sunan Daruquthni 3842: Dia berkata: Syu'bah menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri dan Hajjaj bin Arthah mengabarkan kepada kami, bahwa keduanya mendengar Abu Qais menceritakan dari Al Huzail, bahwa Ali RA pernah memberikan keputusan seperti itu.