16. Talak, Khulu' dan Lain-lain
Sunan Daruquthni 3843: Al Qadhi Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Jarir bin Jabalah menceritakan kepada kami, Ubaidulah bin Aisyah menceritakan kepada kami, Hammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Anas, bahwa seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, 'Talak itu dua kali, lalu mengapa menjadi tiga?" Beliau menjawab, "Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik." (Qs. Al Baqarah [2]: 220) Sunan Daruquthni 3844: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad Al Qaththan dan yang lainnya menceritakan kepada kami, mereka berkata: Idris bin Abdul Karim Al Muqri menceritakan kepada kami, Laits bin Hammad menceritakan kepada kami, Abdul Wahid bin Ziyad menceritakan kepada kami Ismail bin Sumai' Al Hanafi menceritakan kepada kami dari Anas bin Malik, dia berkata: Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW, "Sesungguhnya aku mendengar Allah Ta'ala berfirman, 'Talak itu dua kali,'' lalu bagaimana yang ketiga?'." Beliau menjawab, "Boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik adalah yang ketiga." Demikian yang ia katakan, yaitu dari Anas. Yang benar adalah, dari Ismail bin Sumai', dari Abu Razin secara mursal, dari Nabi SAW. Sunan Daruquthni 3845: Muhammad bin Ahmad Abu Ats-Tsalj menceritakan kepada kami, Muhammad bin Hammad Ath-Thihrani menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, pamanku Wahb bin Nafi' mengabarkan kepadaku, dia berkata: "Aku mendengar Ikrimah menceritakan dari Ibnu Abbas, dia berkata, 'Talak itu ada empat macam. Dua macam halal dan dua macam haram. Yang halal adalah: Menalaknya (yakni menalak istri) dalam keadaan suci tanpa dicampuri lagi, dan menalaknya dalam keadaan hamil yang nyata. Adapun yang haram: Menalaknya dalam keadaan haid, atau menalaknya pada masa setelah dicampuri, sehingga tidak tahu apakah rahimnya mengandung anak atau tidak'." Sunan Daruquthni 3846: Al Husain dan Al Qasim —keduanya putra Ismail Al Mahamili,— menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu As-Sa'ib Salm bin Junadah menceritakan kepada kami, Hafsh bin Ghiyats menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata, "Talak sunah adalah menalaknya satu kali pada masa suci. Jika yang terakhirnya demikian, maka itulah iddah yang telah diperintahkan Allah di kala menalak istri." Sunan Daruquthni 3847: Ali bin Muhammad Al Mishri menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Maryam menceritakan kepada kami, Al Firyabi menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Abu Al Ahwash, dari Abdullah, dia berkata, "Siapa yang menginginkan sunnah, maka hendaklah menalaknya dalam keadaan suci tanpa ada percampuran (di masa itu) dan dipersaksikan." Sunan Daruquthni 3848: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Muhammad Abu Qilabah menceritakan kepada kami, Bisyr bin Umar menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Anas bin Sirin, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Umar menuturkan, "Aku menalak istriku dalam keadaan haid, kemudian Umar menemui Nabi SAW lalu menanyakan hal itu, beliau pun bersabda, 'Suruhlah dia agar merujuknya. Bila dia (istrinya) telah suci, hendaklah dia menalaknya bila mau.' Lalu Umar bertanya, 'Wahai Rasulullah. Apakah talak tersebut dihitung?' Beliau menjawab, 'Ya'." Sunan Daruquthni 3849: Dia berkata: Dan Syu'bah menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Yunus bin Jubair, dari Ibnu Umar, bahwa Umar menanyakan kepada Nabi SAW. Lalu dikemukakan yang menyerupai yang tadi. Sunan Daruquthni 3850: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Mauhib bin Yazid bin Khalid Abu Sa'id dan Abu Tsaur Amr bin Sa'd menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdullah bin Wahb menceritakan kepada kami, Yunus mengabarkan kepadaku dari Ibnu Syihab dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa ia menalak istrinya dalam kadaan haid pada masa Rasulullah SAW, lalu Umar menanyakan (hal tersebut) kepada Rasulullah SAW, dan beliau pun marah terhadapnya sambil bersabda, "Suruhlah dia (Ibnu Umar) merujuknya (istrinya), kemudian menahannya hingga suci, lalu haid, lalu suci lagi, kemudian barulah dia menalaknya dalam keadaan suci sebelum menyentuhnya (mencampurinya). Itulah talak untuk beriddah sebagaimana yang diperintahkan Allah Azza wa Jalla." Sunan Daruquthni 3851: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya dan Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, putra saudara Az-Zuhri menceritakan kepada kami dari pamannya, Salim bin Abdullah bin Umar mengabarkan kepadaku, bahwa Abdullah bin Umar menuturkan, "Aku menalak istriku dalam keadaan haid, kemudian Umar menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW pun marah, lalu bersabda, 'Dia hendaknya dia merujuknya, kemudian menahannya hingga haid satu kali lagi selain haid yang dialaminya ketika dia menalaknya. Bila setelah itu dia merasa perlu untuk menalaknya, maka talaklah setelah istrinya suci dari haidnya sebelum dicampuri. Sebab itulah talak untuk beriddah sebagaimana yang diperintahkan Allah'.'' Saat itu Abdullah menalaknya satu kali dan itu dihitung dalam talaknya. Kemudian Abdullah merujuknya sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW. Sunan Daruquthni 3852: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Uzaiz —yaitu Al Aili,— menceritakan kepada kami, Salamah menceritakan kepada kami dari Uqail. Dan Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami dari Laits, dari Uqail. Dan Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Humaid menceritakan kepada kami, Shalih bin Abu Al Akhdhar menceritakan kepada kami, semuanya dari Az-Zuhri, dia berkata, "Ketika Umar menceritakan hal itu kepada Nabi SAW, maka beliau pun marah." Shalih menyebutkan (dalam riwayat yang dikemukakannya), "Maka beliau pun marah terhadap Abdullah." setelah itu ia menyebutkan redaksi yang serupa. Sunan Daruquthni 3853: Ahmad bin kamil menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Abdullah Al Hasyimi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ja'far menceritakan kepada kami, Marwan bin Mu'awiyah menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Abdurrahman bin Yazid, dari Abdullah bin Mas'ud, dia berkata, Talak yang sesuai sunnah adalah menalak istri dalam keadaan suci yang tidak ada persetubuhan dengannya, atau dalam keadaan hamil yang sudah jelas." Sunan Daruquthni 3854: Muhammad bin Sulaiman An-Nu'mani menceritakan kepada kami, Al Husain bin Abdurrahman Al JarjaraM menceritakan kepada kami, Waki' menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Abdurrahman mania keluarga Thalhah, dari Salim, dari Ibnu Umar, bahwa ia menalak istrinya pada masa haid, lalu Umar menceritakan perkara mereka kepada Nabi SAW, maka beliau pun bersabda, "Suruhlah dia agar merujuknya, kemudian dia sebaiknya menalaknya ketika istrinya dalam keadaan suci atau hamil.'' Sunan Daruquthni 3855: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhammad bin Yazid Al Hanafi menceritakan kepada kami, Abdullah bin Utsman menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, Sufyan mengabarkan kepada kami dari Muhammad bin Abdurrahman maula keluarga Thalhah, Salim menceritakan kepada kami dari Ibnu Umar, dia menuturkan, "Dikatakan kepada Nabi SAW, bahwa Ibnu Umar menalak istrinya yang sedang haid, maka beliau pun bersabda, 'Hendaklah dia merujuknya. Jika istrinya suci, maka dia hendaklah menalaknya dalam keadaan suci atau hamil." Sunan Daruquthni 3856: Da'laj menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Habban menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami riwayat ini. Sunan Daruquthni 3857: Muhammad bin Ahmad bin Yusuf bin Yazid Al Kufi Abu Bakar menceritakan kepada kami di Baghdad, dan juga Abu Bakar Ahmad bin Abu Darim, keduanya berkata: Ahmad bin Musa bin Ishaq menceritakan kepada kami, Ahmad bin Shubaih Al Asadi menceritakan kepada kami, Tharif bin Nashih menceritakan kepada kami dari Mu'awiyah, dari Ammar Ad-Duhni, dari Abu Az-Zubair, dia menuturkan, "Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang laki-laki yang menalak tiga istrinya ketika sedang haid, dia berkata, 'Apa engkau tahu Ibnu Umar?' Aku menjawab, 'Ya' Dia berkata lagi, 'Aku menalak tiga istriku yang sedang haid pada masa Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW mengembalikannya kepada sunnah'." Mereka semua dari kalangan syi'ah. Adapun (riwayat) yang terpelihara, bahwa Ibnu Umar menalak istrinya satu kali di waktu haid. Sunan Daruquthni 3858: Abu Amr Yusuf bin Ya'qub bin Yusuf An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdul A'la Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Mu'tamir bin Sulaiman menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Ubaidullah, dari Nafi', dari Abdullah, bahwa dia menalak istrinya satu kali dalam keadaan haid, lalu Umar pergi dan mengabarkan hal itu kepada Rasulullah SAW, lalu Nabi SAW berkata kepadanya, "Suruhlah Abdullah agar merujuknya. Setelah dia mandi (yakni setelah suci dari haidnya), maka dia hendaknya membiarkannya hingga haid (lagi). Kemudian setelah dia mandi haid berikutnya, maka janganlah dia menyentuhnya hingga menalaknya. Namun bila mau mempertahankannya maka dia sebaiknya mempertahankannya, karena sesungguhnya itulah iddah yang diperintahkan Allah sebagai waktu untuk menalak istri." Ubaidullah berkata, "Talak yang dijatuhkannya di waktu haid itu adalah satu, hanya saja itu menyelisihi sunnah." Sunan Daruquthni 3859: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Bisyr bin Al Mufadhdhal menceritakan kepada kami dari Ubaidullah, dari Nafi', bahwa Ibnu Umar mengabarkan kepadanya, bahwa ia pernah menalak istrinya satu kali ketika sedang haid, lalu Umar meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, ia berkata, "Sesungguhnya Abdullah telah menalak istrinya yang sedang haid." Maka beliau pun bersabda, "Suruhlah Abdullah merujuknya, kemudian menahannya sampai suci dari haidnya. Bila ia haid lagi setelah itu dan suci lagi, maka bila mau silakan dia menalaknya sebelum mencampurinya, dan bila mau silakan mempertahankannya, karena sesungguhnya itulah iddah yang diperintahkan Allah sebagai waktu untuk mentalak istri." Demikian juga yang dikatakan oleh Shalih bin Kaisan, Musa bin Uqbah, Ismail bin Umayyah, Laits bin Sa'id, Ibnu Abu Dzfb, Ibnu Juraij, Jabir dan Ismail bin Ibrahim bin Uqbah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya satu kali (ketika sedang haid). Demikian juga yang dikatakan oleh Az-Zuhri dari Salim, dari ayahnya, dan Yunus bin Jubair, Asy-Sya'bi dan Al Hasan. Sunan Daruquthni 3860: Dibacakan kepada Ibnu Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz dan aku mendengarkan: Ismail bin Ibrahim At-Tarjumani Abu Ibrahim menceritakan kepada kalian, Sa'id bin Abdurrahman menceritakan kepada kami (h) Dan Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Abu Ali Al Quhustani Ahmad bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Abu Ibrahim At-Tarjumani menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abdurrahman Al Juma'i menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa seorang laki-laki mendatangi Umar lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah menalak istriku yang sedang haid'." Ibnu Sha'id berkata (dalam redaksi yang dikemukakannya) bahwa seorang laki-laki berkata kepada Umar, "Sesungguhnya aku telah menalak tiga istriku yang sedang haid." Selanjutnya keduanya berkata, "Lalu Umar pun berkata, 'Engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-mu dan engkau telah menceraikan istrimu.' Lalu laki-laki itu berkata, ' Sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan Ibnu Umar untuk merujuk istrinya ketika ia menceraikannya'." (yakni ketika Ibnu Umar melakukan hal serupa). Ibnu Sha'id "Tapi Rasulullah SAW berkata kepada Abdullah bin Umar yang kala itu menceraikan istrinya yang sedang haid, agar ia merujuknya." Selanjutnya keduanya berkata, "Lalu Umar pun berkata kepadanya (kepada laki-laki tersebut), 'Sesungguhnya Rasulullah SAW memerintahkannya merujuk istrinya karena masih ada sisa talak padanya'." Ibnu Sha'id berkata "Ia hendaknya merujuknya dengan sisa talaknya. Sedangkan engkau, tidak lagi mempunyai sisa talak untuk merujuk istrimu." Ibnu Mani' berkata, 'sedangkan engkau, tidak lagi ada sisa (talak) padamu untuk bisa merujuk istrimu." Abu Al Qasim berkata kepada kami, "Hadits ini diriwayatkan juga oleh lebih dari satu orang dengan tidak menyebutkan perkataan Umar, dan aku tidak mengetahui orang yang meriwayatkan perkataan (Umar) ini selain Sa'id bin Abdurrahman Al Jumahi." Sunan Daruquthni 3861: Dibacakan kepada Abu Al Qasim bin Mani' dan aku mendengarkan, Sa'id bin Yahya Al Amawi menceritakan kepada kalian, Ibnu Idris menceritakan kepada kami dari Hisyam bin Hassan, dari Ibnu Sirin, dari Yunus Abu Ghallab, dia berkata, "Dikatakan kepada Ibnu Umar, 'Apakah engkau menghitung talak tersebut?' Ia menjawab, 'Mengapa pula aku tidak menghitungnya? Kecuali bila aku tidak mampu dan dungu'." Sunan Daruquthni 3862: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Muammal bin Hisyam Al Yasykuri dan Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ismail bin Ibrahim bin Ulayyah menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Sirin, dia berkata, "Aku tinggal selama dua puluh tahun, lalu orang yang tidak aku tuduh (berdusta) menceritakan kepadaku, bahwa Ibnu Umar menalak istrinya tiga kali yang sedang haid, lalu ia diperintahkan untuk merujuknya, maka aku tidak menuduh mereka (berdusta), namun aku tidak mengetahui hadits itu sampai aku berjumpa dengan Abu Ghallab Yunus bin Jubair Al Bahili, dia seorang yang teliti (mencari bukti). Dia kemudian menceritakan kepadaku, bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar, lalu Ibnu Umar pun menceritakan kepadanya, bahwa ia pernah menalak istrinya satu kali ketika sedang haid, lalu ia diperintahkan untuk merujuk istrinya." Dia lanjut berkata, "Lalu aku bertanya kepadanya, "Apakah (talak) itu dihitung?" Dia menjawab, 'Tentu, walaupun dia tidak mampu." Sunan Daruquthni 3863: Muhammad bin Yahya bin Mirdas menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Ali menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ibnu Sirin, Yunus bin Jubair mengabarkan kepadaku, bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar, "Berapa kali engkau menalak istrimu?" Ia menjawab, "Satu kali." Sunan Daruquthni 3864: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ghalib Al Anthaki menceritakan kepada kami, Sa'id bin Maslamah menceritakan kepada kami, Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami dari Nafi', bahwa Ibnu Umar pernah menalak istrinya satu kali ketika sedang haid, lalu Umar meminta fatwa kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun menyuruhnya untuk merujuknya, kemudian menahannya hingga suci, lalu haid lagi satu kali, kemudian membiarkannya hingga suci lagi sebelum dicampuri. Itulah iddah yang diperintahkan Allah sebagai waktu untuk menalak istri. Sunan Daruquthni 3865: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim bin Sa'd menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Shalih, Nafi' menceritakan kepada kami, bahwa Ibnu Umar pernah menalak istrinya yang sedang haid, lalu Umar menemui Rasulullah SAW dan mengabarkan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah SAW bersabda, "Dia hendaknya meruju istrinya, kemudian membiarkannya hingga suci, lalu menahannya hingga haid (lagi), dia kemudian membiarkannya hingga suci (lagi). Setelah suci, maka hendaknya dia menalaknya sebelum mencampurinya.'' Rasulullah SAW juga bersabda, "Itulah iddah yang diperintahkan Allah sebagai waktu untuk menalak istri'." Sunan Daruquthni 3866: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Ya'qub menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Shalih, Nafi' menceritakan kepada kami, bahwa Abdullah (Ibnu Umar) pernah menalak istrinya itu satu kali. Sunan Daruquthni 3867: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Isykab menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq dan Ibnu Abu Dzi'b mengabarkan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia menalak istrinya yang sedang haid di masa Rasulullah SAW, lalu Umar menceritakan hal itu kepada Rasulullah SAW. Selanjutnya ia menyebutkan redaksi yang serupa. Ibnu Abu Dzi'b menyebutkan di dalam haditsnya, "Itu adalah satu (talak). Itulah iddah yang telah diperintahkan Allah sebagai waktu untuk menalak istri." Sunan Daruquthni 3868: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yusuf As-Sulami menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yunus menceritakan kepada kami, Zuhair menceritakan kepada kami, Musa bin Uqbah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya yang sedang haid satu kali pada masa Rasulullah SAW, lalu Umar meminta fatwa kepada Rasululah SAW. Selanjutnya ia menyebutkan redaksi yang serupa. Sunan Daruquthni 3869: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yunus As-Sulami menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Musa menceritakan kepada kami, Israel mengabarkan kepada kami dari Jabir, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya satu kali, lalu Nabi SAW menyuruhnya menahan istrinya hingga suci. Setelah itu bila mau ia (boleh) menalak (nya) ,dan bila mau ia (boleh) menahannya (mempertahankannya)." tanpa menyebutkan Umar. Sunan Daruquthni 3870: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ayyasy bin Muhammad menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Itu adalah satu (talak)." Sunan Daruquthni 3871: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ali As-Sarkhasi menceritakan kepada kami, Ali bin Ashim menceritakan kepada kami, Khalid dan Hisyam menceritakan kepada kami dari Muhammad, dari Khalid Al Hadzdza', dia menuturkan, "Aku pernah bertanya kepada Ibnu Umar tentang seorang laki-laki yang menalak (istrinya) yang sedang haid. Ia berkata, 'Apa engkau tahu Ibnu Umar? Dia telah menalak istrinya yang sedang haid, lalu Umar menanyakan kepada Nabi SAW (tentang hal itu), maka beliau bersabda, 'Katakan kepadanya (yakni Ibnu Umar) agar merujuknya. Bila dia (istrinya) haid lagi kemudian suci, (setelah itu) bila mau silakan menalak(nya), dan bila mau (silakan) menahannya.' Aku bertanya lagi, 'Apa engkau menghitung talak tersebut?' Ia menjawab, 'Ya'." Sunan Daruquthni 3872: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdul Malik bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, Nu'aim bin Hammad menceritakan kepada kami dari Ibnu Al Mubarak, dari Muhammad bin Rasyid, Salamah bin Abu Salamah menceritakan kepada kami dari ayahnya, bahwa disebutkan kepadanya, bahwa talak tiga sekaligus adalah makmh, lalu ia berkata, "Hafsh bin Amr bin Al Mughirah menalak tiga istrinya, Fathimah binti Qais, dengan satu kalimat, lalu tidak ada khabar yang sampai kepada kami dari Nabi SAW (yang menyebutkan) bahwa beliau mencela perbuatannya itu. Abdurrahman bin Auf juga menalak tiga istrinya, dan tidak seorang pun yang mencela hal tersebut." Sunan Daruquthni 3873: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sallam menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sabaq menceritakan kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami dari Firas, dari Asy-Sya'bi, dia berkata, "Ibnu Umar menalak istrinya satu kali ketika sedang haid, lalu Umar menemui Rasulullah SAW dan mengabarkan hal itu kepada beliau, maka beliau pun menyuruhnya merujuk istrinya, lalu talak itu berlaku pada iddah-nya. dan talak yang telah dijatuhkan pertama kali itu tetap dihitung." Sunan Daruquthni 3874: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Habban menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Umar menceritakan kepada kami dari Nafi', dari'Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya yang sedang haid, lalu Umar mendatangi Rasulullah SAW, dan berkata, 'Sesungguhnya Abdullah telah menalak istrinya yang sedang haid.' Beliau pun bersabda, 'Suruhlah agar dia merujuknya. Bila telah suci lalu haid lagi kemudian suci lagi, (setelah itu) bila mau dia (boleh) menahannya, dan bila ingin menalaknya maka dia jangan mencampurinya, karena sesungguhnya itulah iddah yang telah diperintahkan Allah Ta'ala (sebagai waktu untuk menalak istri)'. Sunan Daruquthni 3875: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id dan Abu Humaid menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, Atha‘" mengabarkan kepadaku, Abdurrahman bin Ashim bin Tsabit mengabarkan kepadaku, bahwa Fathimah binti Qais, saudarinya Adh-Dhahhak bin Qais, memberitahukan kepadanya, bahwa ia pernah diperistri oleh seorang laki-laki dari bani Makhzum, lalu dia memberitahu bahwa laki-laki itu telah menalak tiga dirinya dan dia berangkat menuju suatu peperangan. Sunan Daruquthni 3876: Abu Ahmad Muhammad bin Ibrahim Al Jurjani menceritakan kepada kami, Imran bin Musa bin Mujasyi' As-Sakhtiyani menceritakan kepada kami, Syaiban bin Farrukh menceritakan kepada kami, Muhammad bin Rasyid menceritakan kepada kami dari Salamah bin Abu Salamah bin Abdurrahman, dari ayahnya, bahwa Abdurrahman bin Auf menalak istrinya, Tumadhur binti Al Ashba' Al Kalbiyyah —yaitu ibunya Abu Salamah,— dengan talak tiga dalam satu kalimat. Lalu tidak ada khabar yang sampai kepada kami yang menyebutkan bahwa salah seorang sahabatnya mencela hal tersebut. Sunan Daruquthni 3877: Dia berkata: Dan Salamah bin Abu Salamah menceritakan kepada kami dari ayahnya, bahwa Hafsh bin Al Mughirah menalak istrinya, Fathimah binti Qais, pada masa Rasulullah SAW, dengan tiga talak dalam satu kalimat. Lalu Nabi SAW menyatakan itu sebagai talak bain (tidak dapat dirujuk kecuali dengan akad dan mahar baru), dan tidak ada khabar yang sampai kepada kami yang menyebutkan bahwa Nabi SAW mencela hal tersebut. Sunan Daruquthni 3878: Abu Bakar Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, Muhammad bin Bisyr bin Mathar menceritakan kepada kami, Syaiban menceritakan kepada kami, Muhammad bin Rasyid menceritakan kepada kami, dengan isnadnya, seperti yang dikemukakan pada kedua kisah tadi. Sunan Daruquthni 3879: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, Ikrimah bin Khalid mengabarkan kepadaku dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki pernah menalak istrinya dengan seribu talak, maka ia berkata, "Cukup bagimu tiga saja dari itu dan tinggalkan yang sembilan ratus sembilan puluh tujuh (yang tersisa)." Sunan Daruquthni 3880: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Abu Humaid Al Mishshishi menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami, Amr bin Murrah mengabarkan kepadaku, dia berkata: Aku mendengar Mahan menanyakan kepada Sa'id bin Jubair tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya dengan tiga talak. Sa'id pun berkata, Ibnu Abbas pernah ditanya tentang seorang lakilaki yang menalak istrinya dengan seratus talak, maka ia berkata, "Tiga (talak) telah mengharamkan istrimu bagimu, sedangkan keseluruhannya adalah dosa. Engkau telah menjadikan ayat-ayat Allah sebagai olok-olokkan." Sunan Daruquthni 3881: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami, Syu'bah menceritakan kepada kami dari Humaid Al A'raj dan Ibnu Abu Najih, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya dengan talak seratus, maka ia pun menjawab, "Engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-mu, dan engkau telah menceraikan istrimu. Engkau tidak bertakwa kepada Allah, bagaimana mungkin Dia memberikan jalan keluar bagimu." Sunan Daruquthni 3882: Da'laj menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Habban menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Saif mengabarkan kepada kami dari Mujahid, dia menutuikan, "Seorang laki-laki Quraisy datang kepada Ibnu Abbas lalu berkata, 'Wahai Ibnu Abbas. Sesungguhnya aku telah menalak istriku tiga kali ketika aku sedang marah.' Ibnu Abbas berkata, 'Sesungguhnya Ibnu Abbas tidak dapat menghalalkan bagimu apa yang diharamkan atasmu. Engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-mu, dan engkau telah mengharamkan istrimu untuk dirimu. Sesungguhnya engkau tidak bertakwa kepada Allah, lalu bagaimana mungkin Dia membeiimu jalan keluar.' Selanjutnya Ibnu Abbas membaca, 'Apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddah (yang wajar), yaitu dalam keadaan suci yang tidak ada persetubuhan (padanya)." Saif berkata: "Redaksi 'yaitu dalam keadaan suci yang tidak ada persetubuhan (padanya)' tidak termasuk bacaannya (bukan merupakan ayat), akan tetapi itu merupakan penafsirannya." Sunan Daruquthni 3883: Dia berkata: Ibnu Al Mubarak menceritakan kepada kami, Sufyan mengabarkan kepada kami dari Amr bin Murrah, dari Sa'id bin Jubair, dia berkata, "Seorang laki-laki pernah datang kepada Ibnu Umar lalu berkata, 'Sesungguhnya aku telah menalak istriku dengan seribu talak.' Ibnu Abbas berkata, 'Tiga saja telah mengharamkan istrimu bagimu, sedangkan sisanya adalah dosa, (karena) engkau telah mengolok-olok ayat-ayat Allah'." Sunan Daruquthni 3884: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Abdurrahman menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, dengan isnadnya seperti itu. Sunan Daruquthni 3885: Ishaq bin Muhammad bin Al Fadhl Az-Zayyat menceritakan kepada kami, Ali bin Syu'aib menceritakan kepada kami, Abdul Majid menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Syu'aib, dari Thawus, dari Mu'adz bin Jabal, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada talak sebelum pernikahan, dan tidak ada nadzar terhadap apaapa yang tidak dimiliki. Sunan Daruquthni 3886: Abu Bakar Muhammad bin Ibrahim bin Nairuz menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Abdushshamad menceritakan kepada kami, Mathar Al Warraq menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada talak, pemerdekaan, penjualan, dan tidak pula pemenuhan nadzar, terhadap apa-apa yang tidak dimiliki.'' Sunan Daruquthni 3887: Ahmad bin Abdullah bin Muhammad, sahabat Abu Shakhrah, menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Abdah bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abu Arubah menceritakan kepada kami (h) Dan Muhammad bin Ibrahim bin Nairuz menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Abdul A'la dan Muhammad bin Sawa' menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sa'id menceritakan kepada kami dari Mathar, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Seorang lakilaki tidak berhak menalak (wanita) yang tidak dia miliki, tidak pula menjual apa yang tidak dia miliki, dan tidak pula memerdekakan (budak) yang tidak dia miliki. Sunan Daruquthni 3888: Muhammad bin Nairuz menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Abdushshamad menceritakan kepada kami, Amir Al Ahwal menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Tidak boleh ada pemerdekaan dan tidak pula talak pada apa yang tidak dimiliki." Ia tidak menyebutkan jual-beli di dalamnya. Sunan Daruquthni 3889: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Yusuf bin Musa menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami, Al Walid bin Katsir menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Al Harits menceritakan kepadaku dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menalak (wanita) yang tidak dia miliki maka tidak ada talak padanya. Barangsiapa memerdekakan (budak) yang tidak dia miliki maka tidak pemerdekaan padanya. Barangsiapa bernadzar tentang apa yang tidak dia miliki maka tidak ada nadzar padanya. Barangsiapa bersumpah untuk melakukan suatu kemaksiatan maka tidak ada sumpah padanya, dan barangsiapa yang bersumpah untuk memutuskan silaturahim maka tidak ada sumpah padanya.‖ Sunan Daruquthni 3890: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Ismail bin Al Fadhl Al Balkhi menceritakan kepada kami, Abu Shalih Ahmad bin Ya'qub menceritakan kepadaku di Balkh, Al Walid bin Salamah Al Azdi menceritakan kepada kami, Yunus menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Nabi SAW mengutus Abu Sufyan bin Harb. Di antara yang beliau pesankan kepadanya adalah: Hendaknya laki-laki tidak menalak (wanita) yang tidak dia nikahi dan tidak memerdekakan (budak) yang tidak dia miliki." Sunan Daruquthni 3891: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ubaid bin Utbah menceritakan kepada kami, Ma'mar bin Bakkar menceritakan kepada kami, Ibrahim bin S'id menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW pernah mengutus Abu Sufyan ke Najran Yaman untuk mengurusi shalat, perang dan zakatnya. Beliau juga mengutus Rasyid bin Abdulah bersamanya, yang bila namanya disebut Rasulullah SAW, beliau berkata, 'Rasyid lebih baik daripada Sulaim, dan Abu Sufyan lebih baik daripada Urainah.' Di antara yang dipesankan kepada Abu Sufyan adalah beliau berwasiat kepadanya agar bertakwa kepada Allah, dan beliau berkata, 'Seorang laki-laki tidak boleh menalak (wanita) yang tidak dia nikahi, tidak memerdekakan (budak) yang tidak dia miliki dan tidak ada nadzar untuk bermaksiat terhadap Allah'." Sunan Daruquthni 3892: Abu Al Husain Ahmad bin Muhammad bin Ja'far Al Jauzi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ghalib bin Harb menceritakan kepada kami, Khalid bin Yazid Al Qarni menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mushir menceritakan kepada kami, Abu Khalid Al Wasithi menceritakan kepada kami dari Abu Hasyim Ar-Rummani, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Umar, dari Rasulullah SAW, bahwa beliau ditanya tentang seorang laki-laki yang berkata, "Pada hari aku menikahi Fulanah, maka ia ditalak," beliau menjawab, "Dia telah menalak (wanita) yang tidak dia miliki." Sunan Daruquthni 3893: Muhammad bin Ahmad bin Qathan menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Afarah menceritakan kepada kami, Umar bin Yunus menceritakan kepada kami dari Sulaiman bin Abu Sulaiman Az-Zuhri, dari Yahya bin Abu Katsir, dari Thawus, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada nadzar kecuali dalam rangka menaati Allah, tidak ada sumpah dalam rangka memutuskan silaturahmi, tidak ada pemerdekaan dan tidak pula talak pada orang yang tidak memiliki." Sunan Daruquthni 3894: Muhammad bin Al Husain Al Harrani menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yahya bin Zuhair menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Sa'd Abu Umayyah menceritakan kepada kami, Ibrahim Abu Ishaq Adh-Dharir menceritakan kepada kami, Yazid bin Iyadh menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, dari Sa'id bin Al Musayyab, dari Mu'adz, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada talak kecuali setelah nikah walaupun dengan menyebutkan (nama) si wanita." Yazid bin Iyadh adalah perawi yang dha‘if. Sunan Daruquthni 3895: Yahya bin Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Zunbur Al Makki menceritakan kepada kami, Ismail bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibnu Ardak menceritakan kepada kami dari Atha' bin Abu Rabah, dari Ibnu Mahak, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Tiga hal yang keseriusannya adalah serius dan main-mainnya adalah serius, yaitu: talak, nikah dan rujuk." Sunan Daruquthni 3896: Al Qadhi Al Mahamili menceritakan kepada kami, Ahmad bin Al Walid menceritakan kepada kami, Ismail menceritakan kepada kami, Sulaiman menceritakan kepadaku dari Abdurrahman bin Habib bin Ardak, bahwa ia mendengar Atha‘ berkata: Yusuf bin Mahan mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Abu Hurairah menceritakan dari Rasulullah SAW seperti itu. Sunan Daruquthni 3897: Abdullah bin Ahmad Al Maristani menceritakan kepada kami, Al Qasim bin Sa'id menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Qais menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Sa'id Al Qaisi menceritakan kepada kami, Amr bin Khalid menceritakan kepada kami, Zaid bin Ali menceritakan kepada kami dari para leluhurnya, bahwa seorang laki-laki pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku telah mengajukan seorang wanita kerabatnya untuk aku nikahi, lalu aku berkata, 'Dia ditalak tiga bila aku menikahinya'." Nabi SAW berkata, "Apakah sebelumnya ada kepemilikan?'' Ia menjawab, "Tidak." Beliau pun bersabda, ''''Tidak apa-apa, nikahilah dia." Sunan Daruquthni 3898: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdul Baqi Al Adzani menceritakan kepada kami, (h) Dan Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Yahya bin Abdul Baqi Al Adzani menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah bin Al Qashim Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, Amr bin Abdullah bin Falah Ash-Shan'ani menceritakan kepada kami, Muhammad bin Uyainah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Walid Al Washafi dan Shadaqah bin Abu Imran, dari Ibrahim bin Ubaidullah bin Ubadah bin Ash-Shamit, dari ayahnya, dari kakeknya, dia berkata, "Salah seorang leluhurku menalak istrinya dengan talak seribu, lalu anak-anaknya menemui Rasulullah SAW, mereka berkata, 'Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayah kami telah menalak ibu kami dengan seribu talak, apakah ada jalan keluarnya?' Beliau bersabda, 'Sesungguhnya ayah kalian itu tidak bertakwa kepada Allah, lalu bagaimana Allah akan memberikan jalan keluar dari masalahnya. Wanita itu telah bain darinya dengan tiga talak yang tidak sesuai sunnah, sedangkan yang sembilan ratus sembilan tujuh adalah dosa di lehernya'." Para perawinya tidak dikenal dan lemah, kecuali syaikh kami dan Ibnu Abdul Baqi. Sunan Daruquthni 3899: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdullah Al Haddad menceritakan kepada kami, Abu Ash-Shalt Ismail bin Abu Umayyah Adz-Dzari' menceritakan kepada kami (h) Abdul Baqi bin Qani' menceritakan kepada kami, Abdul Warits bin Ibrahim Al Askari menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Umayyah menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Shuhaib menceritakan kepada kami dari Anas, dia berkata: Aku mendengar Mu'adz bin Jabal berkata, "Rasulullah SAW bersabda kepadaku, "Wahai Mu'adz, barangsiapa menalak satu, dua atau tiga dengan cara bid'ah, maka kami tetapkan bid'ahnya'." Isma'il bin Abu Umayyah Al Qurasyi adala perawi dha'if, dan haditsnya ditinggalkan. Sunan Daruquthni 3900: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yahya Ash-Shufi menceritakan kepada kami, Ismail bin Abu Umayyah Al Qurasyi menceritakan kepada kami, Utsman bin Mathar menceritakan kepada kami dari Abdul Ghafur, dari Abu Hasyim, dari Zadzan, dari Ali, dia berkata, "Nabi SAW mendengar seorang laki-laki menalak tuntas istrinya, maka beliau pun marah dan berkata, 'Kalian menjadikan ayatayat Allah sebagai olok-olokan, atau agama Allah sebagai olokan dan permainan. Barangsiapa menalak tiga (istrinya) maka kami tetapkan tiga (talak), wanita itu tidak halal lagi baginya sehingga ia menikah lagi dengan laki-laki lainnya''." Ismail bin Abu Umayyah ini adalah orang Kufah, yang haditsnya dinilai lemah. Sunan Daruquthni 3901: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Zunbur menceritakan kepada kami, Fudhail bin Iyadh menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Habib bin Abu Tsabit, dia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Ali bin Abu Thalib lalu berkata, 'Sesungguhnya aku telah menalak istriku dengan seribu talak,' Ali pun berkata, 'Yang tiga telah mengharamkan istrimu bagimu, dan sisanya dibagikan kepada istri-istrimu (yang lain)'." Sunan Daruquthni 3902: Abu Muhammad bin Sha'id menceritakan kepada kami, Bahr bin Nashr Al Khaulani menceritakan kepada kami di Mesir, Yahya bin Hassan menceritakan kepada kami, Manshur bin Abu Al Aswad menceritakan kepada kami dari Muslim Al A'war Al Mula'i, dari Sa'id bin Jubair dan Mujahid, dari Ibnu Abbas, bahwa dia pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya sebanyak jumlah bintang-bintang, maka dia pun berkata, "Dia telah menyelisihi Sunnah, dan istrinya telah haram baginya." Sunan Daruquthni 3903: Abu Ubaid Al Qasim bin Ismail menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad bin Sa'id Ash-Shairafi Abu Abdullah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Muslim Al A'war menceritakan kepada kami dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa seorang laki-laki menalak istrinya sebanyak jumlah bintang-bintang, maka dia pun berkata, "Dia telah menyalahi Sunnah, dan istrinya telah haram baginya." Sunan Daruquthni 3904: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaqq menceritakan kepada kami, Abdul Malik bin Muhammad Abu Qilabah menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Harb bin Abu Al Aliyah menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Wanita yang ditalak tiga berhak terhadap tempat tinggal dan nafkah." Sunan Daruquthni 3905: Ali bin Al Fadhl bin Thahir menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim Al Busyanji menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ziyad Al Ubulli menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Ar-Raqqasyi menceritakan kepada kami, Harb bin Abu Al Aliyah menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda, "Wanita hamil yang ditinggal mati suaminya tidak berhak mendapat nafkah.” Sunan Daruquthni 3906: Hamid bin Muhammad Al Harawi menceritakan kepada kami, Ali bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Ar-Raqqasyi menceritakan kepada kami, Harb bin Abu Al Aliyah menceritakan kepada kami dari Abu Az-Zubair, dari Jabir, dari Nabi SAW, beliau bersabda tentang wanita hamil yang ditinggal mati suaminya, "Tidak ada nafkah baginya.” Sunan Daruquthni 3907: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad Al Hawaribi menceritakan kepada kami, Yazid menceritakan kepada kami, Syarik menceritakan kepada kami dari Jabir, dari Amir, dari Fathimah binti Qais, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, ' Wanita yang ditalak tiga tidak berhak terhadap tempat tinggal dan tidak pula nafkah. Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu bagi yang bisa dirujuk'." Sunan Daruquthni 3908: Abu Shalih Abdurrahman bin Sa'id bin Harun Al Ashbahani menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Muhammad mehceritakan kepada kami, Aswad bin Amir menceritakan kepada kami dari Al Hasan bin Shalih, dari As-Suddi, dari Al Bahi, dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada Fathimah, "Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu bagi wanita yang suaminya berhak merujuknya." Sunan Daruquthni 3909: Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ahmad bin Al Walid bin Barad menceritakan kepada kami, Al Haitsam bin Jamil menceritakan kepada kami, Zuhair menceritakan kepada kami dari Jabir, dari Amir Asy-Sya'bi, dia berkata: Kami pernah datang kepada Fathimah binti Qais, lalu kami berkata kepadanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang ketetapan Rasulullah SAW terhadapmu." Dia pun berkata, "Aku datang kepada Rasulullah SAW bersama saudara suamiku, lalu aku berkata, 'Sesungguhnya suamiku telah menalakku, sementara orang ini menyatakan bahwa aku tidak berhak terhadap tempat tinggal dan tidak pula nafkah'. Beliau lantas bersabda, 'Bahkan engkau berhak terhadap tempat tinggal dan berhak terhadap nafkah.' Laki-laki tersebut berkata, 'Sesungguhnya suaminya itu telah menalaknya dengan tiga talak.' Nabi SAW bersabda, 'Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu wafib bagiyang suaminya berhak merujuknya.' Ketika aku tiba di Kufah, Al Aswad bin Yazid mencariku untuk menanyakan hal itu kepadaku, sementara para sahabat Abdullah bin Mas'ud berkata, 'Wanita tersebut berhak terhadap tempat tinggal dan nafkah'." Sunan Daruquthni 3910: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Umar bin Al Walid menceritakan kepada kami, Asbath bin Muhammad menceritakan kepada kami dari Al A'masy, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dia berkata, "Ketika perkataan Fathimah binti Qais sampai kepada Umar, ia berkata, 'Kami tidak memberlakukan perkataan seorang wanita terhadap kaum muslimin.' Lalu dia menetapkan bagi wanita yang ditalak tiga, hak tempat tinggal dan nafkah." Sunan Daruquthni 3911: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Muhammad bin Umar bin Walid dan Abu Hisyam Ar-Rifa'i menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Waki' menceritakan kepada kami dari Daud Al Audi Az-Za'afiri, dari Asy-Sya'bi, dia berkata, "Al Aswad bin Yazid pernah menjumpaiku lalu berkata, 'Wahai Sya'bi, bertakwalah kepada Allah, dan tariklah kembali hadits Fathimah binti Qais, karena sesungguhnya Umar telah menetapkan baginya tempat tinggal dan nafkah.' Maka aku berkata, 'Aku tidak akan menarik kembali sesuatu pun dari apa yang telah diceritakan kepadaku oleh Fathimah binti Qais dari Rasulullah SAW'." Sunan Daruquthni 3912: Ibnu Sha'id menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami dari Sayyar, Hushain, Mughirah, Asy'ats, Daud, Mujalid dan Ismail bin Abu Khalid, semuanya dari Asy-Sya'bi, dia menuturkan, "Aku datang kepada Fathimah binti Qais, lalu aku menanyakan kepadanya tentang keputusan Rasulullah SAW terhadapnya, dia pun berkata bahwa suaminya telah menalak tiga dirinya, lalu dia menemui Rasulullah SAW dan menyampaikan hal itu kepada beliau, lalu dia berkata, 'Beliau tidak menetapkan tempat tinggal dan tidak pula nafkah bagiku. Dan beliau bersabda, 'Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu bagi yang dapat dirujuk''." Al Hasan bin Arafah menyelisihinya, dan di akhir haditsnya disebutkan, dari Mujalid sendiri, dari Asy-Sya'bi. Sunan Daruquthni 3913: Al Mahamili, Muhammad bin Makhlad, Umar bin Ahmad Ad-Darbi dan Ali bin Al Hasan bin Harun menceritakan itu kepada kami, mereka berkata: Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Husyaim menceritakan kepada kami, Mughirah, Hushain, Asy'ast, Ismail bin Abu Khalid, Daud, Sayyar dan Mujalid menceritakan kepada kami, semuanya dari Asy-Sya'bi, dengan riwayat ini. Husyaim berkata: Mujalid menyebutkan dalam haditsnya, "Sesungguhnya tempat tinggal dan nafkah itu bagi yang suaminya berhak merujuknya" Sunan Daruquthni 3914: Ibrahim bin Hammad menceritakan kepada kami, Al Husain bin Ali bin Al Aswad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Fudhail menceritakan kepada kami, Al A'masy menceritakan kepada kami dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Umar bin Khaththab, bahwa ketika perkataan Fathimah binti Qais sampai kepadanya, ia berkata, "Kami tidak akan meninggalkan Kitabullah hanya karena perkataan seorang wanita. Mungkin saja wanita itu lupa." Sunan Daruquthni 3915: Ahmad bin Muhammad bin Yusuf bin Mas'adah menceritakan kepada kami, Ahmad bin Isham bin Abdul Majid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Al Asadi — yaitu Abu Ahmad Az-Zubairi,— menceritakan kepada kami, Ammar bin Zuraiq menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dia berkata: Ketika aku sedang duduk bersama Al Aswad bin Yazid di masjid agung, turut juga Asy-Sya'bi bersama kami, lalu Asy-Sya'bi menceritakan hadits Fathimah binti Qais, bahwa Rasulullah SAW tidak menetapkan tempat tinggal dan tidak pula nafkah baginya. Lalu Al Aswad mengambil segenggam kerikil lalu melemparkan kepadanya, lalu berkata: Celaka engkau, engkau menceritakan hadits seperti ini, sementara Umar telah berkata, "Kami tidak akan meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi kami SAW hanya karena perkataan seorang wanita. Kami tidak tahu apakah dia masih ingat itu atau sudah lupa. Ia berhak terhadap tempat tinggal dan nafkah. Allah Ta'ala telah berfirman, 'Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka: (Qs. Ath-Thalaaq [65]: 1)." Sunan Daruquthni 3916: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad bin Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, Yahya bin Adam menceritakan kepada kami, Ammar bin Zuraiq menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, dari Asy-Sya'bi, dari Fathimah binti Qais, dia berkata, "Suamiku menalak tiga diriku, lalu aku menginginkan nafkah, maka aku menemui Nabi SAW, beliau pun bersabda, 'Pindahlah engkau ke rumah Ibnu Ummi Maktum" Abu Ishaq berkata: Ketika Asy-Sya'bi menceritakan hadits ini, ia dilempar kerikil oleh Al Aswad dan dia berkata, "Celaka engkau. Engkau menceritakan ini, apakah engkau berfatwa dengan yang seperti ini. Wanita itu pernah menemui Umar, lalu Umar berkata, 'Jika engkau mendatangkan dua saksi yang bersaksi bahwa keduanya mendengar itu dari Rasulullah SAW (maka itu diberlakukan), jika tidak, maka kami tidak akan meninggalkan Kitabullah karena perkataan seorang wanita, (yaitu firman-Nya), 'Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka.' (Qs. Ath-Thalaaq [65]:1)." Tanpa menyebutkan redaksi "dan Sunnah Nabi kami". Ini lebih shahih daripada yang sebelumnya, karena perkataan itu tidak valid, sementara riwayat Yahya bin Adam lebih terpelihara daripada Abu Ahmad AzZubairi dan lebih valid darinya. Wallahu a'lam. Qabishah bin Uqbah telah menguatkan dengan riwayatnya. Sunan Daruquthni 3917: Abdullah bin Muhammad bin Abu Sa'id menceritakan itu kepada kami, As-Sari bin Yahya menceritakan kepada kami, Qabishah menceritakan kepada kami, Ammar Ibnu Zuraiq menceritakan kepada kami dari Abu Ishaq, seperti persis perkataan Yahya bin Adam. Sunan Daruquthni 3918: Abu Ahmad Al Qasim bin Abdurrahman bin Bulbul Az-Za'farani menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad Asy-Sya'bi menceritakan kepada ~kami, Al Qasim bin Al Hakam menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Umarah menceritakan kepada kami dari Salamah bin Kuhail, dari Abdullah bin Al Khalil Al Hadhrami, dia berkata, "Disampaikan kepada Umar bin Khaththab perkataan Fathimah binti Qais, bahwa Rasulullah SAW tidak menetapkan tempat tinggal dan tidak pula nafkah baginya, maka Umar berkata, 'Kami tidak akan meninggalkan Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya karena perkataan seorang wanita'." Al Hasan bin Umarah adalah perawi matruk. Sunan Daruquthni 3919: Al Hasan bin Al Khadhir menceritakan itu kepada kami di Mesir, Ishaq bin Ibrahim bin Yunus Abu Kuraib menceritakan kepa'da kami, Hafsh Ibnu Ghiyats menceritakan kepada kami dari Asy'ats, dari Al Hakam dan Hammad, dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Umar, dia berkata, "Kami tidak akan meninggalkan Kitab Rabb kami dan Sunnah Nabi kami karena perkataan seorang wanita. Wanita yang ditalak tiga berhak terhadap tempat tinggal dan nafkah." Asy'ats bin Sawwar adalah hadits dha‘if. Diriwayatkan juga oleh Al A'masy dari Ibrahim, dari Al Aswad tanpa menyebutkan 'Sunnah Nabi kami', dan kami telah menuliskannya sebelum ini. Al A'masy lebih valid dan lebih terpelihara daripada Asy'ats. Sunan Daruquthni 3920: Ibnu Sha'id menceritakan itu kepada kami, Muhammad bin Umar bin Walid menceritakan itu kepada kami, Asbath bin Muhammad menceritakan itu kepada kami (h) Ibrahim bin Hammad menceritakan itu kepada kami, Al Husain bin Ali bin Al Aswad menceritakan itu kepada kami, Muhammad bin Fudhail menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al A'masy menceritakan itu kepada kami dari Ibrahim, dari Al Aswad, dari Umar. Lafazhnya telah aku cantumkan sebelumnya. Sunan Daruquthni 3921: Abu Al Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Abu Al Jahm Al 'Ala' bin Musa menceritakan kepada kami, Laits bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Nafi', bahwa Abdullah bin Umar menalak istrinya yang sedang haid dengan satu talak, lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar merujuknya, kemudian menahannya hingga suci, lalu haid lagi satu kali, kemudian membiarkannya hingga suci lagi dari haidnya itu. Setelah itu jika ia mau menalaknya, maka talaklah ketika dalam keadaan suci sebelum mencampurinya, karena itulah iddah yang telah diperintahkan Allah Ta'ala sebagai waktu untuk menalak istri. Dia berkata, "Apabila Abdullah bin Umar ditanya tentang hal itu, ia berkata, Adapun engkau menalak istrimu dengan satu talak atau dua talak, maka Rasulullah SAW memerintahkan itu kepadaku (yakni merujuknya kembali). Bila engkau menalaknya dengan tiga talak, maka dia telah haram bagimu sehingga ia harus menikah lagi dengan laki-laki lain, dan engkau telah bermaksiat terhadap Allah dalam hal yang telah diperintahkan Allah kepadamu ketika menalak istrimu'." Sunan Daruquthni 3922: Ya'qub bin Ibrahim Al Bazzaz menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami (h) Dan Ahmad bin Al Husain bin Muhammad Ibnu Ahmad bin Al Junaid menceritakan kepada kami, Ziyad bin Ayyub menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ismail Ibnu Ulayyah menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya saat sedang haid. Ibnu Arafah menyebutkan (dalam redaksinya), "Sesungguhnya Ibnu Umar menalak istrinya dengan satu talak ketika sedang haid." Keduanya menyebutkan (dalam redaksi mereka), "Lalu Umar bertanya kepada Nabi SAW, maka beliau pun menyuruhnya (yakni Ibnu Umar) agar merujuknya, lalu membiarkannya hingga haid lagi satu kali, lalu membiarkannya hingga suci lagi, kemudian menalaknya sebelum mencampurinya. Karena itulah iddah yang telah diperintahkan Allah sebagai waktu untuk menalak istri." Dia berkata, "Adalah Ibnu Umar, apabila ditanya tentang laki-laki yang menalak istrinya yang sedang haid, dia berkata, 'Bila engkau menalaknya dengan satu talak atau dua talak, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkannya untuk merujuknya, lantas membiarkannya hingga haid lagi satu kali, kemudian membiarkannya hingga suci, lalu menalaknya sebelum mencampurinya. Tapi bila engkau menalaknya dengan tiga talak, maka engkau telah maksiat terhadap Allah dalam hal yang telah diperintahkan Allah padamu ketika menalak istrimu, dan dia pun telah bain darimu'." Sunan Daruquthni 3923: Ali bin Muhammad Al Mishri menceritakan kepada kami, Yusuf bin Yazid menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Abu Abbad menceritakan kepada kami, Ismail bin Ibrahim bin Uqbah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, bahwa ia pernah menalak istrinya saat sedang haid dengan talak satu di masa Rasulullah SAW, lalu Umar meminta fatwa Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda, "Suruhlah dia agar merujuknya." Ia kemudian menyebutkan redaksinya yang serupa, di antaxanya disebutkan: Abdullah Ibnu Umar berkata kepada orang tersebut, "Bila engkau menalak istrimu dengan talak satu atau talak dua, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan itu kepadaku (yakni merujuknya). Tapi bila engkau menalaknya dengan talak tiga, maka dia (istrimu) tidak lagi halal bagimu sehingga menikah lagi dengan suami lain, dan engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-mu" Sunan Daruquthni 3924: Ali bin Muhammad Al Mishri menceritakan kepada kami, Ubaid bin Rijal menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yusuf menceritakan kepada kami, Abu Qurrah menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Musa bin Uqbah, dari Nafi', bahwa Ibnu Umar berkata kepada laki-laki yang bertanya kepadanya tentang menalak istri yang sedang haid, lalu ia memberitahukan keadaan sesuai dengan yang dikatakan oleh Rasulullah SAW, kemudian Ibnu Umar berkata, "Bila engkau menalak istrimu dengan talak satu atau talak dua, maka sesungguhnya Rasulullah SAW telah memerintahkan itu kepadaku (yakni merujuknya). Tapi bila engkau menalaknya dengan talak tiga, maka dia (istrimu) menjadi haram bagimu sehingga dia menikah lagi dengan suami lain, dan engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-mu dalam hal talak telah diperintahkan Allah kepadamu ketika menalak." Sunan Daruquthni 3925: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, dan Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Hajjaj menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, dia berkata: Ibnu Syihab menceritakan kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Fathimah binti Qais, bahwa dia memberitahukan kepadanya, bahwa dia pernah diperistri oleh Abu Umar bin Hafsh bin Al Mughirah, lalu ditalak dengan talak terakhir dari yang tiga, lalu Fathimah menyatakan bahwa dia mendatangi Rasulullah SAW dan meminta fatwa tentang keluarnya dia dari rumahnya, lalu beliau menyuruhnya agar pindah ke rumah Ibnu Ummi Maktum, namun Marwan menolak (memberlakukan itu) kecuali bahwa Fathimah mengklaim keluarnya istri yang ditalak dari rumahnya. Sementara Urwah menyatakan bahwa Aisyah mengingkari hal itu terhadap Fathimah, dan bahwa Aisyah telah melarang istri yang ditalak untuk keluar dari rumahnya hingga menyelesaikan masa iddah-nya. Sunan Daruquthni 3926: Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy'ats menceritakan kepada kami, Amr bin Utsman menceritakan kepada kami, Al Walid menceritakan kepada kami dari Al Auza'i, Az-Zuhri menceritakan kepadaku, dia berkata: Dan aku bertanya kepadanya, "Istri Nabi SAW yang mana yang pernah berlindung (kepada Allah) dari beliau?" Lalu dia menjawab, "Urwah bin Az-Zubair menceritakan kepadaku dari Aisyah, bahwa putrinya Al Jaun Al Kilabiyyah, ketika dia masuk ke tempat Rasulullah SAW, lalu beliau mendekatinya, wanita itu berkata, 'Aku berlindung kepada Allah darimu,' maka Rasulullah SAW bersabda, 'Engkau telah memohon perlindungan dengan Dzat yang Maha Agung. Kembalilah kepada keluargamu''." Sunan Daruquthni 3927: Ahmad bin Muhammad bin Ziyad Al Qaththan menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Muhammad menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Muhammad bin Al Haitsam, juragan makanan, menceritakan kepada kami, Muhammad bin Humaid menceritakan kepada kami, Salamah bin Al Fadhl menceritakan kepada kami dari Amr bin Abu Qais, dari Ibrahim bin Abdul A'la, dari Suwaid bin Ghaflah, dia berkata: Aisyah Al Khats'amiyyah pernah diperistri oleh Al Hasan bin Ali bin Abu Thalib RA. Ketika Ali gugur dan Al Hasan dibai'at menjadi khalifah, wanita itu berkata, "Selamat menjadi khalifah wahai Amirul Mukminin." Al Hasan berkata, "Ali telah terbunuh namun engkau malah menampakkan kesenangan. Pergilah, engkau ditalak tiga." Lalu wanita itu menenangkan diri, dan tetap tinggal hingga selesai masa iddah-nya. Dia lantas mengirimkan kepadanya sepuluh ribu sebagai mut'ah dan sisa dari maharnya. Wanita itu berkata, "Ini pemberian yang sedikit dari kekasih yang memisahkan." Tatkala ucapannya itu sampai kepada Al Hasan ia pun menangis, lalu berkata, "Seandainya aku tidak mendengar kakekku" atau '(Seandainya aku tidak mendengar) ayahku menceritakan kepadaku, bahwa dia mendengar kakeknya bersabda, „Laki-laki mana pun yang menjatuhkan talak tiga kepada istrinya karena ragu, atau menjatuhkan talak tiga pada saat suci, maka istrinya tidak lagi halal baginya sehingga istrinya itu menikah lagi dengan suami lain,'' tentulah aku akan merujuknya." Sunan Daruquthni 3928: Ahmad bin Muhammad bin Sa'id menceritakan kepada kami, Yahya bin Ismail Al Jurairi menceritakan kepada kami, Husain bin Ismail Al Jurairi menceritakan kepada kami, Yunus bin Bukair menceritakan kepada kami dari Amr bin Syimr, dari Imran bin Muslim dan Ibrahim bin Abdul A'la, dari Sayyid bin Ghaflah, dia berkata: Ketika Ali RA meninggal, datanglah Aisyah binti Khalifah Al Khats'amiyyah, istrinya Al Hasan bin Ali, lalu berkata kepadanya, "Selamat memegang kekuasaan." Al Hasan menimpali, "Engkau mengucapkan selamat kepadaku dengan kematian Amirul Mukminin. Pergilah, engkau ditalak.' Lalu wanita itu pun mengenakan kedua pakaiannya, dan berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku hanya menginginkan kebaikan." Lalu Al Hasan mengirimkan mut'ah kepadanya sebanyak sepuluh ribu dan sisa maharnya. Ketika kiriman itu diletakkan di hadapannya, wanita itu menangis lalu berkata, "Ini pemberian yang sedikit dari kekasih yang memisahkan." Lalu utusan itu menyampaikan hal tersebut kepada Al Hasan, maka dia pun menangis dan berkata, "Seandainya aku tidak menjatuhkan talak ba'in kepadanya, tentulah aku akan merujuknya, akan tetapi aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Laki-laki mana pun yang menjatuhkan talak tiga kepada istrinya dalam masa suci sekali talak, atau setiap awal bulan satu talak, atau menalaknya dengan ketiga talak sekaligus, maka istrinya tidak halal lagi baginya kecuali istrinya itu menikah lagi dengan suami yang lain'." Sunan Daruquthni 3929: Ali bin Muhammad bin Ubaid Al Hafizh menceritakan kepada kami, Muhammad bin Syadzan Al Jauhari menceritakan kepada kami, Mu'alla bin Manshur menceritakan kepada kami, Syu'aib bin Ruzaiq menceritakan kepada kami, bahwa Atha' Al Khurasani menceritakan kepada mereka, dari Al Hasan, dia berkata: Abdullah bin Umar menceritakan kepada kami, bahwa dia menalak istrinya satu kali ketika sedang haid, lalu ia berkeinginan menjatuhkan talak dua lainnya antara dua masa suci, namun hal itu sampai kepada Rasulullah SAW, maka beliau pun bersabda, "Wahai Ibnu Umar, bukan begitu yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh engkau telah menyalahi tuntunan Sunnah. Sunnahnya adalah, tunggulah sampai datang masa suci lalu talaklah pada setiap masa suci.' Ibnu Umar berkata, 'Rasulullah SAW kemudian memerintahkanku, maka aku pun merujuknya.' Setelah itu beliau berkata, Bila dia telah suci, maka talaklah pada saat itu, atau pertahankanlah.' Lalu aku berkata, 'Wahai Rasulullah, bagaimana bila aku telah menjatuhkan talak tiga, apakah halal bagiku merujuknya?' Beliau menjawab, 'Tidak. Dia telah menjadi haram dan (tindakan itu) adalah kemaksiatan.' Sunan Daruquthni 3930: Ibnu Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan menceritakan kepada kami, Yazid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq mengabarkan kepada kami dari Nafi', dia berkata, "Ibnu Umar berkata, 'Barangsiapa menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, maka istrinya itu telah menjadi haram untuknya, dan dia telah bermaksiat terhadap Rabb-nya Ta'ala serta menyalahi aturan Sunnah'." Sunan Daruquthni 3931: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, Daud bin Rusyaid menceritakan kepada kami, Abu Hafsh Al Abbar menceritakan kepada kami dari Atha' bin As-Sa'ib, dari Al Hasan, dari Ali, dia berkata, "Wanita yang dinyatakan lepas, wanita yang dinyatakan bebas, wanita yang dinyatakan talak sekaligus, wanita yang dinyatakan talak bain, dan wanita yang dinyatakan haram, adalah talak tiga. Wanita itu tidak lagi halal bagi suaminya kecuali jika ia menikah lagi dengan suami lainnya.‘ Sunan Daruquthni 3932: Ahmad bin Ali bin Al Ala‘ menceritakan kepada kami, Abu Ubaidah bin Abu AsSafar menceritakan kepada kami, Abu Usamah menceritakan kepada kami dari Zaidah bin Qudamah, dari Ali bin Zaid, dari Ummu Muhammad, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Apabila suami menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, maka istrinya tidak lagi halal baginya kecuali jika ia telah menikah dengan suami yang lain, hingga masing-masing telah merasakan madu pasangannya." Sunan Daruquthni 3933: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ar-Rabi' bin Sulaiman menceritakan kepada kami, Asy-Syafi'i mengabarkan kepada kami, pamanku, Muhammad bin Ali bin Syafi', mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Ali bin As-Sa‘ib, dari Nafi' bin Ujair bin Abd Yazid, bahwa Rukanah bin Abd Yazid menalak sekaligus istrinya, Suhaimah, lalu dia (Rukanah) mendatangi Rasulullah SAW dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku telah menjatuhkan talak tiga kepada istriku, Suhaimah. Demi Allah, (sebenarnya) aku hanya bermaksud talak satu." Rasulullah SAW lantas berkata kepada Rukanah, "Demi Allah, apakah engkau hanya berniat menjatuhkan talak satu?" Rukanah menjawab, "Demi Allah, aku hanya berniat menjatuhkan talak satu." Maka Rasulullah SAW mengembahkannya. Setelah itu dia (Rukanah) menalaknya untuk kedua kalinya pada masa Umar, dan untuk ketiga kalinya pada masa Utsman RA. Sunan Daruquthni 3934: Muhammad bin Yahya bin Mirdas menceritakan kepada kami, Abu Daud AsSijistani menceritakan kepada kami, Ahmad bin Umar bin As-Sarh dan Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi serta yang lainnya menceritakan kepada kami, mereka berkata: Asy-Syafi'i menceritakan kepada kami, pamanku, Muhammad bin Ali bin Syafi' menceritakan kepadaku dari Abdullah bin Ali bin As-Sa'ib, dari Nafi' bin Ujair bin Abd Yazid bin Rukanah, bahwa Rukanah bin Abd Yazid menjadikan talak tiga kepada istrinya, Suhaimah, lalu dia memberitahukan hal itu kepada Nabi SAW, dan berkata, "Demi Allah, aku hanya berniat menjatuhkan talak satu." Rasulullah SAW berkata, "Demi Allah, engkau hanya berniat menjatuhkan talak satu?' Rukanah menjawab, "Demi Allah, aku hanya berniat menjatuhkan talak satu." Maka Rasulullah SAW mengembalikannya kepadanya. Setelah itu Rukanah menalaknya untuk yang kedua kalinya pada masa Umar bin Khaththab, dan untuk yang ketiga kalinya pada masa Utsman. Abu Daud berkata, "Hadits ini shahih." Sunan Daruquthni 3935: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yunus An-Nasa'i menceritakan kepada kami, Abdullah bin Az-Zubair menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Idris, pamanku, Muhammad bin Ali, menceritakan kepada kami dari Ibnu As-Sa'ib, dari nafi‘ bin Ujair, dari Rukanah Ibnu Abd Yazid, dari Nabi SAW dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3936: Dibacakan kepada Abu Al Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz dan aku mendengarkan: Abu Nadhr At-Tammar menceritakan kepada kalian, Jarir bin Hazim menceritakan kepada kami dari Az-Zubair bin Sa'id, dari Abdulah bin Ali bin Rukanah, dari ayahnya, dari kakeknya (h) Dan dibacakan kepada Abu Al Qasim juga dan aku mendengarkan: Abu Ar-Rabi' Az-Zahrani dan Syaiban menceritakan kepada kalian, keduanya berkata: Jarir Ibnu Hazim menceritakan kepada kami dari Az-Zubair bin Sa'id, Abdullah bin Ali bin Yazid bin Rukanah menceritakan kepada kami dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa dia pernah menalak tiga sekaligus istrinya pada masa Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya, "Talak apa yang engkau maksudkan?" Ia menjawab, "Satu." Beliau bertanya lagi, "Demi Allah?" Ia menjawab, "Demi Allah." Beliau pun bersabda, "Itu sesuai dengan yang engkau maksudkan." Hanya saja Abu Nadhr tidak menyebutkan Ibnu Yazid bin Rukanah. Ibnu Al Mubarak meriwayatkannya secara mursal dari Az-Zubair bin Sa'id. Sunan Daruquthni 3937: Da'laj bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Sufyan menceritakan kepada kami, Habban menceritakan kepada kami, Ibnu Al Mubarak mengabarkan kepada kami, Az-Zubair bin Sa'id mengabarkan kepada kami, Abdullah bin Ali bin Yazid bin Rukanah mengabarkan kepadaku, dia berkata, "Kakekku, Rukanah bin Abd Yazid, menjatuhkan talak tiga kepada istrinya sekaligus, lalu dia menemui Rasulullah SAW dan berkata, 'Sesungguhnya aku telah menjatuhkan talak tiga kepada istriku sekaligus.‘ Beliau bertanya, 'Apa yang engkau maksudkan? Ia menjawab, 'Yang aku maksudkan adalah talak satu.' Beliau bertanya lagi, 'Demi Allah? Ia menjawab, 'Demi Allah.' Beliau pun bersabda, 'Kalau begitu, itu adalah talak satu.‘ Ishaq bin Abu Isra'il meriwayatkan hal yang berbeda darinya. Sunan Daruquthni 3938: Muhammad bin Harun Abu Hamid menceritakan kepada kami, Ishaq bin Abu Israel menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Mubarak menceritakan kepada kami, Az-Zubair bin Sa'id mengabarkan kepadaku dari Abdullah bin Ali bin As-SaMb, dari kakeknya, Rukanah bin Abd Yazid, bahwa ia pernah menjatuhkan talak tiga kepada istrinya sekaligus, lalu dia menemui Nabi SAW, kemudian memberitahukan hal itu kepada beliau, beliau lantas bertanya, "Apa yang engkau maksudkan dengan itu?" Ia menjawab, "Satu (talak)." Beliau bertanya lagi, "Demi Allah bahwa engkau hanya berniat menjatuhkan talak satu?" Dia menjawab, "Demi Allah, aku hanya berniat menjatuhkan talak satu." Beliau pun bersabda, "Kalau begitu, itu adalah talak satu." Sunan Daruquthni 3939: Abu Al Abbas Muhammad bin Musa bin Ali Ad-Dulabi dan Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayyasy menceritakan kepada kami dari Humaid bin Malik AlLakhmi, dari Makhul, dari Mu'adz bin Jabal, dia berkata: Rasulullah SAW berkata kepadaku, "Wahai Mu'adz, tidak ada yang Allah ciptakan di muka bumi yang lebih Dia cintai daripada pemerdekaan, dan tidak ada yang Allah ciptakan di muka bumi yang lebih Dia benci daripada talak. Bila seorang laki-laki berkata kepada hamba sahayanya, 'Engkau merdeka insya Allah,' maka dia merdeka, dan pengecualian itu tidak berlaku padanya. Sedangkan bila seorang laki-laki berkata kepada istrinya, 'Engkau ditalak insya Allah,' maka pengecualian itu berlaku padanya dan tidak terjadi talak terhadapnya." Sunan Daruquthni 3940: Muhammad bin Musa bin Ali menceritakan kepada kami, Humaid bin Ar-Rabi' menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayyasy mengabarkan kepada kami dengan isnadnya dan redaksi yang serupa. Humaid berkata, "Yazid bin Harun berkata kepadaku, 'Hadits apa itu, seandainya saja Humaid bin Malik Al-Lakhmi itu dikenal.' Aku menjawab, 'Dia itu kakekku.' Yazid berkata, 'Engkau menggembirakanku. Engkau menggembirakanku. Kini itu menjadi hadits'." Sunan Daruquthni 3941: Utsman bin Ahmad Ad-Daqqaq menceritakan kepada kami, Ishaq bin Ibrahim bin Sinin menceritakan kepada kami, Umar bin Ibrahim bin Khalid menceritakan kepada kami, Humaid bin Abdurrahman bin Malik Al-Lakhmi menceritakan kepada kami, Makhul menceritakan kepada kami dari Malik bin Yukhamir, dari Mu'adz bin Jabal, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada sesuatu yang Allah halalkan yang lebih Dia benci daripada talak. Barangsiapa menalak dan mengecualikan, maka pengecualiannya berlaku.” Sunan Daruquthni 3942: Ja'far bin Muhammad bin Nushair menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yahya Al Hulwani menceritakan kepada kami, Ali bin Qarin menceritakan kepada kami, Baqiyyah bin Al Walid menceritakan kepada kami dari Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma'dan, dari Abu Tsa'labah Al Khusyani, dia berkata, "Pamanku berkata kepadaku, 'Lakukanlah suatu pekerjaan untukku sehingga aku menikahkanmu dengan putriku.' Aku berkata, 'Bila engkau menikahkanku dengannya, maka dia tertalak tiga.' Setelah itu ternyata aku merasa perlu menikahinya, maka aku menemui Nabi SAW dan menanyakan hal itu, beliau pun bersabda kepadaku, 'Nikahilah dia, karena sesungguhnya tidak ada talak kecuali setelah pernikahan.'' Maka aku pun menikahinya, lalu dia melahirkan dariku Sa'd dan Sa'id untukku." Sunan Daruquthni 3943: Ismail bin Al Abbas dan yang lain menceritakan kepada kami, mereka berkata: Muhammad bin Al Hajjaj Adh-Dhabbi menceritakan kepada kami, Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Tsaur bin Yazid, dari Muhammad bin Ubaid, dia berkata: Adi bin Adi Al Kindi pernah mengutusku kepada Shafiyyah binti Syaibah untuk menanyakan kepadanya tentang berbagai hal yang dia riwayatkan dari Aisyah Urnmul Mukminin, dia pun berkata, "Aisyah menceritakan kepadaku, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Tidak ada pemerdekaan dan tidak pula talak dalam kondisi dipaksa." Sunan Daruquthni 3944: Ahmad bin Muhammad bin Ja'far Al Jauzi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ghalib menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sa'id Mardawaih menceritakan kepada kami, Qaza'ah bin Suwaid menceritakan kepada kami, Zakariyya bin Ishaq dan Muhammad bin Utsman menceritakan kepada kami, semuanya dari Shafiyyah binti Syaibah, dari Aisyah, dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda, "Tidak ada talak dan tidak pula pemerdekaan dalam kondisi dipaksa." Sunan Daruquthni 3945: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami (h) Dan Muhammad bin Ahmad bin Abu Ats-Tsalj menceritakan kepada kami, Muhammad bin Hammad Ath-Thihrani menceritakan kepada kami (h) Dan Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, pamanku, Wahb bin Nafi', mengabarkan kepadaku, bahwa ia mendengar Ikrimah maula Ibnu Abbas berkata: Ibnu Abbas berkata, "Talak itu ada empat macam: Dua macam halal dan dua macam lainnya haram. Adapun yang halal adalah: Laki-laki menalak istrinya dalam keadaan suci tanpa ada percampuran (pada masa tersebut), atau menalaknya dalam keadaan hamil yang jelas kehamilannya. Sedangkan dua macam yang haram adalah: Menalaknya dalam keadaan haid, atau menalaknya setelah dicampuri sehingga ia tidak mengetahui apakah rahimnya mengandung anak atau tidak." Lafazh ini adalah lafazh Muhammad bin Yahya. Sunan Daruquthni 3946: Al Husain bin Ismail dan Muhammad bin Sulaiman An-Nu'mani menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Utbah Ahmad bin Al Faraj menceritakan kepada kami, Baqiyyah bin Al Walid menceritakan kepada kami, Abu Al Hajjaj Al Mahri menceritakan kepada kami dari Musa bin Ayyub Al Ghafiqi menceritakan kepada kami dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW melaporkan bahwa majikannya telah menikahkannya, dan (kini) majikannya hendak memisahkannya dari istrinya. Maka beliau memanjatkan puja dan puji kepada Allah Ta'ala, kemudian bersabda, 'Mengapa orang-orang menikahkan hamba sahaya laki-laki dengan hamba perempuan mereka, kemudian mereka berkeinginan memisahkan mereka. Ketahuilah, sesungguhnya yang memegang talak adalah yang berhak memegang betis (yakni yang menikah)'." Sunan Daruquthni 3947: Abu, Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yusuf bin Sa'id menceritakan kepada kami, Musa bin Daud menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Musa bin Ayyub, dari Ikrimah, bahwa pernah seorang hamba sahaya datang kepada Nabi SAW, lalu dikemukakan hal yang serupa, maka Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya talak itu haknya orang yang berhak memegang betis." tanpa menyebutkan Ibnu Abbas. Sunan Daruquthni 3948: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ishaq bin Daud bin Isa Al Marwazi menceritakan kepada kami, Khalid bin Abdussalam Ash-Shadafi menceritakan kepada kami, Al Fadhl bin Al Mukhtar menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Mauhib, dari Ishmah bin Malik, dia berkata, "Seorang hamba sahaya datang kepada Nabi SAW lalu berkata, 'Sesungguhnya majikanku telah menikahkanku, dan (kini) dia hendak memisahkanku dari istriku.' Maka Rasulullah SAW naik ke atas mimbar lalu bersabda, 'Wahai manusia, sesungguhnya talak itu haknya orang yang berhak memegang betis. Sunan Daruquthni 3949: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ali bin Syu'aib menceritakan kepada kami (h) Dan Utsman bin Ja'far Al-Labban menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ismail Al Ahmusi menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Umar bin Syabib Al Musli menceritakan kepada kami, Abdullah bin Isa bin Abdurrahman Ibnu Abu Laila menceritakan kepada kami dari 'Athiyyah Al Aufi, dari Abdullah bin Umar, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Talaknya budak perempuan adalah dua, dan iddahnya adalah dua kali haid.” Sunan Daruquthni 3950: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Sa'dan bin Nashr dan Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Umar bin Syabib menceritakan kepada kami dengan isnadnyadan redaksi yang sama. Umar bin Syabib meriwayatkannya sendirian secara marfu'. Dia juga seorang perawi dha'if. Yang benar dari Ibnu Umar adalah yang diriwayatkan oleh Salim dan Nafi' darinya dari ucapannya." Sunan Daruquthni 3951: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur dan Ahmad bin Yusuf As-Sulami menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari AzZuhri, dari Salim, bahwa Ibnu Umar berkata tentang budak laki-laki yang mempunyai istri wanita merdeka atau laki-laki merdeka yang mempunyai istri wanita sahaya, "Budak mana pun yang merdeka, maka talaknya berkurang dengan status kemerdekaannya, sedangkan iddah-nya adalah sesuai dengan status si wanita." Sunan Daruquthni 3952: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, Abu Shalih menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepada kami, Abdurrahman Ibnu Khalid menceritakan kepadaku dari bin Syihab, dari Salim dan Nafi', bahwa Ibnu Umar berkata, "Talaknya budak laki-laki terhadap istrinya yang merdeka adalah dua talak, dan iddah-nya tiga kali suci. Sedangkan talaknya laki-laki merdeka terhadap istrinya yang sahaya adalah dua talak, dan iddah-nya adalah iddah hamba sahaya, yaitu dua kali haid." Sunan Daruquthni 3953: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ali bin Al Husain bin Abu Isa menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Walid menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami (h) Dan Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Yazid bin Abu Hakim menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Ubaidullah bin Umar dan Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Bila wanita merdeka diperistri oleh laki-laki sahaya, maka talaknya adalah dua talak dan iddahnya tiga kali haid. Dan bila wanita sahaya diperistri oleh laki-laki merdeka maka talaknya adalah dua talak dan iddah-nya adalah sesuai dengan status wanita." Sunan Daruquthni 3954: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ar-Rabi' menceritakan kepada kami, AsySyafi'i menceritakan kepada kami, Malik menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "(Bila) seorang hamba sahaya laki-laki menjatuhkan talak dua kepada istrinya, maka istrinya itu menjadi haram baginya kecuali setelah menikah dengan suami lainnya, baik wanita itu merdeka maupun hamba sahaya. Iddah-nya wanita merdeka adalah tiga kali haid, sedangkan iddah-nya wanita sahaya adalah dua kali haid." Sunan Daruquthni 3955: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Abdullah bin Numair menceritakan kepada kami, Ubaidullah menceritakan kepada kami dari Nafi', dari Ibnu Umar, tentang budak perempuan yang diperistri oleh laki-laki merdeka, "Ia menjadi haram dengan dua talak, dan iddah-nya dua kali haid. Dan bila wanita merdeka diperistri oleh laki-laki sahaya, maka menjadi haram dengan dua talak, dan iddah-nya tiga kali haid." Demikian juga yang diriwayatkan oleh Al-Laits bin Sa'd, Ibnu Juraij dan yang lainnya dari Nafi', dari Ibnu Umar secara mauquf, dan inilah yang benar. Sedangkan hadits Abdullah bin Isa dari Athiyyah, dari Ibnu Umar, dari Nabi SAW adalah hadits mungkar dan tidak valid dilihat dari dua segi: Pertama, Athiyyah adalah perawi dha'if, sedangkan Salim dan Nafi' lebih valid daripadanya dan lebih shahih riwayatnya. Kedua, hadits Umar bin Syabib dha‘if riwayatnya tidak dapat dijadikan argumen. Wallahu a'lam. Sunan Daruquthni 3956: Muhammad bin Ahmad Ash-Shawwaf menceritakan kepada kami, Abdullah bin Ahmad bin Hanbal menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abu Bakar Al Muqaddami menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab Ats-Tsaqafi menceritakan kepada kami, Al Mutsanna menceritakan kepadaku dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Abdullah bin Amr, dari Ubai bin Ka'b, dia berkata: Aku berkata kepada Nabi SAW, "(Ayat). Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.'' (Qs. Ath-Thalaaq [65]: 4) adalah bagi wanita yang ditalak tiga atau yang ditinggal mati oleh suaminya?" Beliau menjawab, "Bagi wanita yang ditalak dan yang ditinggal mati oleh suaminya'." Sunan Daruquthni 3957: Abu Amr Yusuf bin Ya'qub bin Yusuf bin Khalid menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Abdul Aziz Al Muqawwim menceritakan kepada kami, Shughdi bin Sinan menceritakan kepada kami dari Muzhahir bin Aslam, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Talaknya hamba sahaya adalah dua talak, dan (setelah itu istrinya) tidak lagi halal baginya kecuali setelah menikah dengan suami lainnya. Sucinya hamba sahaya adalah dua kali haid. Wanita merdeka boleh dimadu dengan hamba sahaya (yakni menikahi wanita merdeka setelah memperistri hamba sahaya), tapi hamba sahaya tidak boleh dimadu dengan wanita merdeka (yakni menikahi hamba sahaya setelah memperistri wanita merdeka)'." Sunan Daruquthni 3958: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq, Muhammad bin Ahmad bin Al Junaid dan jama'ah menceritakan kepada kami, mereka berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami dari Muzhahir, dari Al Qasim bin Muhammad, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Talak perempuan sahaya adalah dua talak dan sucinya adalah dua kali haid." Abu Ashim berkata: Kemudian aku berjumpa dengan Muzhahir, dia pun menceritakan kepadaku dari Al Qasim, dari Aisyah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, 'Hamba sahaya ditalak dengan dua talak dan beriddah dengan dua kali haid." Kemudian aku katakan kepadanya, 'Ceritakan itu kepadaku sebagaimana engkau menceritakan kepada Ibnu Juraij.' Dia lalu menceritakan kepadaku sebagaimana yang ia ceritakan kepadanya (Ibnu Juraij)." Sunan Daruquthni 3959: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ishaq menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Abu Ashim berkata, "Di Bahsrah tidak ada hadits yang lebih mungkar daripada hadits Muzhahir ini." Abu Bakar An-Naisaburi berkata, "Riwayat yang shahih dari Al Qashim adalah yang berbeda dengan riwayat ini." Sunan Daruquthni 3960: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Abdullah bin Shalih menceritakan kepada kami, Al-Laits menceritakan kepadaku, Hisyam bin Sa'd menceritakan kepadaku, Zaid bin Aslam menceritakan kepadaku, dia berkata, "Al Qasim pernah ditanya tentang hamba sahaya perempuan, 'Berapa kali ditalak?' Ia menjawab, 'Talaknya adalah dua kali dan iddahnya dua haid.' Lalu dikatakan kepadanya, 'Apa ada yang sampai kepadamu tentang hal ini dari Nabi SAW?' Ia menjawab, Tidak'." Sunan Daruquthni 3961: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Marzuq menceritakan kepada kami, Abu Amir menceritakan kepada kami, Hisyam bin Sa'd menceritakan kepada kami dari Zaid bin Aslam, dia berkata, "Al Qasim pernah ditanya tentang iddah-nya hamba sahaya perempuan, maka dia menjawab, 'Orang-orang berkata dua kali haid, namun kami tidak mengetahui itu,' atau dia berkata, 'kami tidak menemukan itu di dalam Kitabullah dan tidak pula di dalam Sunnah Rasulullah SAW. Sunan Daruquthni 3962: Demikian juga yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb dari Usamah bin Zaid, dari ayahnya, dari Al Qasim, keduanya berkata, "Ini tidak terdapat di dalam Kitabullah dan tidak pula di dalam Sunnah Rasulullah SAW, namun kaum muslimin mengamalkannya." Sunan Daruquthni 3963: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Ya'qub Ad-Dauraqi menceritakan kepada kami, Ismail bin Ulayyah menceritakan kepada kami, Hisyam Ad-Dastawa'i menceritakan kepada kami, dia berkata, "Yahya bin Abu Katsir pernah mengirim surat kepadaku, ia menceritakan dari Ikrimah, dari Umar RA, dia berkata, 'Pengharaman adalah sumpah yang harus ditebus'." Hisyam juga berkata: Dan Yahya mengirim surat kepadakku, dari Ya'la bin Hakim, dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa ia berkata tentang pengharaman, "(Itu adalah) sumpah yang harus ditebus." Ibnu Abbas juga berkata, "Telah ada suri teladan yang baik pada diri Rasulullah SAW, bahwa Nabi SAW pernah mengharamkan budak perempuannya, lalu Allah berfirman, 'mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu... sesungguhnya Allah telah mewajibkan kamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu' (Qs. At-Tahriim [66]: 1), kemudian beliau menebus sumpahnya, dan menetapkan pengharaman sebagai sumpah'." Sunan Daruquthni 3964: Al Hasan bin Sa'id bin Al Hasan bin Yusuf Al Marwarruzi menceritakan kepada kami, Abu Bakar bin Zanjawaih menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al Mubarak Ash-Shuri menceritakan kepada kami, Mu'awiyah bin Sallam menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, bahwa Ya'la mengabarkan kepadanya, bahwa Sa'id bin Jubair mengabarkan kepadanya, bahwa ia mendengar Ibnu Abbas berkata, "Bila seorang lakilaki mengharamkan istrinya bagi dirinya, maka itu adalah sumpah yang harus ditebus." Ibnu Abbas juga berkata, "Telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada diri Rasulullah." Sunan Daruquthni 3965: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Hisyam bin Abu Abdullah menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir, bahwa Ya'la bin Hakim menceritakan kepadanya dari Sa'id bin Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa dia berkata, "Di dalam pengharaman ada tebusan sumpah." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Telah ada suri teladan yang baik bagi kalian pada diri Rasulullah." Sunan Daruquthni 3966: Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim Asy-Syafi'I menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya bin Abdurrazzaq Al Muharibi menceritakan kepada kami, Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami, Ali bin Tsabit menceritakan kepada kami, Abdullah bin Muhriz menceritakan kepadaku dari Qatadah, dari Sa'id Ibnu Jubair dan Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Umar, dari Nabi SAW, bahwa beliau menetapkan pengharaman (sebagai) sumpah. Ibnu Muhriz adalah perawi dha‘if, dan tidak ada yang meriwayatkan seperti demikian selain dirinya. Sunan Daruquthni 3967: Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, Al Husain bin Arafah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Bukair menceritakan kepada kami, Sa'id menceritakan kepada kami dari Qatadah, dari Ikrimah dan dari Jabir bin Zaid, dari Ibnu Abbas, dia berkata tentang pengharaman, "(Itu adalah) sumpah yang harus ditebus." Ini lebih shahih daripada hadits Ibnu Muhriz. Sunan Daruquthni 3968: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Abdullah bin Syabib menceritakan kepada kami, Ishaq bin Muhammad menceritakan kepadaku, Abdullah bin Umar menceritakan kepada kami, Abu An-Nashr maula Umar bin Ubaidullah menceritakan kepada kami dari Ali bin Al Husain, dari Ibnu Abbas, dari Umar, dia berkata: Rasulullah SAW masuk ke tempat ummu walad-nya, Mariyah (yakni hamba sahayanya yang melahirkan anak darinya) di rumah Hafshah, lalu Hafshah mendapati beliau bersamanya, dia pun berkata kepada beliau, "Engkau memasukkannya ke rumahku. Engkau tidak pernah melakukan itu terhadapku di antara para istrimu kecuali karena sikap mudahku terhadapmu." Beliau pun bersabda, "Jangan engkau ceritakan ini kepada Aisyah. (Kini) dia (Mariyah) haram bagiku bila aku mendekatinya." Hafshah berkata, "Bagaimana bisa engkau mengharamkan atas dirimu padahal dia itu hamba sahayamu." Beliau kemudian bersumpah kepadanya untuk tidak mendekatinya, setelah itu Nabi SAW bersabda, "Janganlah engkau ceritakan ini kepada seorang pun." Namun Hafshah menceritakannya kepada Aisyah, maka beliau pun mengila‘ untuk tidak masuk ke tempat para istrinya selama satu bulan. Beliau menghindari mereka selama dua puluh sembilan hari, kemudian Allah menurunkan ayat, "Mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu. " (Qs. At-Tahriim [66]: 1). Dia (perawi) berkata, "Redaksi hadits ini sangat panjang." Sunan Daruquthni 3969: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Abdullah bin Syabib menceritakan kepada kami, Ahmad bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku temukan di dalam kitab ayahku: Dari Az-Zuhri, dari Ubaidullah bin Abdullah, dari Ibnu Abbas, dia berkata, "Hafshah pernah mendapati Rasulullah SAW bersama Ummu Ibrahim (yakni Mariyah) pada hari giliran Aisyah, lalu Hafshah berkata, 'Aku pasti akan memberitahukan kepadanya,' (yakni Aisyah) maka Rasulullah SAW berkata, „(Kini) dia haram bagiku bila aku mendekatinya.' Lalu Hafshah memberitahukan hal itu kepada Aisyah. Kemudian Allah 'Azza wa Jalla memberitahu Rasul-Nya tentang hal itu (pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah), lalu beliau memberitahukan (kepada Hafshah) sebagian yang telah dikatakannya (yakni dikatakan Hafshah kepada Aisyah), lalu Hafshah bertanya, 'Siapa yang memberitahumu?' Beliau menjawab, 'Telah diberitahukan kepadaku oleh Dzat Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.'' Lalu Rasulullah SAW meng-ila' para istrinya selama satu bulan, kemudian Allah menurunkan ayat, 'Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan)." (Qs. At-Tahriim [66]: 4) Ibnu Abbas berkata, "'Lalu aku bertanya kepada Umar, 'Siapa kedua wanita yang bahumembahu menyusahkan Rasulullah SAW?' Dia menjawab, 'Hafshah dan Aisyah'." Sunan Daruquthni 3970: Abu Al Qasim bin Mani' menceritakan kepada kami, Daud bin Rusyd menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Az-Zubair bin Khuraiq, dari Atha‘ tentang seorang laki-laki yang berkata kepada istrinya, "Engkau haram bagiku" atau "Engkau ditalak tiga sekaligus" atau "Engkau ditalak dengan talak yang tanpa keraguan", dia berkata, "Ucapannya 'Engkau haram bagiku' adalah sumpah yang harus ditebus, adapun ucapannya 'talak tiga sekaligus' dan 'talak tanpa keraguan' maka itu berlaku." Sunan Daruquthni 3971: Al Husain bin Ismail menceritakan kepada kami, Muhammad bin Manshur menceritakan kepada kami, Rauh menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari Salim Al Afthas, dari Sa'id bin Jubiar, dari Ibnu Abbas, bahwa ia didatangi oleh seorang laki-laki, lalu dia berkata, "Sesungguhnya aku telah menetapkan istriku haram bagiku." Ibnu Abbas berkata, "Engkau bohong, dia itu tidak haram bagimu." Kemudian dia membacakan ayat, 'Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang Allah menghalalkannya bagimu,'' (Qs. At-Tahriim [66]: 4) engkau menanggung kafarat (tebusan) yang paling berat, yaitu memerdekakan hamba sahaya." Sunan Daruquthni 3972: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz menceritakan kepada kami dengan cara mendikte, Abdurrahman bin Shalih Al Azdi menceritakan kepada kami, Ali bin Ghurab menceritakan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja'far Al Anshari, ayahku menceritakan kepadaku dari kakek ayahnya, Rafi' bin Sinan, bahwa ketika ia memeluk Islam, istrinya enggan memeluk Islam, sementara mereka mempunyai anak perempuan yang hampir disapih, lalu ia mengadukannya kepada Rasulullah SAW. Beliau pun bersabda, "Letakkan anak itu di antara kalian berdua, lalu panggillah dia." Keduanya kemudian melakukannya, lalu anak itu condong kepada ibunya, kemudian Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, tunjukilah dia." Maka anak itu pun condong kepada ayahnya, lalu ayahnya pun segera mengambilnya." Sunan Daruquthni 3973: Ibnu Abu Ats-Tsalj menceritakan kepada kami, Muhammad bin Hammad AthThahrani menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami dari Abdul Hamid bin Ja'far, ayahku menceritakan kepada kami, bahwa kakeknya, Rafi' bin Sinan, memeluk Islam sedangkan istrinya enggan memeluk Islam, sementara mereka mempunyai anak perempuan yang bernama Umairah. Sang istri kemudian meminta anak perempuan itu namun ia dicegah. Keduanya lalu menghadap Nabi SAW, maka Rasulullah SAW berkata, kepada si wanita, "Duduklah engkau di sebelah sini." Beliau lantas berkata kepada yang laki-laki, "Duduklah engkau di sebelah sini." Kemudian beliau berkata (kepada keduanya), "Panggillah dia." Lalu keduanya memanggil anak tersebut. Anak tersebut kemudian condong kepada ibunya, maka Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, tunjukilah dia." Lalu anak tersebut condong kepada ayahnya, maka sang ayah pun mengambilnya lalu membawanya pergi. Sunan Daruquthni 3974: Ibnu Mubasysyir menceritakan kepada kami, Ahmad bin Sinan menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abu Nu'aim menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Ibrahim bin Maisarah, dari Thawus, bahwa Abu Ash-Shahba‘ datang kepada Ibnu Abbas, lalu Ibnu Abbas berkata kepadanya, "Ungkapkan dari pikiranmu, dari dadamu dan dari yang engkau hafal." Abu Ash-Shahba' berkata kepadanya, "Apakah engkau tahu, bahwa di masa Rasulullah, tiga (talak) itu dikembalikan kepada satu?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya. Memang tiga (talak) itu dikembalikan kepada satu pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan di awal masa khilafah Umar. Namun ketika pemerintahan Umar, orang-orang sering menyambung talak, maka Umar bin Khaththab RA memberlakukannya sebagai talak tiga." Sunan Daruquthni 3975: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdullah bin Ziyad Al Haddad menceritakan kepada kami, Abu Ash-Shalt Ismail bin Umayyah AdzDzari' menceritakan kepada kami, Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami, Abdul Aziz bin Shuhaib menceritakan kepada kami dari Anas, dia berkata: Aku mendengar Mu'adz bin Jabal berkata "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, 'Wahai Mu'adz. Barangsiapa menalak secara bid'ah dengan talak satu, dua atau tiga, maka kami berlakukan bid'ahnya padanya'." Sunan Daruquthni 3976: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Abdullah bin Ziyad Al Haddad menceritakan kepada kami, Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami, Sa'id bin Rasyid menceritakan kepada kami dari Humaid Ath-Thawil, dari Anas bin Malik, dia berkata: Aku mendengar Mu'adz bin Jabal berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa menalak secara bid'ah, maka kami berlakukan bid‟ahnya padanya'." Sunan Daruquthni 3977: Abu Shalih Al Ashbahani Abdurrahman bin Sa'id dan Utsman bin Ja'far Al-Labban menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Al Hajjaj bin Nadzir menceritakan kepada kami, Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dia berkata, "Barangsiapa menalak istrinya yang sedang haid dengan talak tiga, maka istrinya itu menjadi haram baginya, dan dia telah bermaksiat terhadap Rabb-nya dan menyalahi aturan Sunnah." Sunan Daruquthni 3978: Abu Shalih dan Utsman menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Muhammad bin Al Hajjaj menceritakan kepada kami, Abdurrahim bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Ubaidullah, dari Nafi', dari Ibnu Umar dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 3979: Al Qadhi Ahmad bin Kamil menceritakan kepada kami, Ubaid bin Katsir menceritakan kepada kami, Muhammad bin Marwan Al Qaththan menceritakan kepada kami, Sa'id bin Utsman Al Khazzaz menceritakan kepada kami dari A'idz bin Habib, dari Aban bin Taghlib, dia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Ja'far bin Muhammad tentang laki-laki yang menalak istrinya dengan talak tiga maka dia menjawab, 'Dia (yakni istrinya) menjadi haram baginya, dan tidak halal lagi baginya sehingga (wanita itu) menikah dengan suami selainnya.' Lalu aku berkata kepadanya, 'Bolehkah aku memberi fatwa kepada orang-orang dengan ini?' Ia menjawab, 'Ya'." Sunan Daruquthni 3980: Abu Al Hasan Ali bin Muhammad bin Ahmad Al Mishri menceritakan kepada kami, Abdullah bin Wuhaib Al Ghazzi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abu As-Sari menceritakan kepada kami, Rawwad bin Abbad bin Katsir menceritakan kepada kami dari Ayyub, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi SAW menetapkan khulu'* (talak tebus) sebagai talak ba‘n. Sunan Daruquthni 3981: Abdul Baqi bin Qani' menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Ahmad bin Marwan Al Wasithi menceritakan kepada kami, Abu Hazim Ismail bin Yazid Al Bashri menceritakan kepada kami, Hasyim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Ma'mar menceritakan kepada kami dari Amr bin Muslim, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa istrinya Tsabit bin Qais meminta khulu' darinya. Maka Rasulullah SAW memerintahkannya agar ia beri-ddah dengan satu kali haid. Sunan Daruquthni 3982: Dan Ibnu Al Mughirah menceritakan kepada kami, Ar-Ramadi menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Amr bin Muslim, dari Ikrimah, bahwa istrinya Tsabit, redaksi selanjutnya sama namun, tanpa menyebutkan Ibnu Abbas. Sunan Daruquthni 3983: Muhammad bin Makhlad dan Al Abbas bin Al Abbas bin Al Mughirah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Ahmad bin Manshur bin Sayyar menceritakan kepada kami dari Abdurrazzaq, Ma'mar mengabarkan kepada kami dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, dia berkata: Aku mendengar Ibnu Abbas berkata, "Talak tiga pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan dua tahun pertama masa khilafah Umar adalah satu. Lalu Umar berkata, 'Sesungguhnya orang-orang telah bersikap tergesa-gesa dalam urusan yang dulunya mereka berikan penangguhan. Bagaimana kalau kita berlakukan itu pada mereka.' Lalu dia pun memberlakukan itu terhadap mereka." Sunan Daruquthni 3984: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Humaid Al Mishishi menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Hajjaj bin Muhammad berkata: Ibnu Juraij berkata: Ibnu Thawus mengabarkan kepadaku dari ayahnya, bahwa Abu Ash-Shahba' berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah engkau tahu bahwa (talak) tiga dianggap satu pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, dan dianggap tiga pada masa pemerintahan Umar?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3985: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Marzuq dan Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Abu Ashim menceritakan kepada kami dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Thawus, dari ayahnya, bahwa - Abu Ash-Shahba' menanyakan kepada Ibnu Abbas, "Aku persumpahkan engkau kepada Allah, apakah engkau tahu bahwa (talak) tiga dikembalikan kepada satu pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan di awal masa khilafah Umar?" Dia menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3986: Muhammad bin Yahya bin Mirdas menceritakan kepada kami, Abu Daud menceritakan kepada kami, Ahmad bin Shalih menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij mengabarkan kepada kami, Ibnu Thawus mengabarkan kepadaku dari ayahnya, bahwa Abu Ash-Shahba' berkata kepada Ibnu Abbas, "Apakah engkau tahu, bahwa (talak) tiga dijadikan satu pada masa Rasulullah SAW dan Abu Bakar, dan dijadikan tiga pada masa pemerintahan Umar?" Ibnu Abbas menjawab, "Ya." Sunan Daruquthni 3987: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Yazid bin Sinan menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Al Muammal, dari Ibnu Abu Mulaikah, dia berkata , "Abu Al Jauza' berkata kepada Ibnu Abbas, 'Apakah engkau tahu bahwa (talak) tiga dikembalikan kepada satu pada masa Rasulullah SAW dan di awal masa pemerintahan Umar?' Dia menjawab,'Ya'." Sunan Daruquthni 3988: Ahmad bin Kamil menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ahmad bin Abu Khaitsamah menceritakan kepada kami, Amr bin Ali menceritakan kepada kami, Abu Ashim menceritakan kepada kami, Abdullah bin Al Muammal menceritakan kepada kami dari Ibnu Mulaikah, dia berkata, "Abu Al Jauza" bertanya kepada Ibnu Abbas, 'Apakah engkau tahu bahwa (talak) tiga dikembalikan kepada satu pada masa Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar?' Dia menjawab, 'Ya'." Abdullah bin Al Muammal adalah seorang perawi dha'if, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Ibnu Abu Mulaikah selainnya. Sunan Daruquthni 3989: Muhammad bin Abdullah bin Ghailan menceritakan kepada kami, Al Husain bin Al Junaid menceritakan kepada kami, Sa'id bin Masalamah menceritakan kepada kami, Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Katsir, dari Mujahid, dia berkata: Pada suatu hari, aku sedang duduk-duduk bersama Abdullah bin Abbas, tiba-tiba seorang laki-laki menghampirinya lalu berkata, "Wahai Ibnu Abbas, sesungguhnya aku telah menalak istriku dengan tiga talak." Maka Ibnu Abbas berkata, "Engkau telah bermaksiat terhadap Rabb-vau dan istrimu telah haram bagimu. Engkau tidak bertakwa kepada Allah maka bagaimana mungkin Dia memberimu jalan keluar. Engkau menalak dan bersikap dungu, lalu engkau berkata, 'Wahai Ibnu Abbas' padahal Allah telah berfirman, 'Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar).' (Qs. Ath-Thalaaq [65]: 1) yaitu untuk menghadapi masa iddah mereka'." Sunan Daruquthni 3990: Dia berkata: Dan Ismail bin Umayyah menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Abu Yazid, bahwa ketika ia sedang di majlis bersama Ibnu Abbas, lalu dia mendengar darinya apa yang diceritakan oleh Mujahid dari hadits ini. Sunan Daruquthni 3991: Muhammad bin Ahmad bin Abu Ats-Talj menceritakan kepada kami, Umar bin Syabbah menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Katsir dari Mujahid, bahwa seorang lakilaki bertanya kepada Ibnu Abbas, dia mengatakan, bahwa dia telah menalak istrinya dengan talak tiga. Kemudian ia menyebutkan redaksi yang serupa. Sunan Daruquthni 3992: Muhammad bin Ismail Al Farisi menceritakan kepada kami, Ja'far Al Qalanisi menceritakan kepada kami, Abu Ar-Rabi' menceritakan kepada kami, Hammad bin Katsir menceritakan kepada kami, Ayyub menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Katsir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas, dengan redaksi yang serupa. Sunan Daruquthni 3993: An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Bisyr bin Al Hakam menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Mahdi dan Yahya bin Sa'id menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Sufyan menceritakan kepada kami dari Asy-Syaibani, dari Asy-Sya'bi, dari Amr bin Salamah, dari Ali, tentang ila‘ dia berkata, "Dihentikan setelah empat bulan. Setelah itu terserah apakah dia akan melanjutkan (ikatan pernikahannya) atau menalak." Sunan Daruquthni 3994: Dan diriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Bukair bin Al Akhnas, dari Mujahid, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Ali, dia berkata, "Dihentikan setelah empat bulan. (Setelah itu) dia memilih untuk melanjutkan (ikatan pernikahannya) atau menalak." Sunan Daruquthni 3995: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Ibnu Abu Maryam menceritakan kepada kami, Yahya bin Ayyub menceritakan kepada kami dari Ubaidullah bin Umar, dari Suhail bin Abu Shalih, dari ayahnya, bahwa dia berkata: Aku bertanya kepada dua belas orang sahabat Rasulullah SAW tentang laki-laki yang meng-ila‘ dan mereka berkata, "Tidak ada sesuatu atasnya sehingga berlalu empat bulan, lalu dihentikan. Bila melanjutkan (ikatan pernikahan) berarti selesai (perkaranya), dan jika tidak berarti dia menalak.‖ Sunan Daruquthni 3996: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Ali bin Harb menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Yahya bin Sa'id, dari Sulaiman bin Yasar, dia berkata, "Aku pernah hidup bersama sepuluh sahabat Rasulullah SAW, semuanya menghentikan orang yang meng-ila‘" Sunan Daruquthni 3997: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Abdurrahman bin Bisyr menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Mas'ud menceritakan kepada kami dari Habib bin Abu Tsabit, dari Thawus, bahwa Utsman menghentikan orang yang meng-ila‘ Sunan Daruquthni 3998: Dia berkata: Dan Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Manshur bin Salamah menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Bilal menceritakan kepada kami dari Umar bin Husain, dari Al Qasim, bahwa Utsman tidak memandang apa-apa pada ila‘ walaupun telah berlalu yang empat bulan sehingga dihentikan. Sunan Daruquthni 3999: Ismail bin Muhammad Ash-Shaffar menceritakan kepada kami, Abbas bin Muhammad menceritakan kepada kami, Qabishah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dan Ma'mar, dari Atha‘ Al Khurasani, dan Abu Salamah, dari Zaid bin Tsabit dan Utsman bin Affan, keduanya berkata, "Bila telah berlalu yang empat bulan, maka itu adalah satu talak." Sunan Daruquthni 4000: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Al Abbas bin Al Walid menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepadaku, Al Auza'i menceritakan kepada kami, Atha‘ Al Khurasani menceritakan kepadaku dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Utsman dan Zaid bin Tsabit, keduanya berkata, "Bila telah berlalu empat bulan, maka itu dianggap talak ba‘in." Sunan Daruquthni 4001: Abu Bakar menceritakan kepada kami, Al Maimuni menceritakan kepada kami, dia berkata, "Aku sebutkan kepada Ahmad bin Hanbal hadits Atha' Al Khurasani dari Abu Salamah, dari Utsman, dia pun berkata, 'Aku tidak tahu apa itu. Telah diriwayatkan dari Utsman hadits yang berbeda dengannya.' Lalu ditanyakan kepadanya, 'Siapa yang meriwayatkannya?' Dia menjawab, 'Habib bin Abu Tsabit dari Thawus, dari Utsman bahwa dia menghentikan orang yang meng-ila''." Sunan Daruquthni 4002: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Abu Al Azhar menceritakan kepada kami, Ya'qub bin Ibrahim menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami dari Ibnu Ishaq, Muhammad bin Muslim bin Syihab menceritakan kepadaku dari Sa'id bin Al Musayyab dan Abu Bakar bin Abdurrahman, bahwa Umar bin Khaththab rahimahullah pernah berkata, "Bila telah berlalu empat bulan, maka itu adalah satu talak, dan dia lebih berhak untuk merujuknya selama wanita itu masih dalam masa iddah-nya." Sunan Daruquthni 4003: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Ahmad bin Yusuf As-Sulami menceritakan kepada kami, Abu An-Nu'man dan Sulaiman bin Harb menceritakan kepada kami, keduanya berkata: Hammad bin Zaid menceritakan kepada kami dari Ayyub, dia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Sa'id bin Jubair, 'Apakah Ibnu Abbas pernah berkata, 'Bila telah berlalu empat bulan, maka itu adalah talak satu ba‘in. Tidak ada iddah baginya dan boleh menikah lagi bila dia mau?' Ia menjawab, 'Ya'." Sunan Daruquthni 4004: Abu Bakar An-Naisaburi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Yahya menceritakan kepada kami, Amr bin Abu Salamah menceritakan kepada kami dari Zuhair bin Muhammad, dari Ibnu Juraij, dari Amr bin Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Nabi SAW bersabda, "Bila seorang wanita mengklaim talak suaminya, lalu dia bisa mendatangkan saksi yang adil yang menyaksikan itu, maka suaminya diminta bersumpah. Bila sang suami bersumpah maka gugurlah kesaksian dari saksi tersebut, dan bila mundur (tidak mau bersumpah) maka mundurnya itu seperti kedudukan saksi lainnya, dan talaknya sah." Sunan Daruquthni 4005: Abdullah bin Muhammad bin Abdul Aziz Al Baghawi menceritakan kepada kami, Sa'id bin Yahya Al Amawi menceritakan kepada kami, ayahku menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij menceritakan kepada kami, Abdullah bin Abu Mulaikah mengabarkan kepadaku, dia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Abdullah bin Az-Zubair tentang laki-laki yang menalak istrinya, lalu menuntaskannya, kemudian laki-laki itu meninggal di masa iddah-nya sang istri?' Maka Ibnu Az-Zubair berkata, 'Abdurrahman bin Auf menalak istrinya, Tumadhur binti Al Ashbagh Al Kalbi, kemudian dia (Abdurrahman) meninggal ketika dia (Tumadhur) menjalani masa iddah-nya. Lalu Utsman memberinya bagian warisannya'." Sunan Daruquthni 4006: Ahmad bin Isa bin As-Sukain menceritakan kepada kami, Abdul Hamid bin Muhammad bin Al Mustalim menceritakan kepada kami, Makhlad bin Yazid menceritakan kepada kami, Ibnu Juraij mengabarkan kepadaku, Ibnu Abu Mulaikah mengabarkan kepadaku, dia bekata, "Aku pernah berjumpa dengan Ibnu Az-Zubair, saat itu ia datang dari Qu'aqi'an dengan menunggang kuda, lalu aku berkata, 'Bagaimana menurutmu tentang seorang laki-laki yang menalak istrinya dengan talak tiga?' Ia menjawab, 'Adapun Utsman, dia memberinya warisan'." Sunan Daruquthni 4007: Abdul Ghafir bin Salamah menceritakan kepada kami, Abu Syurahbil Isa bin Khalid menceritakan kepada kami, Abu Al Mughirah menceritakan kepada kami, Al Auza'i menceritakan kepada kami dari Az-Zuhri, bahwa Thalhah bin Abdurrahman bin Auf menceritakan kepadanya, bahwa Utsman memberikan warisan kepada Tumadhur binti Al Ashbagh dari Abdurrahman bin Auf, saat Abdurrahman bin Auf telah menalaknya, dan talaknya yang terakhir terjadi di masa sakitnya (Abdurrahman). Sunan Daruquthni 4008: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ayyub bin Al Walid Abu Sulaiman Adh-Dharir menceritakan kepada kami, Zaid bin Al Hubab menceritakan kepada kami, Sufyan Ats-Tsauri menceritakan kepada kami dari Habib bin Abu Tsabit, dari Amr bin Syu'aib, dari Abdullah bin Amr, dia berkata, "Mereka menemukan di dalam surat Amr: 'Bila terjadi kesia-siaan, maka walinya yang menalak untuknya.' Yakni tentang orang gila." Sunan Daruquthni 4009: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ash-Shaghani menceritakan kepada kami, Qabishah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Habib bin Abu Tsabit, dari Amr bin Syu'aib, dia berkata, "Kami menemukan di dalam surat Abdullah bin Amr, 'Bila orang gila menyia-nyiakan istrinya, maka walinya menalakkannya." Sunan Daruquthni 4010: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Ahmad bin Manshur menceritakan kepada kami, Yazid bin Al Adani menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Habib Ibnu Abi Tsabit menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib, dia berakata, "Kami mendapatkan di dalam surat Abdullah bin Amr dari Umar bin Khaththab, dia berkata, 'Bila orang gila menyia-nyiakan istrinya, walinya memerintahkan untuk menalak'." Abu Hudzaifah menguatkannya dari Sufyan dengan redaksi yang sama. Sunan Daruquthni 4011: Muhammad bin Makhlad menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Taubah menceritakan kepada kami, Abu Hudaifah menceritakan kepada kami (h) Dan Ibnu Mani' menceritakan kepada kami, Daud Ibnu Rusyaid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Ishaq, dari Yazid bin Abdullah bin Qusaith, dari Sa'id Ibnu Al Musayyab, dia berkata, "Seorang budak perempuan milik orang Arab kabur, ketika budak itu sampai di Wadil Qura, dia lalu menuju ke desa tempat semula dia kabur, Ia kemudian dinikahi oleh seorang lakilaki dari bani Udzrah, lalu wanita itu mengandung anaknya. Majikannya lantas mencerainya kemudian, lalu laki-laki itu menuntut tebusannya dan anaknya. Umar memutuskan diyat untuk orang Udzrah itu, budak laki-laki ditebus budak laki-laki dan budak perempuan dengan budak perempuan. Dia juga menetapkan harga budak —bila tidak menemukannya-— di kalangan penduduk desa senilai enam puluh dinar atau tujuh ratus dirham, sedangkan penduduk pedalaman enam bagian." Sunan Daruquthni 4012: Ya'qub bin Ibrahim Al Bazzaz menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Abdullah bin Bakr menceritakan kepada kami, Sa'id bin Abu Arubah menceritakan kepada kami dari Mathar Al Warraq, dari Atha‘ dari Aisyah, bahwa dia berkata tentang pengharaman, "(Itu adalah) sumpah yang harus ditebus." Sunan Daruquthni 4013: Ya'qub menceritakan kepada kami, Ibnu Arafah menceritakan kepada kami, As-Sahmi menceritakan kepada kami dari Sa'id, dari Qatadah, dari Sa'id bin Al Musayyab, Atha', Thawus, Sulaiman bin Yasar dan Sa'id bin Jubair, bahwa mereka pernah berkata tentang pengharaman, "(Itu adalah) sumpah yang harus ditebus."