1. Bersuci
Sunan Tirmidzi 1: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Awanah] dari [Simak bin Harb], dan telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Israil] dari [Simak] dari [Mush'ab bin Sa'd] dari [Ibnu Umar] dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Tidak akan diterima shalat yang dilakukan tanpa bersuci, dan tidak akan diterima sedekah yang berasal dari harta curian." Hannad menyebutkan dalam haditsnya: "Tidak suci." Abu Isa berkata: "Hadits ini adalah yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini." Dalam bab tersebut juga ada hadits dari Abu Al Malih dari Bapaknya dan Abu Hurairah dan Anas. Dan Abu Al Malih bin Usamah namanya adalah Amir, disebut juga Zaid bin Usamah bin Umair Al Hudzali."
Sunan Tirmidzi 2: Telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Musa Al Anshari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ma'n bin Isa Al Qazzaz] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Anas]. Dari jalur yang lain: dan telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dari [Malik] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika seorang muslim, atau seorang mukmin berwudlu, lalu ia membasuh wajahnya, maka dosa-dosa yang berada di wajahnya karena pandangan mata akan keluar bersama air, atau bersama tetesan air yang terakhir, atau yang semisal itu. Jika ia membasuh tangan, maka dosa-dosa dari tangannya akan keluar bersama air, atau bersama tetesan air yang terakhir hingga ia keluar tanpa dosa sedikitpun." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih, yaitu hadits riwayat Malik dari Suhail dari bapaknya dari Abu Hurairah dan Abu Shalih, ayah Suhail, yaitu Abu Shalih As Samman, dan namanya adalah Dzakwan. Abu Hurairah sendiri masih diperselisihkan tentang namanya: sebagian mengatakan Abdu Syamsi, sebagian mengatakan Abdullah bin 'Amru dan seperti inilah, Muhammad bin Isma'il berkata: "Itu yang paling benar." Abu Isa berkata: dalam bab ini juga ada riwayat dari Utsman bin 'Affan, Tsauban, Ash Shunabihi, Umar bin Abasah, Salman, Abdullah bin 'Amru, dan Ash Shunabihi yang meriwayatkan dari Abu Bakar Ash Shiddiq, namun ia tidak mendengar langsung dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Namanya adalah Abdurrahman bin Usailah, sedang julukannya Abu Abdullah, ia melakukan perjalanan untuk menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri telah wafat ketika ia masih dalam perjalanan. Ia telah meriwayatkan beberapa hadits dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ash Shunabi Ibnul A'sar Al Ahmasi adalah seorang sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, ia disebut juga dengan nama Ash Shunabihi. Hadits yang ia riwayatkan adalah: ia berkata: aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya aku akan berbanyak-banyakkan umat, maka jangan sekali-kali kalian saling membunuh setelahku."
Sunan Tirmidzi 3: Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] dan [Mahmud bin Ghailan] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan]. (dalam jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] dari [Muhammad Ibnul Hanafiah] dari [Ali] dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam, beliau bersabda: "Kunci shalat adalah bersuci, keharamannya adalah takbir dan penghalalannya adalah salam." Abu Isa berkata: "Hadits ini adalah yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini. Abdullah bin Muhammad bin Aqil adalah seorang yang jujur, namun ada beberapa ahli ilmu yang memperbincangkan tentang hafalannya." Abu Isa berkata: "Aku telah mendengar Muhammad bin Isma'il berkata: "Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Ibrahim dan Al Humaidi, mereka berdalil dengan hadits Abdullah bin Muhammad bin Aqil. Muhammad berkata: "Masanya berdekatan." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Jabir dan Abu Sa'id."
Sunan Tirmidzi 4: telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr Muhammad bin Zanjawih Al Baghdadi] dan tidak hanya satu, ia berkata: telah menceritakan kepada kami [Husain bin Muhammad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Qarn] dari [Abu Yahya Al Qattat] dari [Mujahid] dari [Jabir bin Abdullah] radliyallahu 'anhuma, ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kunci surga adalah shalat, sedang kunci shalat adalah wudlu."
Sunan Tirmidzi 5: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Syu'bah] dari [Abdul Aziz bin Shuhaib] dari [Anas bin Malik] ia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam jika akan masuk WC beliau mengucapkan: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA (Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu)." Syu'bah berkata: "Dalam waktu lain beliau mengucapkan: "A'UUDZU BIKA MINAL KHUBTSI WAL KHABIIS (Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan) atau AL KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan setan perempuan)." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Zaid bin Arqam, Jabir dan Ibnu Mas'ud." Abu Isa berkata: "Hadits Anas bin Isa adalah yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini. Sedangkan dalam hadits Zaid bin Arqam dalam sanadnya ada kerancuan. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Hisyam Ad Dastuwa`i dan Sa'id bin Abu Arubah dari Qatadah. Sa'id menyebutkan dari Al Qasim bin 'Auf Asy Syaibani dari Zaid bin Arqam. Dan Hisyam Ad Dastuwa`i dari Qatadah dari Zaid bin Arqam, sedang Syu'bah dan Ma'mar meriwayatkannya dari Qatadah dari An Nadlr bin Anas. Syu'bah menyebutkan dari Zaid bin Arqam. Ma'mar menyebutkan dari An Nadlr bin Anas dari bapaknya, dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam. Abu Isa berkata: "Aku bertanya kepada Muhammad tentang riwayat tersebut, maka ia menjawab: "Masih dimungkinkan bahwa Qatadah meriwayatkan dari keduanya."
Sunan Tirmidzi 6: telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Abdah Adl Dlabbi Al Bashri] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Abdul Aziz bin Shuhaib] dari [Anas bin Malik] berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam jika masuk ke dalam WC beliau mengucapkan: "ALLAHUMMA INNI A'UUDZU BIKA MINAL KHUBUTSI WAL KHABA`ITS (Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari setan laki-laki dan perempuan)." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 7: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Isma'il] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Isma'il] dari [Isra'il bin Yunus] dari [Yusuf bin Abu Burdah] dari [Bapaknya] dari [Aisyah] Radliaallahu 'anha, ia berkata: "Apabila Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam keluar dari WC, beliau membaca: "GHUFRAANAKA (Aku mengharap ampunan-Mu)." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya Hasan Gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali ia adalah dari hadits Israil, dari Yusuf bin Abu Burdah, sedangkan Abu Burdah bin Abu Musa namanya adalah 'Amir bin Abdullah bin Qais Al Asy'ari. Dan kami tidak mengetahui dalam bab ini kecuali hadits 'Aisyah Radliaallahu 'anha dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam."
Sunan Tirmidzi 8: telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Abdurrahman Al Makhzumi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari ['Atho` bin Yazid Al Laitsi] dari [Abu Ayyub Al Anshari] ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Jika engkau buang hajat maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya, baik buang air besar ataupun air kecil. Akan tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat." Abu Ayyub berkata: "Ketika kami tiba di Syam, kami mendapati WC mereka dibangun menghadap arah kiblat, maka kami berpaling darinya dan beristighfar kepada Allah." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Al Harits bin Jaz`i Az Zubaidi dan Ma'qil bin Abu Al Haitsam -disebut juga dengan Ma'qil bin Abu Umamah-, Abu Hurairah dan Suhail bin Hanif." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini hadits riwayat Abu Ayyub adalah yang paling baik dan paling shahih. Abu Ayyub namanya adalah Khalid bin Zaid, sedangkan Az Zuhri namanya adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidullah bin Syihab Az Zuhri, julukannya adalah Abu Bakr." Abu Al Walid Al Makki berkata: Abu Abdullah Muhammad bin Idris Asy Syafi'i berkata: "Hanyasanya makna dari sabda Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam "Janganlah kalian menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang air besar atau kecil" adalah di tempat yang terbuka. Adapun jika di dalam bangunan yang tertutup maka di sana ada keringanan untuk menghadap ke arah kiblat." Seperti ini pula yang dikatakan oleh Ishaq bin Ibrahim. Sedangkan Ahmad bin Hanbal Rahimahullah mengatakan: "Keringanan ketika buang air besar atau kecil dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam itu hanya untuk membelakanginya, adapun menghadap ke arahnya tetap tidak diperbolehkan." Seakan-akan Imam Ahmad tidak membedakan di padang pasir atau dalam bangunan yang tertutup untuk menghadap ke arah kiblat."
Sunan Tirmidzi 9: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] dan [Muhammad bin Al Mutsanna] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Wahb bin Jarir] berkata: telah menceritakan kepada kami [Bapakku] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Aban bin Shalih] dari [Mujahid] dari [Jabir bin Abdullah] ia berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam melarang menghadap arah kiblat ketika hendak kencing, namun aku melihat beliau setahun sebelum wafat menghadap arah kiblat." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Qatadah, Aisyah dan Ammar bin Yasir." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini, hadits riwayat Jabir derajatnya adalah hasan gharib."
Sunan Tirmidzi 10: Dan hadits ini telah diriwayatkan oleh [Ibnu Lahi'ah], dari [Abu Zubair], dari [Jabir], dari [Abu Qatadah], bahwa: "Dia pernah melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam kencing menghadap ke arah Qiblat." [Qutaibah] telah menceritakan demikian kepada kami, ia berkata: "Ibnu Lahi'ah telah menceritakan kepada kami." Dan hadits Jabir yang diriwayatkan dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam lebih shahih dari hadits Ibnu Lahi'ah, karena Ibnu Lahi'ah adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits, Imam Yahya bin Sa'id Al Qaththan dan yang lainnya telah mendla'ifkannya dari sisi hafalannya."
Sunan Tirmidzi 11: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdah bin Sulaiman] dari [Ubaidullah bin Umar] dari [Muhammad bin Yahya bin Habban] dari pamannya - [Wasi' bin Habban] - dari [Ibnu Umar] ia berkata: "Suatu hari aku naik ke loteng rumah Hafshah, lalu aku melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam sedang membuang hajat sambil menghadap arah Syam dengan membelakangi Ka'bah." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya adalah hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 12: telah menceritakan kepada kami [Ali Bin Hujr] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Syarik] dari [Al Miqdam bin Syuraih] dari [Bapaknya] dari [Aisyah] ia berkata: "Barangsiapa menceritakan kepada kalian bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam buang air kecil dengan berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidaklah buang air kecil kecuali dengan duduk." Dia berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari sahabat Umar, Buraidah dan Abdurrahman bin Hasanah." Abu Isa berkata: "Hadits Aisyah adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini, sedangkan hadits Umar diriwayatkan dari hadits Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Umar, ia berkata: "Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam pernah melihatku kencing dalam keadaan berdiri, kemudian beliau bersabda: 'Wahai Umar, janganlah kamu kencing dengan berdiri.' maka setelah itu aku tidak pernah lagi kencing dengan berdiri." Abu Isa berkata: "Hanyasanya yang memarfu'kan hadits ini adalah Abdul Karim bin Abul Mukhariq, dan dia adalah seorang yang lemah menurut para ahli hadits. Abu Ayyub As Sikhtiyani juga telah melemahkan dan memperbincangkannya." Ubaidullah telah meriwayatkan dari Nafi', dari Ibnu Umar, ia berkata: Umar Radliaallahu 'anhu berkata: "Aku tidak pernah kencing dengan berdiri sejak aku masuk Islam." Dan hadits ini lebih shahih ketimbang hadits Abdul Karim, sedangkan hadits Buraidah dalam bab ini tidaklah mahfudz (terjaga)." Sedangkan makna larangan kencing berdiri adalah berkaitan dengan tatakrama, bukan larangan yang bersifat pengharaman. Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: "Sesungguhnya termasuk perangai buruk apabila kamu kencing dengan berdiri."
Sunan Tirmidzi 13: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Al A'masy] dari [Abu Wa`il] dari [Hudzaifah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah mendatangi tempat pembuangan sampah suatu kaum, lalu beliau kencing sambil berdiri. Aku pergi agar menjauh dari beliau, namun beliau justru memanggilku hingga aku berada di sisinya, kemudian beliau berwudlu dan mengusap khufnya." Abu Isa berkata: "Aku mendengar [Al Jarud] berkata: Aku mendengar [Waki'] menceritakan hadits ini dari [Al A'masy], setelah itu Waki' berkata: "Ini adalah hadits yang paling shahih yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang mengusap khuf. Dan aku juga mendengar Abu Ammar Al Husain bin Huraib berkata: "Aku mendengar Waki', lalu ia menyebutkan seperti itu."" Abu Isa berkata: "Seperti inilah [Manshur] dan [Ubaidah Adl Dlabbi] meriwayatkan dari [Abu Wa`il] dari [Hudzaifah], sebagaimana riwayat Al A'masy. [Hammad bin Abu Sulaiman] dan [Ashim bin Badalah] juga meriwayatkan dari [Abu Wa`il], dari [Al Mughirah bin Syu'bah], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan hadits Abu Wa`il dari Hudzaifah adalah hadits yang paling shahih. Sebagian ahlu ilmu telah memberi keringanan kencing sambil berdiri." Abu Isa berkata: Ibrahin An Nakha'i telah meriwayatkan dari Abidah bin 'Amru As Salmani, dan 'Abidah adalah termasuk ulama Tabi`in senior. Diriwayatkan bahwa Abidah pernah berkata: "Aku masuk Islam dua tahun sebelum wafatnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." Sedangkan Ubaidah Adl Dlabbi adalah sahabat Ibrahim, yaitu Ubaidah bin Mu'attib Adl Dlabbi, yang dijuluki dengan Abu Abdul Karim.
Sunan Tirmidzi 14: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdussalam bin Harb Al Mula`i] dari [Al A'masy] dari [Anas] ia berkata: "Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak buang hajat beliau tidak mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah." Abu Isa berkata: Demikianlah [Muhammad bin Rabi'ah] meriwayatkan hadits ini dari [Al A'masy], dari [Anas]. Sementara [Waki'] dan [Abu Yahya Al Himmani] meriwayatkan dari [Al A'masy], ia berkata: "[Ibnu Umar] berkata: "Apabila Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam hendak buang hajat beliau tidak mengangkat kainnya hingga hampir menyentuh tanah." Dan kedua hadits ini adalah mursal. Dikatakan juga bahwa Al A'masy tidak mendengar dari Anas, dan tidak juga dari salah seorang sahabat Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam. Ia melihat Anas bin Malik, lalu ia berkata: "Aku melihat Anas sedang shalat." lalu ia menyebutkan darinya tentang shalat. Sedangkan nama Al A'masy adalah Sulaiman bin Mihran Abu Muhammad Al Kahili, dan ia adalah seorang mantan budak dari bani Kahili. Al A'masy berkata: "Bapakku dulu memiliki anak yang masih dalam kandungan kemudian diwarisi oleh Masruq."
Sunan Tirmidzi 15: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abu Umar Al Makki] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Ma'mar] dari [Yahya bin Abu Katsir] dari [Abdullah bin Abu Qatadah] dari [Bapaknya] berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam melarang seorang laki-laki menyentuh kemaluannya dengan tangan kanannya." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Aisyah, Salman, Abu Hurairah dan Suhail bin Hanif. Abu Isa berkata: Hadits ini derajatnya hasan shahih. Sedangkan Abu Qatadah Al Anshari namanya adalah Al Harits Ar Rib'i. Menurut para ahli ilmu penerapan hadits ini adalah dimakruhkannya melakukan istinja` (cebok) dengan menggunakan tangan kanan.
Sunan Tirmidzi 16: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari [Abdurrahman bin Yazid] ia berkata: "Apakah Nabi kalian Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengajarkan segala sesuatu hingga cara buang hajat?" [Salman] menjawab: "Benar, beliau melarang kami menghadap kiblat saat buang air besar atau air kecil, beristinja dengan tangan kanan, dan beristinja dengan batu kurang dari tiga buah, serta beristinja dengan menggunakan kotoran binatang atau tulang." Abu Isa berkata: Dalam bab ini juga ada riwayat dari Aisyah, Khuzaimah bin Tsabit, Jabir, Khallad Ibnu As Sa`ib, dari bapaknya. Abu Isa berkata: Dalam bab ini hadits Salman derajatnya hasan shahih, ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam dan orang-orang setelahnya. Mereka berpendapat bahwa beristinja dengan batu sudah mencukupi meskipun ia tidak melakukannya dengan air, yaitu ketika batu tersebut telah dapat membersihkan kotoran yang ada. Pendapat ini juga diambil oleh Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.
Sunan Tirmidzi 17: telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Qutaibah] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Isra'il] dari [Abu Ishaq] dari [Abu Ubaidah] dari [Abdullah] ia berkata: Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam keluar untuk buang hajat, beliau lalu bersabda: "Carikanlah tiga buah batu untukku." Abu Ubaid berkata: "Maka aku pun membawakan beliau dua batu dan satu kotoran binatang yang telah kering, beliau hanya mengambil dua batu dan melemparkan kotoran binatang tersebut kemudian bersabda: "Sesungguhnya kotoran binatang itu najis." Abu Isa berkata: "Seperti inilah [Qais bin Ar Rabi'] meriwayatkan hadits ini dari [Abu Ishaq], dari [Abu Ubaidah], dari [Abdullah] sebagaimana hadits riwayat Israil. [Ma'mar] dan ['Ammar bin Ruzaiq] juga meriwayatkan dari [Abu Ishaq], dari [Alqamah], dari [Abdullah]. [Zuhair] meriwayatkan dari [Abu Ishaq], dari [Abdurrahman Ibnul Aswad], dari bapaknya - [Al Aswad bin Yazid] -, dari [Abdullah]. Namun hadits ini ada kekacauan di dalamnya. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar Al Abdi berkata: telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far berkata: telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari 'Amru bin Murrah ia berkata: "Apakah engkau mengingat sesuatu dari Abdullah?" ia menjawab: "Tidak." Abu Isa berkata: "Aku bertanya kepada Abdullah bin Abdurrahman: "Riwayat manakah yang paling shahih dalam hadits Abu Ishaq ini?" namun ia tidak menjawab dengan sesuatu pun. Dan aku juga bertanya kepada Muhammad, namun ia juga tidak memberikan jawaban apapun." Seakan-akan ia melihat bahwa hadits Zuhair dari Abu Ishaq, dari Abdurrahman Ibnul Aswad, dari bapaknya, dari Abdullah mempunyai kemiripan, lalu ia meletakkannya dalam kitab Al Jami'." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini menurutku yang paling shahih adalah hadits Israil dan Qais dari Abu Ishaq, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah. Sebab Israil adalah seorang yang lebih kuat dan hafal dengan hadits Abu Ishaq dari yang lainnya. Hal itu diperkuat oleh Qais bin Ar Rabi'." Abu Isa berkata: "Aku mendengar Abu Musa Muhammad Ibnul Mutsanna berkata: aku mendengar Abdurrahman bin Mahdi berkata: "Tidaklah hilang dariku sebagaimana hilang dariku dari hadits Sufyan Ats Tsauri, dari Abu Ishaq kecuali sesuatu yang aku pegang atas Israil, karena ia meriwayatkan dengan sesuatu yang lebih sempurna." Abu Isa berkata: "Riwayat Zuhair dari Abu Ishaq tidaklah demikian, karena ia mendengarnya disaat-saat akhir." Ia berkata: "Aku mendengar Ahmad Ibnul Hasan At Turmudzi berkata: "Aku mendengar Ahmad bin Hanbal mengatakan: "Apabila engkau mendengar hadits dari Za`idah dan Zuhair maka mantaplah, meskipun engkau tidak mendengarnya dari yang lain, kecuali hadits dari Abu Ishaq, sedang Abu Ishaq namanya adalah 'Amru bin Abdullah As Sabi'i Al Hamdani, dan Abu Ubaidah bin Abdullah bin Mas'ud tidak mendengar dari bapaknya, dan namanya juga tidak dikenal."
Sunan Tirmidzi 18: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hafsh bin Ghiyats] dari [Dawud bin Abu Hind] dari [Asy Sya'bi] dari [Alqamah] dari [Abdullah bin Mas'ud] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian beristinja dengan menggunakan kotoran hewan dan tulang, karena sesungguhnya ia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin." Dalam bab ini ada juga hadits dari Abu Hurairah, Salman, Jabir dan Ibnu Umar. Abu Isa berkata: "[Isma'il bin Ibrahim] dan selainnya meriwayatkan hadits ini dari [Dawud bin Abu Hind], dari [Asy Sya'bi], dari [Alqamah], dari [Abdullah], bahwasanya ia bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pada malam lailatul qadar…haditsnya panjang. Asy Sya'bi berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Janganlah kalian beristinja dengan kotoran dan tulang karena sesungguhnya ia adalah makanan saudara kalian dari bangsa jin." Seakan-akan hadits riwayat Isma'il lebih shahih dari riwayat Hafsh bin Ghiyats. Para ulama mengamalkan hadits ini. Dan dalam hadits ada hadits lain juga yang diriwayatkan oleh Jabir dan Ibnu Umar Radliaallahu 'anhuma."
Sunan Tirmidzi 19: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Muhammad bin Abdul Malik bin Abu Asy Syawarib Al Bashri] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Awanah] dari [Qotadah] dari [Mu'adzah] dari [Aisyah] berkata: "Perintahkanlah suami-suami kalian bersuci dengan air, aku malu dengan mereka, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam melakukannya." Dalam bab ini ada juga hadits dari sahabat Jarir bin Abdullah Al Bajali, Anas dan Abu Hurairah. Abu Isa berkata: Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan para Ahlul Ilmi mengamalkan hadits ini, mereka memilih bersuci dengan air sekalipun bersuci dengan batu menurut mereka sah, Dan mereka lebih menyukai bersuci dengan air karena mereka melihat hal itu lebih utama. Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 20: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdul Wahab Ats Tsaqafi] dari [Muhammad bin 'Amru] dari [Abu Salamah] dari [Al Mughirah bin Syu'bah] ia berkata: "Aku bersama Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam dalam suatu perjalanan, kemudian Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam membuang hajat dan pergi ke tempat yang lebih jauh." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari sahabat Abdurrahman bin Abu Qurad, Abu Qatadah, Jabir, Yahya bin Ubaid dari bapaknya, Abu Musa, Ibnu Abbas dan sahabat Bilal bin Harits." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan diriwayatkan juga dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau menutupi tempat kencing ketika kencing sebagaimana tertutupnya sebuah rumah. Dan Abu Salamah namanya adalah Abdullah bin Abdurrahman bin 'Auf Az Zuhri."
Sunan Tirmidzi 21: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hajar] dan [Ahmad bin Muhammad bin Musa Mardawih] mereka berdua berkata: telah mengabarkan kepada kami [Abdullah Ibnul Mubarak] dari [Ma'mar] dari [Asy'ats bin Abdullah] dari [Al Hasan] dari [Abdullah bin Mughaffal] berkata: "Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam melarang seseorang kencing di tempat mandinya, dan beliau juga bersabda: "Umumnya waswas datang darinya." Ia berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari salah seorang sahabat Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam." Abu Isa berakta, "Hadits ini gharib (asing), kami tidak mengetahui hadits itu marfu' kecuali hadits dari Asy'ats bin Abdullah, dan ia juga disebut dengan Asy'ats Al A'ma." Sebagian ahli ilmu memakruhkan kencing di tempat pemandian, mereka mengatakan: "Umumnya was-was berasal darinya." Dan sebagian ahlul ilmi memberikan keringanan dalam perkara tersebut, di antaranya adalah Ibnu Sirin. Dan ketika dikatakan kepadanya, "Sesungguhnya umumnya was-was datang darinya." maka ia menjawab: "Rabb kita adalah Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya." Ibnul Mubarak berkata: "Ada kelonggaran kencing di tempat pemandian jika airnya mengalir." Abu Isa berkata: "Hal tersebut telah diceritakan kepada kami oleh Ahmad bin Abdah Al Amuli, dari Hibban, dari Abdullah bin Al Mubarak."
Sunan Tirmidzi 22: telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdah bin Sulaiman] dari [Muhammad bin 'Amru] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sekiranya tidak memberatkan umatku sungguh akan aku perintahkan untuk bersiwak setiap kali akan shalat." Abu Isa berkata: "Hadits ini diriwayatkan oleh [Muhammad bin Ishaq] dari [Muhammad bin Ibrahim], dari [Abu Salamah,] dari [Zaid bin Khalid], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." Dan hadits Abu Salamah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah dan Zaid bin Khalid dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam, menurutku keduanya shahih. Karena hadits itu tidak hanya diriwayatkan oleh satu jalur, yaitu dari Abu Hurairah dari Nabi Shallahu 'alaihi wa Sallam, tetapi dari jalur lainnya, sehingga hadits riwayat Abu Hurairah menjadi shahih. Sedangkan Muhammad bin Isma'il mengklaim bahwa hadits Abu Salamah yang diriwayatkan dari Zaid bin Khalid derajatnya lebih shahih. Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga terdapat riwayat dari Abu Bakar Ash Shiddiq, Ali, Aisyah, Ibnu Abbas, Hudzaifah, Zaid bin Khalid, Anas, Abdullah bin 'Amru, Ibnu Umar, Ummu Habibah, Abu Ayyub, Tammam bin Abbas, Abdullah bin Handlallah, Ummu Salamah, Watsilah Al Asqa' dan Abu Musa."
Sunan Tirmidzi 23: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdah bin Sulaiman] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Muhammad bin Ibrahim] dari [Abu Salamah] dari [Zaid bin Khalid Al Juhani] ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Seandainya tidak memberatkan ummatku niscaya aku akan perintahkan mereka bersiwak setiap kali akan shalat, dan aku juga akan akhirkan shalat 'Isya hingga sepertiga malam." Ia berkata: "Zaid bin Khalid menghadiri shalat di masjid, sementara siwaknya berada di telinganya seperti pena yang selalu berada di telinga seorang penulis, ia tidak bangkit menegakkan shalat hingga ia melakukan siwak terlebih dahulu. Setelah itu ia meletakkannya kembali pada tempatnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 24: Telah menceritakan kepada kami [Abul Walid Ahmad bin Bakkar Ad Dimasqi] ada yang mengatakan bahwa ia termasuk anak Busr bin Artha`ah, sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Ia berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] dari [Al Auza'i] dari [Az Zuhri] dari [Sa'id Ibnul Musayyab] dan [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian bangun dari tidur maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam bejana hingga ia menuangkan air ke tangannya dua atau tiga kali, karena ia tidak tahu dimana tangannya bermalam." Dalam bab ini juga terdapat riwayat dari Ibnu Umar, Jabir dan Aisyah. Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Asy Syafi'i berkata: "Aku menyukai pada setiap orang yang bangun dari tidur, baik tidur siang atau yang selainnya, untuk tidak memasukkan tangannya ke dalam air wudlunya hingga ia mencucinya dengan air terlebih dahulu, dan aku benci jika seseorang memasukkannya sebelum mencucinya terlebih dahulu. Meskipun hal itu tidak merusak kesucian air tersebut selama dalam tangannya tidak terdapat najis." Ahmad bin Hanbal berkata: "Apabila seseorang bangun di waktu malam kemudian memasukkan tangannya ke dalam air wudlu sebelum mencucinya, maka akan membuat aku keheranan jika ia membuang air tersebut." Dan Ishaq juga mengatakan: "Jika seseorang bangun di waktu malam atau siang hari maka janganlah memasukkan tangannya ke dalam air wudlu hingga ia mencucinya."
Sunan Tirmidzi 25: telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] dan [Bisyr bin Mu'adz Al Aqadi] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Bisyr Ibnul Mufadldlal] dari [Abdurrahman bin Harmalah] dari [Abu Tsifal Al Murri] dari [Rabah bin Abdurrahman bin Abu Sufyan bin Huwaittib] dari [Neneknya] dari [Bapaknya] ia berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada wudlu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah (ketika akan berwudlu)." Ia berkata: "Dalam bab ini juga terdapat riwayat dari Aisyah, Abu Sa'id, Abu Hurairah, Sahl bin Sa'd dan Anas." Abu Isa berkata: "Imam Ahmad bin Hambal berkata: "Aku tidak mengetahui dalam bab ini hadits yang memiliki sanad jayyid (bagus)." Ishaq berkata: "Jika ia meninggalkan bacaan basmalah dengan sengaja maka harus mengulangi wudlunya, namun jika lupa atau karena mentakwil maka wudlunya tetap sah." Muhammad bin Isma'il berkata: "Hadits yang paling baik dalam bab ini adalah hadits Rabah bin Abdurrahman." Abu Isa berkata: "Rabah bin Abdurrahman menceritakan dari neneknya, dari bapaknya. Sedangkan nama bapaknya adalah Sa'id bin Zaid bin 'Amru bin Nufail, Abu Tsifal Al Murri namanya Tsumamah bin Hushain, dan Rabah bin Abdurrahman namanya Abu Bakr bin Huwaithib. Di antara mereka ada yang meriwayatkan hadits ini, lalu ia berkata: 'Dari Abu Bakr bin Huwaithib.' lalu ia menasabkannya pada kakeknya." Telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Ali Al Hulwani] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Harun] dari [Yazid bin Iyadl] dari [Abu Tsifal Al Murri] dari [Rabah bin Abdurrahman bin Abu Sufyan bin Huwaithib] dari [Neneknya binti Sa'id bin Zaid] dari [Bapaknya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan hadits yang serupa."
Sunan Tirmidzi 26: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dan [Jarir] dari [Manshur] dari [Hilal bin Yasaf] dari [Salamah bin Qais] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika engkau berwudlu maka masukkanlah air ke dalam hidung, dan jika engkau beristijmar maka lakukanlah dengan bilangan ganjil." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Utsman, Laqith bin Shabrah, Ibnu Abbas, Al Migdam bin Ma'di Karib, Wa`il bin Hujr dan Abu Hurairah. Abu Isa berkata: "Hadits Salamah bin Qais derajatnya hasan shahih. Dan para ahli ilmu saling berbeda pendapat tentang hukum orang yang meninggalkan berkumur dan istinsyaq. Sebagian kelompok mengatakan: "Jika seseorang meninggalkannya hingga ia melaksanakan shalat, maka ia harus mengulangi shalatnya. Mereka berpendapat bahwa hal itu berlaku dalam wudlu dan mandi janabah. Yang berpendapat demikian adalah Ibnu Abu Laila, Abdullah Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Sedangkan Ahmad berpendapat bahwa melakukan istinsyaq lebih ditekankan pada wudlu. Abu Isa berkata: "Dan sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa hal itu berlaku dalam keadaan junub, bukan dalam wudlu." Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri dan sebagian dari penduduk Kufah. Dan sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa hal itu tidak berlaku dalam wudlu dan junub, karena keduanya adalah perkara sunnah, maka tidak ada kewajiban untuk mengulanginya bagi seseorang yang meninggalkan keduanya. Ini adalah pendapat Malik, Asy Syafi'i dalam qaul jadid."
Sunan Tirmidzi 27: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Musa] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Musa Ar Razi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Abdullah] dari [Amru bin Yahya] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Zaid] ia berkata: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu telapak tangan, beliau lakukan hal itu tiga kali." Dan bab ini ada riwayat dari Abdullah bin Abbas. Abu Isa berkata: "Hadits Abdullah bin Zaid adalah hadits yang derajatnya hasan gharib. Hadits ini juga diriwayatkan oleh [Malik] dan [Ibnu Uyainah] juga selainnya dari [Amru bin Yahya], namun mereka tidak menyebutkan lafadz: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu telapak tangan." Namun yang menyebutkan itu adalah Khalid bin Abdullah. Menurut ahli hadits, Khalid bin Abdullah adalah seorang yang dipercaya dan banyak hafalannya. Sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu telapak tangan adalah sah. Namun sebagian yang lain mengatakan: "Memisahkan antara keduanya adalah lebih kami sukai." Asy Syafi'i berkata: "Jika ia menghimpun dalam satu tangan maka itu telah sah, namun jika ia memisahkan antara keduanya maka hal itu lebih kami sukai."
Sunan Tirmidzi 28: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Abdul Karim bin Abu Al Mukhariq Abu Umayyah] dari [Hassan bin Hilal] ia berkata: "Aku melihat ['Amar bin Yasir] berwudlu seraya menyela-nyela jenggotnya, lalu ditanyakan padanya, atau ia berkata: Aku bertanya kepadanya: "kenapa engkau menyela-nyela jenggotmu?" dia menjawab: "Apa yang menghalangiku, padahal aku telah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyela-nyela jenggotnya." Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Sa'id bin Abu Arubah] dari [Qotadah] dari [Hassan bin Hilal] dari ['Ammar] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sebagimana hadits tersebut. Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga riwayat dari Utsman, Aisyah, Ummu Salamah, Anas, Ibnu Abu Aufa dan Abu Ayyub." Abu Isa berkata: Aku mendengar Ishaq bin Manshur berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: Ibnu Uyainah berkata: "Abdul Karim tidak mendengar dari Hassan bin Bilal tentang hadits tahlil (menyela-nyela jenggot)."
Sunan Tirmidzi 29: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Musa] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] dari [Israil] dari ['Amir bin Syaqiq] dari [Abu Wa`il] dari [Utsman bin 'Affan], bahwa: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menyela-nyela jenggotnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih." Muhammad bin Isma'il berkata: "Hadits yang paling shahih dalam bab ini adalah hadits 'Amir bin Syaqiq, dari Abu Wa`il dari Utsman." Abu Isa berkata: "Pendapat ini banyak diambil kebanyakan ahlul ilmi dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang yang sesudah mereka mengatakan demikian. Pendapat ini juga diambil oleh Imam Syafi'i. Imam Ahmad berkata: "Jika ia lupa menyela-nyela jenggot, maka itu tidaklah mengapa." Sementara Ishaq berkata: "Jika ia meninggalkannya karena lupa atau karena takwil, maka hal itu sah baginya. Namun jika meninggalkannya dengan sengaja maka ia harus mengulanginya."
Sunan Tirmidzi 30: telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Musa Al Anshari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ma'n bin Isa Al Qazzaz] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Anas] dari ['Amru bin Yahya] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Zaid], bahwa: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap kepalanya dengan kedua tangannya, beliau memajukan dan mengundurkan keduanya, memulai dengan bagian depan kepalanya kemudian menjalankan keduanya sampai pada bagian tengkuk, setelah itu mengembalikan keduanya sampai kembali pada tempat yang semula, setelah itu mencuci kedua kakinya." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada riwayat dari Mu'awiyah, Al Miqdam bin Ma'di Karib dan Aisyah." Abu Isa berkata: "Hadits Abdullah bin Zaid adalah hadits yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini. Pendapat ini diambil oleh Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 31: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Bisyr Ibnul Mufadldlal] dari [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] dari [Ar Rabi' binti Mu'awwidz bin Afra`] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap kepalanya dua kali: beliau memulainya dari bagian belakang, lalu ke bagian depan. Juga kedua telinganya, bagian luar dan dalamnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan, sedangkan hadits riwayat Abdullah bin Zaid lebih shahih dan lebih baik sanadnya dari hadits tersebut. Dan sebagian penduduk Kufah mengamalkan hadits ini, di antaranya adalah Waki' Ibnul Jarrah."
Sunan Tirmidzi 32: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Bakr bin Mudlar] dari [Ibnu 'Ajlan] dari [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] dari [Ar Rabi' binti Mu'awwidz bin Afra], bahwasanya: Ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam sedang berwudlu, ia berkata: "Beliau mengusap kepala bagian depan dan belakang, kedua pelipis dan pada kedua telinganya satu kali." Berkata: "Dalam bab ini ada juga riwayat dari Ali serta kakek Thalhah bin Musharrif bin 'Amru." Abu Isa berkata: "Hadits Ar Rabi' ini derajatnya hasan shahih. Dan hadits ini telah diriwayatkan tidak hanya dari satu jalur sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau mengusap kepalanya satu kali." Hadits ini banyak diamalkan oleh sebagian besar dari para sahabat dan orang-orang setelahnya. Ja'far bin Muhammad, Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq berpendapat bahwa mengusap kepala hanya satu kali. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Manshur Al Makki berkata: aku mendengar Sufyan bin Uyainah berkata: Aku bertanya kepada Ja'far bin Muhammad tentang hukum mengusap kepala, apakah ia cukup dengan satu usapan saja?" ia menjawab, "Ya, demi Allah."
Sunan Tirmidzi 33: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Khasyram] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Abdullah bin Wahb] berkata: telah menceritakan kepada kami [Amru Ibnul Harits] dari [Habban bin Wasi'] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Zaid] bahwasanya "Ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, beliau mengusap kepalanya dengan air yang bukan kelebihan kedua tangannya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih." [Ibnu Lahi'ah] meriwayatkan hadits ini dari [Habban bin Wasi'], dari [bapaknya], dari [Abdullah bin Zaid], bahwa: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu mengusap kepalanya dengan air yang bukan sisa kedua tangannya." Dan Hadits riwayat 'Amru Ibnul Harits dari Habban lebih shahih, karena diriwayatkan tidak hanya dari satu jalur. Hadits ini dari Abdullah bin Zaid dan selainnya, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengambil air baru untuk mengusap kepalanya. Hadits ini banyak diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu, mereka berpendapat bahwasanya beliau mengambil air baru untuk mengusap kepalanya."
Sunan Tirmidzi 34: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Idris] dari [Muhammad bin 'Ajlan] dari [Zaid bin Aslam] dari ['Atho` bin Yasar] dari [Ibnu Abbas], Bahwasanya: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap kepala dan kedua telinga bagian luar dan bagian dalamnya." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits riwayat dari Ar Rabi'." Abu Isa berkata lagi: "Hadits Ibnu Abbas derajatnya hasan shahih. Dan hadits ini banyak diamalkan oleh ahli Ilmu, mereka berpendapat bahwa mengusap kedua telinga itu pada bagian luar dan dalamnya."
Sunan Tirmidzi 35: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Sinan bin Rabi'ah] dari [Syahr bin Hausyab] dari [Abu Umamah] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, beliau membasuh wajahnya tiga kali, dan kedua tangannya tiga kali, lalu mengusap kepalanya seraya bersabda: "Kedua telinga adalah termasuk bagian dari kepala." Abu Isa berkata: Qutaibah berkata: bahwa Hammad berkata: "Aku tidak tahu apakah ini perkataan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam atau dari Abu Umamah." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Anas." ia berkata lagi: "Hadits ini sanadnya tidak sesuai dengan susunannya." Dan hadits ini diamalkan oleh kebanyakan ahli ilmu dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka, bahwa kedua telinga termasuk bagian dari kepala. Pendapat ini diambil juga oleh Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Sementara ulama lain berpendapat, bahwa telinga bagian depan adalah termasuk wajah, sementara telinga bagian belakang adalah termasuk kepala. Ishaq berkata: "Aku memilih mengusap bagian depannya bersama wajah dan bagian belakangnya bersama kepala." Sedangkan Syafi'i berkata: "Keduanya adalah sunnah, bahwasanya beliau mengusap keduanya dengan air yang baru."
Sunan Tirmidzi 36: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Abu Hasyim] dari ['Ashim bin Laqith bin Shabirah] dari [Bapaknya] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika kamu berwudlu maka hendaklah menyela-nyela jari-jari." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ibnu Abbas, Al Mustaurid, yaitu Ibnu Syaddad Al Fihri, dan Abu Ayyub Al Anshari." Abu Isa berkata lagi: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, yaitu menyela antara jari-jari kaki ketika berwudlu. Pendapat ini juga diambil oleh Ahmad dan Ishaq." Ishaq berkata: "Ketika wudlu Ia menyela antara jari-jari tangan dan kakinya." Sedangkan Abu Hasyim nama sebenarnya adalah Isma'il bin Katsir Al Makki."
Sunan Tirmidzi 37: telah menceritakan kepada kami [Ibrahim bin Sa'id] -yaitu Al Jauhari- berkata: telah menceritakan kepada kami [Sa'd bin Abdul Hamid bin Ja'far] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abu Az Zinad] dari [Musa bin Uqbah] dari [Shalih] mantan budak At Tau`amah, dari [Ibnu Abbas] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika engkau berwudlu maka selalah antara jemari kedua tangan dan kedua kakimu." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan gharib."
Sunan Tirmidzi 38: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Lahi'ah] dari [Yazid bin 'Amru] dari [Abu Abdurrahman Al Hubuli] dari [Al Mustaurid bin Syaddad Al Fihri] ia berkata: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, dan ternyata beliau menggosok jari-jari kakinya menggunakan jari kelingkingnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan gharib, dan kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Ibnu Lahi'ah."
Sunan Tirmidzi 39: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Celakalah tumit-tumit (yang tidak terbasuh oleh air wudlu) dari api neraka." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga riwayat dari Abdullah bin 'Amru, Aisyah, Jabir bin Abdullah Ibnul Harits, yaitu Ibnu Jaz`i Az Zubaidi, Mu'aiqib, Khalid Ibnul Walid, Syurahbil bin Hasanah, 'Amru Ibnul 'Ash dan Yazid bin Abu Sufyan." Abu Isa berkata: "Hadits Abu Hurairah derajatnya hasan shahih." Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Celakalah tumit-tumit dan telapak kaki bagian dalam (yang tidak terkena air wudlu) dari api neraka." Abu Isa berkata: "Fikih dari hadits ini adalah: tidak boleh (tidak cukup) mengusap kedua telapak kaki jika keduanya tidak mengenakan khuf atau kaus kaki."
Sunan Tirmidzi 40: telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib], [Hannad] dan [Qutaibah] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan]. Dan dari jalur yang lain disebutkan: Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Zaid bin Aslam] dari ['Atho bin Yasar] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu satu kali satu kali." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Umar, Jabir, Buraidah, Abu Rafi' dan Ibnul Fakihi." Abu Isa berkata lagi: "Dan hadits riwayat Ibnu Abbas adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini. Risydin bin Sa'd dan yang lainnya meriwayatkan hadits ini dari Adl Dlahak bin Syurahbil, dari Zaid bin Aslam, dari bapaknya, dari Umar bin Khaththab berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu satu kali satu kali." Kemudian Abu Isa berkata: "Namun hadits ini tidak benar, sedangkan yang shahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh [Ibnu 'Ajlan], [Hisyam bin Sa'd], [Sufyan Ats Tsauri] dan [Abdul Aziz bin Muhammad], dari [Zaid bin Aslam], dari ['Atho bin Yasar], dari [Ibnu Abbas], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam."
Sunan Tirmidzi 41: telah menceritakan kepada kami [Abu Kuraib] dan [Muhammad bin Rafi'] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Hubab] dari [Abdurrahman bin Tsabit bin Tsauban] berkata: telah menceritakan kepadaku [Abdullah Ibnul Fadll] dari [Abdurrahman bin Hurmuz] -yaitu Al A'raj- dari [Abu Hurairah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu dua kali dua kali." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Jabir." Abu Isa berkata lagi, "Hadits ini hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Ibnu Tsauban dari Abdullah bin Al Fadll, dan sanadnya hasan shahih." Abu Isa berkata: [Hammam] telah meriwayatkan dari ['Amir Al Ahwal], dari ['Atho], dari [Abu Hurairah], bahwa: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu tiga kali tiga kali."
Sunan Tirmidzi 42: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Sufyan] dari [Abu Ishaq] dari [Abu Hayyah] dari [Ali] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu tiga kali-tiga kali." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Utsman, Aisyah, Ar Rabi', Ibnu Umar, Abu Umamah, Abu Rafi', Abdullah bin 'Amru, Mu'awiyah, Abu Hurairah, Jabir bin Abdullah bin Zaid, dan Ubai bin Ka'ab." Abu Isa berkata: "Hadits Ali adalah hadits yang paling shahih dan paling baik dalam bab ini, karena hadits yang diriwayatkan dari imam Ali tidak hanya dari satu jalur." Para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, yaitu bahwa wudlu itu cukup sekali-sekali, dua kali-dua kali lebih utama, dan lebih utama lagi bila dilakukan dengan tiga kali-tiga kali. Sedangkan selebihnya tidak ada keutamaannya." Ibnul Mubarak berkata: "Aku khawatir seseorang akan berbuat dosa manakala ia menambahkan lebih dari tiga kali dalam wudlu." Ahmad bin Ishaq berkata: "Tidak akan menambah lebih dari tiga kali kecuali orang yang dalam hatinya terkena was-was."
Sunan Tirmidzi 43: telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Musa Al Fazari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Syarik] dari [Tsabit bin Abu Shafiah] berkata: Aku berkata kepada [Abu Ja'far]: "Apakah [Jabir] menceritakan kepadamu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu sekali-sekali, dua kali-dua kali dan tiga kali-tiga kali?" ia menjawab: "Benar." Abu Isa berkata: "(Sedangkan) [Waki'] meriwayatkan hadits ini dari [Tsabit bin Abu Shafiah], ia berkata: Aku berkata kepada [Abu Ja'far]: "Apakah [Jabir] menceritakan kepadamu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu sekali-kali?" Ia menjawab: "Benar." [Hannad] dan [Qutaibah] menceritakan kepada kami tentang hal itu, mereka berkata: "[Waki'] telah menceritakan kepada kami dari [Tsabit bin Abu Shafiah]." Abu Isa berkata: "Hadits ini lebih shahih ketimbang hadits yang diriwayatkan oleh Syarik, karena hadits ini juga diriwayatkan dari jalur lainnya. Dan riwayat ini dari Tsabit seperti periwayatan Waki'. Sedangkan Syarik adalah orang yang banyak melakukan kesalahan. Tsabit bin Abu Shafiah adalah Abu Hamzah Ats Tsumali."
Sunan Tirmidzi 44: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari ['Amru bin Yahya] dari [Bapaknya] dari [Abdullah bin Zaid] ia berkata: "Sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, beliau membasuh mukanya tiga kali, membasuh tangannya dua kali-dua kali, dan mengusap kepala serta kakinya dua kali-dua kali." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan disebutkan pula dalam hadits lain bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kadang dalam wudlunya dengan jumlah sekali-sekali dan kadang dengan jumlah tiga kali-tiga kali. Para ulama juga memberikan keringanan dalam hal ini, mereka berpendapat bahwa seseorang dibolehkan berwudlu sesekali waktu dengan jumlah tiga kali-tiga kali dan sesekali waktu yang lain dengan sekali-sekali."
Sunan Tirmidzi 45: telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Qutaibah] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abul Ahwash] dari [Abu Ishaq] dari [Abu Hayyah] ia berkata: "Aku melihat [Ali] berwudlu, ia membasuh kedua telapak tangannya hingga bersih, lalu ia berkumur tiga kali, memasukkan air ke dalam hidung tiga kali, membasuh wajah tiga kali, membasuh kedua siku tiga kali, dan mengusap kepalanya satu kali. Lalu membasuh telapak kakinya hingga mata kaki, kemudian ia berdiri seraya mengambil sisa air wudlu dan meminumnya, sedang ia masih dalam keadaan berdiri. Setelah itu ia berkata: "Aku senang bisa memperlihatkan kepada kalian bagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Utsman, Abdullah bin Zaid, Ibnu Abbas, Abdullah bin 'Amru, Ar Rabi', Abdullah bin Unais dan Aisyah, semoga Allah meridlai mereka." Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abul Ahwash] dari [Abu Ishaq] dari [Abdu Khair], ia menyebutkan dari [Ali] sebagaimana hadits Abu Hayyah, hanya saja Abdu Khair mengatakan: "Jika Ali selesai dari bersuci, ia mengambil sisa air wudlunya dengan telapak tangan, setelah itu ia meminumnya." Abu Isa berkata: "Hadits Ali ini diriwayatkan oleh [Abu Ishaq Al Hamdani], dari [Abdu Khair] dan [Al Harits] dari [Ali]. Dan diriwayatkan pula oleh [Za`idah bin Qudamah] dan selainnya dari [Khalid bin Alqamah], dari [Abdu Khair], dari [Ali] Radliaallahu 'ahu (hadits tentang wudlu secara sempurna). Dan hadits ini derajatnya hasan shahih. Abu Isa berkata: "Syu'bah meriwayatkan hadits ini dari Khalid bin Alqamah, namun ia keliru dalam menyebutkan namanya dan juga nama bapaknya. Ia mengatakan: "Malik bin Urfuthah dari Abdu Khair dari Ali." Abu Isa berkata: "Hadits ini juga diriwayatkan oleh [Abu 'Awanah], dari [Khalid bin Alqamah], dari [Abdu Khair], dari [Ali]." Ia berkata: "Hadits diriwayatkan dari Malik bin Urfuthah sebagaimana dalam riwayat Syu'bah. Sedang yang benar adalah Khalid bin Alqamah."
Sunan Tirmidzi 46: telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] dan [Ahmad bin Abu Ubaidullah As Salimi Al Bashri] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Qutaibah Salam bin Qutaibah] dari [Al Hasan bin Ali Al Hasyimi] dari [Abdurrahman Al A'raj] dari [Abu Hurairah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jibril telah datang kepadaku kemudian berkata: 'Wahai Muhammad, jika kamu berwudlu maka bersucilah terlebih dahulu.'" Abu Isa berkata: "Hadits ini gharib." Dan ia berkata lagi: Aku mendengar Muhammad berkata: "Al Hasan bin Ali Al Hasyimi adalah Munkarul hadits." Dan dalam bab ini ada juga hadits dari Abul Hakam bin Sufyan, Ibnu Abbas, Zaid bin Haritsah dan Abu Sa'id Al Khudri, sebagian yang lain mengatakan Sufyan bin Al Hakam, atau Al Hakam bin Sufyan, dan mereka idltirab (berbeda beda) dalam hadits ini."
Sunan Tirmidzi 47: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Isma'il bin Ja'far] dari [Al 'Ala` bin Abdurrahman] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat menghapus kesalahan dan menaikkan derajat?" para sahabat menjawab: "Tentu, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Menyempurnakan wudlu disaat yang tidak disukai, memperbanyak langkah menuju masjid dan menunggu shalat setelah shalat. Dan itulah ribath." Telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Al 'Ala`] sebagaimana hadits tersebut. Qutaibah menyebutkan dalam haditsnya, "Itulah ribath, itulah ribath, itulah ribath." Tiga kali. Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Abdullah bin 'Amru, Ibnu Abbas dan Abidah, disebut juga Ubaidah bin Amru, Aisyah, Abdurrahman bin 'A`isy Al Hadlrami, dan Anas." Abu Isa berkata: "Dan hadits Abu Hurairah dalam bab ini adalah hadits yang paling baik dan derajatnya shahih." Dan Al 'Ala` bin Abdurrahman adalah Ibnu Ya'qub Al Juhani Al Huraqi, ia adalah seorang yang dapat dipercaya menurut ahli hadits."
Sunan Tirmidzi 48: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Waki' bin Al Jarrah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Wahb] dari [Zaid bin Hubab] dari [Abu Mu'adz] dari [Az Zuhri] dari [Urwah] dari [Aisyah] ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memiliki kain yang beliau gunakan untuk mengeringkan setelah berwudlu." Abu Isa berkata: "Hadits Aisyah tidak kuat dan tidak ada hadits yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bab ini, tentang Abu Mu'adz, mereka berkata: bahwa dia adalah Sulaiman bin Arqam, dan ia adalah orang yang lemah menurut para ahli hadits. Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Mu'adz bin Jabal."
Sunan Tirmidzi 49: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Risydin bin Sa'd] dari [Abdurrahman bin Ziyad bin An'um] dari [Utbah bin Humaid] dari [Ubadah bin Nusai] dari [Abdurrahman bin Ghanmi] dari [Mu'adz bin Jabal] ia berkata: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam setelah selesai berwudlu mengusap wajahnya dengan ujung kainnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya gharib dan dalam sanadnya lemah. Risydin bin Sa'd dan Abdurrahman bin Ziyad bin An'um Al Afriqi melemahkan haditsnya. Beberapa ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang setelah mereka memberikan keringanan untuk mengelap sisa wudlu, adapun bagi mereka yang memakruhkannya, hal itu hanya berdasarkan atas sebuah pendapat bahwa wudlu akan ditimbang dalam timbangan amal. Hal itu diriwayatkan dari Sa'id Ibnul Musayyab dan Az Zuhri. Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Humaid Ar Razi berkata: telah menceritakan kepada kami Jarir ia berkata: Ali bin Mujahid telah menceritakannya kepadaku, dan menurutku dia adalah seorang yang dapat dipercaya, yaitu dari Tsa'labah, dari Az Zuhri, ia berkata: "Tidak disukainya mengusap sisa wudlu karena itu akan ditimbang."
Sunan Tirmidzi 50: telah menceritakan kepada kami [Ja'far bin Muhammad bin Imran Ats Tsa'labi Al Kufi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Zaid bin Hubab] dari [Mu'awiyah bin Shalih] dari [Rabi'ah bin Yazid Ad Dimasyqi] dari [Abu Idris Al Khaulani] dan [Abu Utsman] dari [Umar bin Khaththab] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa berwudlu dan menyempurnakan wudlunya kemudian membaca: "ASYHADU ANLAA ILAAHA ILLALLAAH WAHDAHUU LAA SYARIIKALAHU WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHU WA RASUULUHU, ALLAAHUMMAJ'ALNI MINAT TAWWAABIINA WAJ'ALNI MINAL MUTATHAHHIRIIN." (aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah Yang Maha Esa dan tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mensucikan diri). Niscaya akan dibukakan baginya delapan pintu surga, ia dipersilahkan masuk dari pintu mana saja yang ia kehendaki." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Anas dan Uqbah bin 'Amir." Abu Isa berkata: "Hadits Umar telah diselisihi Zaid bin Hubab dalam hadits ini." Abu Isa berkata: "[Abdullah bin Shalih] dan yang lainnya telah meriwayatkan dari [Mu'awiyah bin Shalih], dari [Rabi'ah bin Yazid], dari [Abu Idris], dari [Uqbah bin A'mir], dari [Umar]. Dan [Rabi'ah] meriwayatkan dari [Abu Utsman], dari [Jubair bin Nufair], dari [Umar]. Dan hadits ini dalam sanadnya mengalami idltirab (pertentangan), dan dalam bab ini tidak ada hadits yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam." Muhammad berkata: "Abu Idris tidak mendengar sesuatu pun dari Umar."
Sunan Tirmidzi 51: telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] dan [Ali bin Hujr] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Ulaiyyah] dari [Abu Raihanah] dari [Safinah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu hanya dengan air satu mud dan mandi dengan satu sha'." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Aisyah, Jabir, dan Anas bin Malik." Abu Isa berkata: "Hadits Safinah derajatnya hasan shahih, sedangkan Abu Raihanan namanya adalah Abdullah bin Mathar." Demikanlah, para ahli ilmu berpendapat bahwa wudlu cukup dengan air satu mud dan mandi dengan satu sha'. Imam Syafi'i, Ahmad dan Ishak mengatakan: "Hadits ini bukan bermakna sebagai pembatasan, bahwa hal itu tidak boleh terlalu banyak atau sedikit, tetapi menurut kadarnya."
Sunan Tirmidzi 52: telah menceritakan kepada kami [Muhammad Bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Dawud Ath Thayalisi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Kharijah bin Mush'ab] dari [Yunus bin Ubaid] dari [Al Hasan] dari [Utai bin Dlamrah As Sa'di] dari [Ubai bin Ka'ab] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya pada tiap wudlu ada Setan yang dinamakan dengan Al Walhan, maka jauhilah was-was dalam air." Ia berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Abdullah bin 'Amru dan Abdullah bin Mughaffal." Abu Isa berkata: "Hadits Ubai bin Ka'ab adalah hadits gharib dan sanadnya tidak kuat menurut ahli hadits, karena kami tidak mengetahui seorang pun yang menyandarkan hadits ini kecuali Kharijah. Hadits ini juga telah diriwayatkan dari beberapa jalur dari perkataan Al Hasan. Dan tidak ada hadits yang sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bab ini. Menurut sahabat sahabat kami, Kharijah adalah seorang yang tidak kuat, dan Ibnul Mubarak melemahkannya."
Sunan Tirmidzi 53: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Humaid Ar Razi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Salamah Ibnul Fadll] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Humaid] dari [Anas] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berwudlu ketika akan shalat, baik dalam keadaan suci atau tidak." Humaid berkata: Aku berkata kepada Anas: "Lalu bagaimana dengan kalian, apa yang kalian lakukan?" ia menjawab: "Kami hanya berwudlu sekali." Abu Isa berkata: "Hadits Humaid dari Anas derajatnya hasan gharib dari sisi ini. Tetapi yang mashur menurut ahli hadits adalah hadits 'Amru bin 'Amir Al Anshari. Dan sebagian ahli ilmu berpendapat bahwa wudlu setiap akan melakukan shalat adalah dianjurkan, bukan diwajibkan.
Sunan Tirmidzi 54: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dan [Abdurrahman] -yaitu Ibnu Mahdi- mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Sa'id] dari ['Amru bin 'Amir Al Anshari] berkata: Aku mendengar [Anas bin Malik] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berwudlu setiap kali shalat." Aku berkata: "Lalu, kalian sendiri apa yang kalian perbuat?" ia menjawab: "Kami mengerjakan semua shalat dengan satu kali wudlu, selama kami belum batal." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, sedangkan hadits Humaid dari Anas haditsnya baik, namun gharib hasan."
Sunan Tirmidzi 55: Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Barangsiapa berwudlu dalam keadaan suci maka Allah akan mencatat baginya sepuluh kebaikan." Ia berkata: "[Al Afriqi] telah meriwayatkan hadits ini dari [Abu Ghuthaif], dari [Ibnu Umar], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. [Al Husain bin Huraits Al Marwazi] telah bercerita kepada kami seperti itu juga, bahwa [Muhammad bin Yazid Al Wasithi] telah bercerita kepada kami dari [Al Afriqi], dan sanadnya adalah lemah. Ali bin Al Madini berkata: "Yahya bin Sa'id Al Qaththan berkata: "Ketika disebutkan hadits ini kepada Hisyam bin Urwah dia menjawab: "Ini adalah sanad orang-orang timur." Abu Isa berkata: "Aku mendengar Ahmad bin Al Hasan berkata: "Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang dengan kedua mataku seperti Yahya bin Sa'id Al Qaththan."
Sunan Tirmidzi 56: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Sufyan] dari [Alqamah bin Martsad] dari [Sulaiman bin Buraidah] dari [Bapaknya] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam selalu berwudlu ketika akan shalat. Dan pada hari penaklukan kota Makkah, beliau mengerjakan semua shalat dengan satu wudlu dan mengusap khufnya. Lalu Umar berkata: "Sungguh, engkau melakukan sesuatu yang tidak biasa engkau lakukan." beliau menjawab: "Aku sengaja melakukannya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih." [Ali bin Qadim] meriwayatkan hadits ini dari [Sufyan Ats Tsauri], lalu ia menambahkan: "Rasulullah berwudlu dengan satu kali-satu kali." Ia berkata: "Dan [Sufyan Ats Tsauri] juga meriwayatkan hadits ini dari [Muharib bin Ditsar], dari [Sulaiman bin Buraidah], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau selalu berwudlu ketika akan shalat. Dan [Waki'] meriwayatkannya dari [Sufyan], dari [Muharib], dari [Sulaiman bin Buraidah], dari [bapaknya]. [Abdurrahman bin Mahdi] dan selainnya meriwayatkannya dari [Sufyan], dari [Muharib bin Ditsar], dari [Sulaiman bin Buraidah], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam secara mursal, dan ini lebih shahih dari hadits Waki'. Para ahli ilmu mengamalkan hadits ini, yaitu bahwa Rasulullah melakukan beberapa shalat dengan satu kali wudlu selama belum batal. Namun di antara mereka ada yang berwudlu setiap kali akan mengerjakan shalat karena ada anjuran dan demi mendapatkan keutamaan." Diriwayatkan pula dari Al Afriqi, dari Abu Ghuthaif, dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa berwudlu dalam keadaan masih suci maka Allah akan menuliskan baginya sepuluh kebaikan." Namun hadits ini sanadnya lemah. Dan dalam bab ini ada riwayat dari Jabir bin Abdullah bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat zhuhur dan ashar dengan satu wudlu."
Sunan Tirmidzi 57: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari ['Amru bin Dinar] dari [Abu Sya'tsa`] dari [Ibnu Abbas] berkata: [Maimunah] berkata kepadaku: "Aku pernah mandi bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu bejana ketika junub." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits hasan shahih, dan ini adalah pendapat kebanyakan fuqaha, bahwa seorang laki-laki boleh mandi dengan seorang wanita dalam satu bejana." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Aisyah, Anas, Ummu Hani`, Ummu Shubayyah Al Juhanniah, Ummu Salamah, dan Ibnu Umar." Abu Isa berkata: "Dan Abu Asy Sya'tsa` namanya adalah Jabir bin Zaid."
Sunan Tirmidzi 58: telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Sulaiman At Taimi] dari [Abu Hajib] dari [Seorang laki-laki dari bani Ghifar], ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang dari air sisa mandi seorang wanita." Dan dalam bab ini ada juga riwayat dari Abdullah bin Sarjis. Abu Isa berkata: "Sebagian fuqaha memakruhkan berwudlu dari air sisa mandi seorang wanita. Dan ini adalah perkataan Ahmad dan Ishaq, mereka memakruhkan air sisa bersucinya mereka, bukan sisa air yang masih dalam bejananya."
Sunan Tirmidzi 59: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] dan [Muhammad bin Ghailan] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Dawud] dari [Syu'bah] dari ['Ashim] berkata: Aku mendengar [Abu Hajib] menceritakan dari [Al Hakam bin 'Amru Al Ghifari] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki berwudlu dengan air sisa bersucinya wanita, atau ia mengatakan: "Air sisa yang masih di dalam bejananya." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits hasan. Dan Abu Hajib namanya adalah Sawadah bin 'Ashim." Muhammad bin Basysyar menyebutkan dalam haditsnya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang seorang laki-laki berwudlu dengan air sisa bersucinya seorang wanita." dan Muhammad bin Basysyar tidak ragu di dalamnya.
Sunan Tirmidzi 60: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari [Simak bin Harb] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: "Beberapa istri Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi dalam satu bejana, kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam hendak berwudlu darinya, namun ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku junub." beliau lalu menjawab: "Sesungguhnya air itu tidak junub (tidak najis)." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan hadits ini dipegang oleh Sufyan Ats Tsauri, Malik dan Syafi'i."
Sunan Tirmidzi 61: telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Al Hasan bin Ali Al khallal] dan yang lainnya, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Usamah] dari [Al Walid bin Katsir] dari [Muhammad bin Ka'ab] dari [Ubaidullah bin Abdullah bin Rafi' bin Khadij] dari [Abu Sa'id Al Khudri] ia berkata: Ada yang bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kami boleh berwudlu dari air sumur Budla'ah yang dibuang ke dalamnya terdapat kain bekas pembalut haid, daging anjing dan bangkai?" maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Sungguh air itu suci tidak ada sesuatu yang membuatnya najis." Abu Isa berkata: "Hadits ini hasan, Abu Usamah telah menyatakan bahwa dia adalah hadits yang baik, dan tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadits Abu Sa'id tentang sumur Budla'ah yang lebih baik dari apa yang diriwayatkan oleh Abu Usamah. Dan hadits ini telah diriwayatkan dari beberapa jalur dari Abu Sa'id. Juga dalam bab ini ada hadits dari Ibnu Abbas dan Aisyah."
Sunan Tirmidzi 62: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdah] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Muhammad bin Ja'far bin Az Zubair] dari [Ubaidullah bin Abdullah bin Umar] dari [Ibnu Umar] ia berkata: "Aku mendengar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang air yang ada di tanah lapang dan sering dikunjungi oleh binatang buas dan hewan hewan lainnya." Ibnu Umar berkata: Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Apabila air itu mencapai dua Qulah maka tidak akan mengandung kotoran (najis)." Abdah berkata: Muhammad bin Ishaq berkata: "Al Qullah adalah beberapa guci besar, dan Qullah adalah air yang biasa dipakai untuk minum." Abu Isa berkata: "Dan itu adalah pendapat Imam Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq. Mereka mengatakan: "Apabila air itu mencapai dua Qullah maka tidak ada sesuatu yang menjadikannya najis, yaitu selama tidak berubah bau atau rasanya, dan mereka mengatakan: "kira-kira airnya sebanyak lima Qirbah (kendi)."
Sunan Tirmidzi 63: telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] dari [Ma'mar] dari [Hammam bin Munabbih] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Jangan sekali-kali salah seorang dari kalian kencing di air yang diam (tidak mengalir) kemudian berwudlu darinya." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits yang hasan shahih, dan dalam bab ini juga ada riwayat dari Jabir."
Sunan Tirmidzi 64: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dari [Malik]. Dan dari jalur yang lain: Telah menceritakan kepada kami [Al Anshari Ishaq bin Musa] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ma'n] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik] dari [Shafwan bin Sulaim] dari [Sa'id bin Salamah] keluarga Ibnu Al Azraq, bahwa [Al Mughirah bin Abu burdah] bani Abdu Ad Dar, mengabarkan kepadanya, bahwasanya ia mendengar [Abu Hurairah] berkata: bahwa Seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mengarungi lautan dan kami hanya membawa sedikit air, jika kami gunakan air itu untuk wudlu maka kami akan kehausan. Lalu apakah kami boleh berwudlu dengan air laut?" maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun menjawab: "Laut itu suci airnya dan halal bangkainya." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Jabir dan Al Firasi. Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan ini adalah pendapat yang diambil oleh kebanyakan fuqaha dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antaranya adalah Abu Bakar, Umar dan Ibnu Abbas. Mereka berpendapat bahwa bersuci dengan air laut itu dibolehkan. Namun ada juga sebagian sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang memakruhkan hal itu, di antara mereka adalah Ibnu Umar dan Abdullah bin 'Amru. Dan Abdullah bin 'Amru berkata: "Itu adalah api."
Sunan Tirmidzi 65: telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Qutaibah] dan [Abu Kuraib] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Al A'masy] ia berkata: aku mendengar [Mujahid] menceritakan dari [Thawus] dari [Ibnu Abbas] berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melewati dua kuburan, kemudian beliau bersabda: "Keduanya sedang disiksa, dan mereka disiksa bukan karena dosa besar. Yang ini disiksa karena tidak menutup diri ketika kencing, dan yang satu lagi karena mengadu domba." Abu Isa berkata: Dan pada bab ini terdapat riwayat dari Abu Hurairah, Abu Musa, Abdurrahman bin Hasanah, Zaid bin Tsabit dan Abu Bakrah. Abu Isa berkata: Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dan [Manshur] meriwayatkan hadits ini dari [Mujahid], dari [Ibnu Abbas], dan di dalamnya dia tidak menyebutkan dari Thawus. Sedangkan hadits riwayat Al A'masy lebih shahih. Ia berkata: Aku mendengar Abu Bakr Muhammad bin Aban Al Balkhi -orang yang minta dibacakan oleh Waki'- berkata: Aku mendengar Waki' berkata: Al A'masy lebih hafal dengan sanad Ibrahim dari pada Manshur.
Sunan Tirmidzi 66: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Ahmad bin Muni'] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Ubaidillah bin Abdullah bin Utbah] dari [Ummu Qais binti Mihshan] ia berkata: "Aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersama anakku yang belum makan makanan (masih bayi), lalu ia mengencinginya. Maka Nabi pun minta untuk diambilkan air, lalu beliau menyiramkan air itu pada kencing tersebut." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Aisyah, Zainab, Lubabah binti Al Harits, yaitu Ummu Al Fadll bin Abbas bin Abdul Muthallib, Abu As Samh, Abdullah bin 'Amru, Abu Laila dan Ibnu Abbas. Ini pendapat banyak orang dari ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka seperti Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata: "Kencing anak laki-laki itu disiram (percikan) sedangkan kencing anak perempuan dicuci, hal ini jika keduanya belum makan, jika keduanya telah makan maka harus dicuci."
Sunan Tirmidzi 67: telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Muhammad Az Za'farani] berkata: telah menceritakan kepada kami ['Affan bin Muslim] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Humaid] dan [Qotadah] dan [Tsabit] dari [Anas] berkata: "Beberapa orang dari Urainah datang ke Madinah, namun mereka tidak cocok dengan iklim Madinah, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pun mengirim mereka ke (tempat) unta zakat. Beliau bersabda: "Minumlah kalian susu dan air kencingnya." Namun mereka membunuh pengembala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menggiring unta-unta tersebut, setelah itu mereka murtad. Lalu mereka pun dihadapkan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau kemudian memotong tangan dan kaki mereka secara bersilang, mata mereka dicongkel lalu dibuang ke harrah (padang pasir yang panas)." Anas berkata: "Aku melihat salah seorang dari mereka jatuh tersungkur hingga pasir masuk ke dalam mulut, lalu mereka mati." Dan mungkin Hammad berkata: "Ia menggigit tanah dengan mulutnya hingga mereka mati." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan hadits ini juga telah diriwayatkan dari Anas dengan jalur lain. ini adalah pendapat sebagian besar ahli ilmu, Mereka mengatakan: "Tidak apa-apa air kencing binatang yang boleh dimakan dagingnya."
Sunan Tirmidzi 68: telah menceritakan kepada kami [Al Fadll bin Sahl Al A'raj Al Baghdadi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Ghailan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yazid bin Zurai'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sulaiman At Taimi] dari [Anas bin Malik] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencongkel mata mereka karena mereka mencongkel mata pengembala tersebut." Abu Isa berkata: Hadits ini derajatnya gharib, kami tidak mengetahui yang menyebutkan hadits ini selain syaikh ini, dari Yazid bin Zurai', dan ini sesuai dengan firman-Nya: {dan luka luka (pun) ada qishasnya}. Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Muhammad bin Sirin, ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam melakukan hal itu kepada mereka sebelum turunnya ayat yang berbicara masalah hudud."
Sunan Tirmidzi 69: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Syu'bah] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah] berkata: Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Tidak ada wudlu kecuali karena sebab suara atau bau." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 70: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdul Aziz bin Muhammad] dari [Suhail bin Abu Shalih] dari [Bapaknya] dari [Abu Hurairah]: Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika salah seorang dari kalian berada dalam masjid lalu mendapatkan angin antara belahan pantatnya, maka janganlah ia keluar hingga ia mendengar suara atau mencium bau." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Zaid, Ali bin Thalq, Aisyah, Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Abu Sa'id." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, ini adalah pendapat para ulama, bahwa seseorang tidak harus wudlu hingga ia mendengar suara atau mendapatkan bau. Abdullah Ibnul Mubarak berkata: "Jika seseorang merasa ragu berhadas atau tidak, maka ia tidak harus berwudlu hingga yakin, sehingga ia berani sumpah dengannya." Ia berkata lagi, "Jika ada suara yang keluar dari kemaluan seorang perempuan, maka ia wajib wudlu." Ini adalah pendapat Imam Syafi'i dan Ahmad.
Sunan Tirmidzi 71: telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrazaq] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Hammam bin Munabbih] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan menerima shalat salah seorang dari kalian jika berhadats hingga ia berwudlu." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnaya adalah hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 72: telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Musa] penduduk Kufah, dan [Hannad] dan [Muhammad bin Ubaid Al Muharibi] dengan satu makna, mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdussalam bin Harb Al Mula`i] dari [Abu Khalid Ad Dalani] dari [Qotadah] dari [Abul Aliyah] dari [Ibnu Abbas] bahwasanya Ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidur dalam keadaan sujud hingga beliau mendengkur, setelah itu beliau bangun shalat. Lalu aku berkata: "Wahai Rasulullah, engkau telah tertidur!" Beliau bersabda: "Sesungguhnya wudlu itu tidak wajib kecuali bagi orang yang tidur dalam keadaan berbaring. Karena orang yang tidur dalam keadaan berbaring semua persendiannya akan menjadi lunak (merenggang)." Abu Isa berkata: "Abu Khalid namanya Yazid bin Abdurrahman." Ia berkata lagi: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Aisyah, Ibnu Mas'ud dan Abu Hurairah."
Sunan Tirmidzi 73: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Syu'bah] dari [Qatadah] dari [Anas bin Malik] ia berkata: "Para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidur, lalu mereka bangun dan melaksanakan shalat tanpa berwudlu lagi." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih." Ia berkata: "Aku mendengar Shalih bin Abdullah berkata: "Aku bertanya kepada Abdullah Ibnul Mubarak tentang hukum orang yang tidur dalam keadaan duduk dengan sengaja, ia menjawab: "Ia tidak harus berwudlu." Abu Isa berkata: "Sa'id bin Arubah meriwayatkan hadits Ibnu Abbas dari Qatadah dari Ibnu Abbas. Ia tidak menyebutkan di dalamnya nama Abul Aliyah dan tidak memarfu'kannya. Para ulama berbeda pendapat tentang wudlu karena tidur, sebagian ulama berpendapat atas tidak wajibnya berwudlu apabila tidur itu dilakukan dengan duduk atau berdiri, hingga ia tidur dengan berbaring. Pendapat ini diambil oleh Ats Tsauri, Ibnul Mubarak dan Ahmad. Namun sebagian mereka berkata: "Jika ia tidur hingga akalnya tidak berfungsi, maka ia wajib wudlu." Pendapat ini di ambil oleh Ishaq. Imam Asy Syafi'i berkata: "Jika seseorang tidur hingga bermimpi, atau hingga tempat duduknya bergeser karena tidur, maka ia wajib berwudlu."
Sunan Tirmidzi 74: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Muhammad bin 'Amru] dari [Abu Salamah] dari [Abu Hurairah] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Hendaknya berwudlu karena sesuatu yang disentuh api, meskipun itu susu kering (keju)." Abu Salamah berkata: Ibnu Abbas bertanya kepadanya: "Wahai Abu Hurairah, apakah kami harus berwudlu karena makan minyak samin? Dan apakah kami juga harus wudlu karena minum air hangat?" Abu Salamah berkata: Abu Hurairah lalu menjawab: "Wahai anak saudaraku, jika engkau mendengar hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, maka janganlah kamu membuat permisalan-permisalan (padanan)." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Habibah, Ummu Salamah, Zaid bin Tsabit, Abu Salamah, Abu Ayyub dan Abu Musa." Abu Isa berkata lagi: "Sebagian ulama berpendapat bahwa wudlu wajib dilakukan karena sesuatu yang dirubah oleh api (mentah menjadi matang), namun sebagian besar ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelahnya tidak berwudlu karena sesuatu yang dirubah oleh api."
Sunan Tirmidzi 75: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] ia mendengar [Jabir]. [Sufyan] berkata: dan telah menceritakan kepada kami [Muhammad Ibnul Munkadir] dari [Jabir] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar bersamaku. Beliau mengunjungi seorang wanita Anshar, lalu wanita itu menyembelih seekor kambing untuknya beliau pun memakannya, kemudian wanita itu juga membawakan sebuah keranjang berisi kurma segar, dan beliau juga memakannya. Setelah itu beliau berwudlu karena zhuhur, shalat dan pergi. Wanita itu kemudian membawakan sisa kambing tersebut, beliau pun memakannya, setelah itu melaksanakan shalat ashar tanpa berwudlu terlebih dahulu. Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Bakar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Mas'ud, Abu Rafi', Ummu Al Hakam, 'Amru bin Umayyah, Ummu 'Amir, Suwaid bin An Nu'man dan Ummu Salamah." Abu Isa berkata: "Hadits Abu Bakar dalam bab ini tidak sah dari sisi sanadnya." Dan yang meriwayatkannya adalah Husan bin Mishak, dari Ibnu Sirin, dari Ibnu Abbas, dari Abu Bakar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Tetapi hadits yang shahih adalah riwayat dari Ibnu Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, demikianlah para hafidz (ahli hadits) meriwayatkannya. Diriwayatkan juga dari jalur lain: dari Ibnu Sirin, Ibnu Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Hadits itu juga diriwayatkan oleh 'Atho` bin Yasar, Ikrimah, Muhammad bin 'Amru bin 'Atha, Ali bin Abdullah bin Abbas, dan masih banyak lagi dari Ibnu Abbas, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tanpa menyebutkan dalam sanadnya nama Abu Bakar Ash Shiddiq. Dan inilah yang paling shahih. Kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka mengamalkan hadits ini. Mereka berpendapat bahwasanya tidak harus berwudlu karena makan sesuatu yang disentuh api. Ini adalah akhir dua hal dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, seakan-akan ini menghapus hadits pertama, yaitu hadits tentang wudlu karena sesuatu yang disentuh api."
Sunan Tirmidzi 76: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Abdullah bin Abdullah Ar Razi] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari [Al Barro` bin 'Azib] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang hukum wudlu karena maka daging unta, beliau menjawab: "Berwudlulah karenanya." Lalu beliau ditanya tentang hukum wudlu karena makan daging kambing, beliau menjawab: "Janganlah kalian berwudlu karenanya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Jabir bin Samurah dan Usaid bin Hudlair." Abu Isa berkata: "Al Hajjaj bin Artha`ah telah meriwayatkan hadits ini dari Abdullah bin Abdullah, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Usaid bin Hudlair. Tetapi yang benar adalah hadits Abdurrahman bin Abu Laila dari Al Bara` bin 'Azib. Ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. Dan [Ubaidah Adl Dlabbi] meriwayatkan dari [Abdullah bin Abdullah Ar Razi], dari [Abdurrahman bin Abu Laila], dari [Dzul Ghurrah Al Juhanni]. Sedangkan Hammad bin Salamah meriwayatkan hadits ini dari Al Hajjaj bin Artha`ah, namun ia melakukan kesalahan dalam periwayatannya. Ia mengatakan: "Abdullah bin Abdurrahman bin Abu Laila, dari bapaknya, dari Usaid bin Hudlair. Dan yang shahih adalah, dari Abdullah bin Abdullah Ar Razi, dari Abdurrahman bin Abu Laila, dari Al Bara` bin 'Azib. Ishaq berkata: "Dalam bab ini ada dua hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang shahih: yaitu hadits Barra` dan hadits Jabir bin Samurah." Ini pendapat Ahmad dan Ishaq. Dan telah diriwayatkan dari sebagian ahli ilmu dari kalangan tabi'in dan selainnya, mereka berpendapat bahwasanya tidak harus wudlu karena makan daging unta. Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah."
Sunan Tirmidzi 77: telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id Al Qaththan] dari [Hisyam bin Urwah] berkata: telah mengabarkan kepadaku [Bapakku] dari [Busrah binti Shafwan] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka janganlah shalat hingga ia berwudlu." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Habibah, Abu Ayyub, Abu Hurairah, Arwa binti Unais, Aisyah, Jabir, Zaid bin Khalid dan Abdullah bin 'Amru. Abu Isa berkata: "Hadits ini riwayatnya hasan shahih." Ia berkata: "Demikianlah, tidak hanya satu yang meriwayatkan hadits ini, dari Hisyam bin Urwah, dari bapaknya, dari Busrah. Dan riwayat [Abu Usamah] juga tidak hanya satu yang meriwayatkan hadits ini, dari [Hisyam bin Urwah], dari [bapaknya], dari [Marwan], dari [Busrah], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Dan telah meriwayatkan seperti itu pula Ishaq bin Manshur, ia berkata: "Abu Usamah menceritakan kepada kami seperti ini." Dan hadits ini juga diriwayatkan oleh Abu Az Zinad, dari Urwah, dari Busrah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Seperti itu pula yang diriwayatkan kepada kami oleh [Ali bin Hujr]. Ia berkata: "Telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abu Az Zinad], dari [bapaknya], dari [Urwah], dari [Busrah], dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti itu. Dan ini adalah pendapat tidak hanya seorang, dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. hal ini juga diambil oleh Al Auza'i, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq." Muhammad berkata: "Hadits yang paling shahih dalam bab ini adalah hadits Busrah." Dan Abu Zur'ah berkata: "Dalam bab ini, hadits Ummu Habibah juga shahih, yaitu hadits Al 'Ala` Ibnul Harits, dari Makhul, dari 'Anbasah bin Abu Sufyan, dari Ummu Habibah." Muhammad berkata: "Makhul belum pernah mendengar dari 'Anbasah bin Abu Sufyan." Sedangkan 'Anbasah meriwayatkan dari seorang laki-laki, dari 'Anbasah selain hadits ini, seakan-akan ia tidak berpendapat bahwa hadits ini shahih."
Sunan Tirmidzi 78: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Mulazim bin 'Amru] dari [Abdullah bin Badr] dari [Qais bin Thalq bin Ali Al Hanafi], dari [Bapaknya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Kemaluan hanyalah segumpal atau sepotong daging dari seseorang." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Umamah." Abu Isa berkata: "Diriwayatkan tidak hanya dari satu sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sebagian tabi'in, mereka berpendapat bahwa tidak ada wudlu karena menyentuh kemaluan. Ini adalah pendapat yang diambil oleh penduduk Kufah dan Ibnul Mubarak. Dan hadits ini adalah sebaik-baik hadits yang diriwayatkan dalam bab ini. Hadits ini diriwayatkan oleh [Ayyub bin Utbah] dan [Muhammad bin Jabir] dari [Qais bin Thalq], dari [bapaknya]. Namun ada beberapa ulama yang masih memperbincangkan tentang Muhammad bin Jabir dan Ayyub bin Utbah. Dan hadits Mulazim bin Amru dari Abdullah bin Badr lebih shahih dan lebih baik."
Sunan Tirmidzi 79: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] dan [Hannad] dan [Abu Kuraib] dan [Ahmad bin Muni'] dan [Mahmud bin Ghailan] dan [Abu 'Ammar Al Husain bin Huraits] mereka berkata: [Waki'] menceritakan kepada kami dari [Al A'masy] dari [Habib bin Abu Tsabit] dari [Urwah] dari [Aisyah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mencium sebagian istrinya, setelah itu keluar shalat dan tidak berwudlu lagi." Urwah berkata: "Itu pasti engkau sendiri." Urwah berkata: "Lalu ia pun tertawa." Abu Isa berkata: "Yang telah meriwayatkan hadits ini bukan hanya seorang dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in." pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri dan penduduk Kufah. Mereka mengatakan: "Tidak ada kewajiban berwudlu karena mencium." Sedangkan Malik bin Anas, Al Auza'i, Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq berpendapat bahwa mencium itu mengharuskan wudlu. Pendapat ini diambil tidak hanya satu dari kalangan ahli ilmu dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. Namun sahabat-sahabat kami meninggalkan hadits dari Aisyah karena menurut mereka lemah dari sisi sanad. Abu Isa berkata: "Aku mendengar Abu Bakr Al Aththar Al Bashri menyebutkan dari Ali Ibnul Madini, ia berkata: "Yahya bin Sa'id Al Qaththan melemahkan hadits ini. dan ia berkata: "Itu sama dengan sesuatu yang tidak ada apa-apanya." Ia juga berkata: "Aku mendengar Muhammad bin Isma'il melemahkan hadits ini, dan Habib bin Abu Tsabit belum pernah mendengar dari Urwah." Telah diriwayatkan dari [Ibrahim At Taimi], dari [Aisyah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menciumnya dan beliau tidak berwudlu lagi. Namun hadits ini juga tidak sah. Kami tidak pernah mengetahui bahwa Ibrahim At Taimi pernah mendengar dari Aisyah. Tidak ada hadits yang shahih dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam bab ini."
Sunan Tirmidzi 80: telah menceritakan kepada kami [Abu Ubaidah bin Abu As Safar (yaitu) Ahmad bin Abdullah Al Hamdani Al Kufi]. Dan [Ishaq bin Manshur] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Ubaidah], Ishaq berkata: telah mengabarkan kepada kami [Abdu Ashshamad bin Abdul Warits] berkata: telah menceritakan kepadaku [Bapakku] dari [Husain Al Mu'allim] dari [Yahya bin Abu Katsir] berkata: telah menceritakan kepadaku [Abdurrahman bin 'Amru Al Auza'i] dari [Ya'isy Ibnul Walid Al Makhzumi] dari [Bapaknya] dari [Ma'dan bin Abu Thalhah] dari [Abu Darda`] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam muntah, lalu beliau berbuka dan berwudlu. Abu Darda' berkata: "Lalu aku bertemu dengan [Tsauban] di masjid Damaskus, aku kabarkan hal itu kepadanya, maka ia pun berkata: "Benar, bahkan akulah yang menuangkan air wudlu kepada beliau." Abu Isa berkata: Ishaq bin Manshur berkata: "Ma'dan bin Thalhah." Abu Isa berkata: "Sedangkan Ibnu Abu Thalhah lebih shahih." Abu Isa berkata: "Tidak hanya satu orang ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in yang berpendapat bahwa seseorang itu harus berwudlu karena muntah atau darah (mimisan). Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Ahmad dan Ishaq. Sedangkan sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang tidak harus berwudlu karena muntah atau mimisan. Pendapat ini diambil oleh Malik dan Syafi'. Husain Al Mu'allim menganggap bahwa hadits ini baik. Dan hadits Husain adalah hadits yang paling baik dalam bab ini. Ma'mar meriwayatkan hadits ini dari Yahya bin Abu Katsir, namun ia salah di dalamnya. Ia berkata: "Dari Ya`isy Ibnul Walid, dari Khalid bin Ma'dan, dari Abu Darda`, dan ia tidak menyebutkan di dalamnya nama Al Auza'i. Ia menyebutkan dari Khalid bin Ma'dan, padahal ia adalah Ma'dan bin Abu Thalhah."
Sunan Tirmidzi 81: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Syarik] dari [Abu Fazarah] dari [Abu Zaid] dari [Abdullah bin Mas'ud] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadaku: "Apa yang ada di dalam embermu?" Aku pun menjawab: "Arak." beliau lalu bersabda: "Kurma yang baik dan air yang suci." Ibnu Mas'ud berkata: "Maka beliau pun berwudlu dengannya." Abu Isa berkata: "Hanyasanya hadits ini diriwayatkan dari Abu Zaid dari Abdullah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Sedangkan Abu Zaid adalah seorang yang belum dikenal oleh para ahli hadits. Dia tidak diketahui pernah meriwayatkan hadits kecuali hadits ini. Sebagian ahli ilmu berpandangan bahwa seseorang boleh berwudlu dengan nabidz (arak). Di antaranya adalah Sufyan Ats Tsauri dan selainnya. Dan sebagian yang lain berpandangan bahwa seseorang tidak boleh berwudlu dengan arak. Ini adalah pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Ishaq berkata: "Jika seseorang diuji dengan ini, maka hendaklah ia berwudlu dengan arak, tetapi aku lebih suka jika ia bertayammum." Abu Isa berkata: Adapun perkataan seseorang: "Tidak boleh berwudlu dengan arak." adalah lebih dekat dengan Al Qur`an dan lebih layak. Karena Allah Ta'ala berfirman, (lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)).
Sunan Tirmidzi 82: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Uqail] dari [Az Zuhri] dari [Ubaidillah bin Abdullah] dari [Ibnu Abbas] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam minum susu, lalu beliau minta diambilkan air seraya berkumur dengan air tersebut, setelah itu beliau bersabda: "Sesungguhnya pada susu itu ada lemaknya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Sahl bin Sa'd As Sa'idi dan Ummu Salamah." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits yang derajatnya hasan shahih, sebagian ahli ilmu berpandangan bahwa seseorang diharuskan berkumur dengan air setelah minum susu. Sedangkan menurut kami itu hanyalah sekedar disunnahkan saja. Dan sebagian dari mereka bahkan tidak mengharuskan seseorang berkumur karena minum susu."
Sunan Tirmidzi 83: telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] dan [Muhammad bin Basysyar] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad Muhammad bin Abdullah Az Zubair] dari [Sufyan] dari [Adl Dlahhak bin Utsman] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] berkata: "Ada seorang lelaki mengucapkan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam ketika Nabi sedang kencing, maka beliau pun tidak menjawabnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, hanyasannya hal ini (menjawab salam) menjadi makruh dikalangan kami apabila sedang buang air besar atau kencing, sebagaimana yang telah ditafsirkan oleh sebagian ahli Ilmu. Dan hadits ini adalah hadits yang paling baik yang diriwayatkan dalam bab ini. Abu Isa berkata: "Dalam bab ini terdapat juga hadits dari Al Muhajir bin Qunfudz, Abdullah bin Hanzhalah, Alqamah bin Al Afra', Jabir dan Al Barra`."
Sunan Tirmidzi 84: telah menceritakan kepada kami [Sawwar bin Abdullah Al 'Anbari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Mu'tamir bin Sulaiman] berkata: aku mendengar [Ayyub] menceritakan dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Jika bejana dijilat oleh anjing maka harus dicuci tujuh kali, yang salah satunya atau yang terakhir dengan tanah. Namun jika bejana tersebut dijilat oleh kucing cukup dicuci sekali." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya adalah hasan shahih. Ini adalah pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Hadits ini juga diriwayatkan dengan jalur lain dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seperti ini. Hanya saja, tidak disebutkan di dalamnya: "Jika bejana tersebut dijilat oleh kucing cukup dicuci sekali." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Mughaffal."
Sunan Tirmidzi 85: telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Musa Al Anshari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ma'n] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Anas] dari [Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah] dari [Humaid binti 'Ubaid bin Rifa'ah] dari [Kabsyah binti Ka'b bin Malik] istri Ibnu Abu Qatadah, bahwa [Abu Qatadah] masuk menemuinya, Kabsyah berkata: "Aku menuangkan air untuknya, tiba-tiba seekor kucing masuk dan meminumnya, Abu Qatadah kemudian memiringkan bejana tersebut hingga kucing tersebut dapat minum." Kabsyah berkata: "Abu Qatadah tahu bahwa aku sedang memperhatikannya, maka ia pun berkata: "Apakah engkau heran wahai putri saudaraku?" aku menjawab: "Ya." ia berkata: "Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kucing tidak najis, ia merupakan hewan yang biasa berkeliaran di sekelilingmu." Dan sebagian mereka meriwayatkan dari Malik, ia (Kabsyah) adalah istri Abu Qatadah, namun yang benar bahwa ia adalah istri Ibnu Abu Qatadah. Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Aisyah dan Abu Hurairah." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya adalah hasan shahih, ini adalah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka seperti Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berpendapat bahwa sisa minum kucing tidak apa-apa. Dan ini adalah hadits yang paling baik dalam bab ini. Imam Malik menganggap baik hadits ini, yaitu dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah. Dan tidak ada yang lebih sempurna dalam periwayatannya selain Malik."
Sunan Tirmidzi 86: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari [Hammam Ibnul Harits] ia berkata: [Jarir bin Abdullah] buang air kecil, lalu berwudlu dan mengusap kedua khufnya. Lalu dikatakan kepadanya: "kenapa engkau melakukan ini?" ia berkata: "Apa yang menghalangiku untuk melakukan ini? aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya." Ibrahim berkata: "Hadits Jarir ini membuat orang-orang merasa ta'ajub, karena Jarir masuk Islam setelah turunnya surat Al Maidah." Ini adalah perkataan Ibrahim, yakni perkataan: "Hadits ini membuat orang-orang merasa ta'ajub." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Umar, Ali, Hudzaifah, Al Mughirah, Bilal, Sa'd, Abu Ayyub, Salman, Buraidah, 'Amru bin Umayyah, Anas, Sahl bin Sa'd, Ya'la bin Murrah, Ubadah Ibnu Shamid, Usamah bin Syarik, Abu Umamah, Jabir, Usamah bin Zaid dan Ibnu Ubadah, ada juga yang mengatakan, Ibnu Umarah dan Ubay bin Imarah." Abu Isa berkata: "Hadits Jarir ini derajatnya adalah hasan shahih."
Sunan Tirmidzi 87: Diriwayatkan dari [Syahr bin Hausyab], ia berkata: "Aku melihat [Jarir bin Abdullah] berwudlu, lalu ia mengusap sepasang khufnya. Maka aku pun bertanya kepadanya tentang hal itu, ia menjawab: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu lalu mengusap kedua khufnya." Maka aku pun bertanya kepadanya: "Apakah itu sebelum turunnya surat Al Maidah atau sesudahnya?" Ia menjawab: "Aku belum masuk Islam kecuali setelah turunnya surat Al Maidah." [Qutaibah] menceritakan hal itu kepada kami, ia berkata: "Telah menceritakan kepada kami [Khalid bin Ziyad At Tirmidzi], dari [Muqatil bin Hayyan], dari [Syahr bin Hausyab], dari [Jarir]." Perawi berkata: "[Baqiyyah] meriwayatkan dari [Ibrahim bin Adham], dari [Muqatil bin Hayyan], dari [Syahr bin Hausyab], dari [Jarir]. Dan ini adalah hadits yang telah jelas, karena sebagian orang yang mengingkari tentang mengusap khuf mentakwilkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap khuf sebelum turunnya surat Al Maidah. Dan Jarir menyebutkan dalam haditsnya bahwa ia melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap khufnya setelah turunnya surat Al Maidah."
Sunan Tirmidzi 88: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu 'Awanah] dari [Sa'id bin Masruq] dari [Ibrahim At Taimi] dari ['Amru bin Maimun] dari [Abu Abdullah Al Jadali] dari [Khuzaimah bin Tsabit] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya Beliau ditanya tentang mengusap sepasang khuf, beliau bersabda: "Tiga hari bagi orang yang dalam perjalanan dan satu hari untuk yang tinggal di rumah." Disebutkan pula dari Yahya bin Ma'in bahwasanya ia menshahihkan hadits Khuzaimah bin Tsabit mengenai mengusap khuf. Dan Abu Abdullah Al Jadali namanya adalah Abd bin Abd, biasa dipanggil Abdurrahman bin Abd. Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali, Abu Bakrah, Abu Hurairah, Shafwan bin Assal, Auf bin Malik, Ibnu Umar dan Jarir."
Sunan Tirmidzi 89: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Al Ahwash] dari ['Ashim bin Abu An Nujud] dari [Zirr bin Hubaisy] dari [Shafwan bin 'Assal] ia berkata: "Jika kami sedang bepergian, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan agar kami tidak membukanya selama tiga hari tiga malam kecuali ketika kami junub. Dan tetap boleh untuk mengusapkan karena buang air besar, buang air kecil dan tidur." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Al Hakam bin Utbah dan Hammad meriwayatkan hadits ini dari Ibrahim An Nakha'i, dari Abu Abdullah Al Jadali, dari Khuzaimah bin Tsabit, namun ini tidak shahih." Ali Ibnul Madini berkata: "Yahya bin Sa'id mengatakan bahwa Syu'bah berkata: "Ibrahim An Nakha'i belum pernah mendengar dari Abu Abdullah Al Jadali tentang hadits mengusap khuf." Za'idah berkata dari Manshur, "Kami pernah di kamar Ibrahim At Taimi, sedang waktu itu kami bersama Ibrahim An Nakha'i, lalu Ibrahim At Taimi menceritakan kepada kami dari 'Amru bin Maimun, dari Abu Abdullah Al Jadali, dari Khuzaimah bin Tsabit, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang hadits mengusap dua khuf." Muhammad bin Isma'il berkata: "Dalam bab ini hadits yang paling baik adalah hadits riwayat Shafwan bin 'Assal Al Muradi." Abu Isa berkata: "Ini adalah pendapat kebanyak ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka dari kalangan fuqaha. Seperti Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata: "Orang yang tinggal di rumah mengusap khuf selama sehari semalam dan orang yang dalam perjalanan mengusap selama tiga hari tiga malam." Abu Isa berkata: "Diriwayatkan pula dari sebagian ahli ilmu bahwa mereka tidak memberikan batasan waktu dalam mengusap sepasang khuf. Pendapat ini dipegang oleh Malik bin Anas." Abu Isa berkata lagi: "Pendapat yang memberikan batasan waktu adalah lebih shahih." Hadits ini juga diriwayatkan oleh Shafwan bin 'Assal, selain dari hadits 'Ashim."
Sunan Tirmidzi 90: telah menceritakan kepada kami [Abul Walid Ad Dimasqi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] berkata: telah mengabarkan kepadaku [Tsaur bin Yazid] dari [Raja` bin Haiwah] dari [Juru tulis Al Mughirah] dari [Al Mughirah bin Syu'bah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap bagian atas dan bawah khufnya." Abu Isa berkata: "Ini pendapat tidak hanya seorang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka dari kalangan fuqaha. Pendapat ini juga diambil oleh Malik, Syafi'i dan Ishaq. Ini adalah hadits yang bermasalah, tidak ada yang menyandarkan kepada Tsaur bin Yazid selain Al Walid bin Muslim. Abu Isa berkata: "Aku bertanya kepada Abu Zur'ah dan Muhammad bin Isma'il tentang hadits ini, keduanya menjawab: "Hadits ini tidak shahih, sebab Ibnul Mubarak meriwayatkan hadits ini dari Tsaur, dari Raja` bin Haiwah." Ia berkata: "diceritakan kepadaku dari juru tulis Al Mughirah secara mursal, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, dan tidak disebutkan di dalamnya Al Mughirah."
Sunan Tirmidzi 91: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Abu Az Zinad] dari [Bapaknya] dari [Urwah bin Az Zubair] dari [Al Mughirah bin Syu'bah] ia berkata: "Aku melihat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap bagian atas kedua khufnya." Abu Isa berkata: "Hadits Al Mughirah ini derajatnya hasan, yaitu hadits Abdurrahman bin Abu Az Zinad, dari bapaknya, dari Urwah, dari Al Mughirah. Dan kami tidak pernah mengetahui ada seseorang yang menyebutkan dari Urwah dari Al Mughirah tentang lafadz: "pada bagian atas kedua khufnya." selain dia. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu. Pendapat ini juga diambil oleh Sufyan Ats Tsauri dan Ahmad. Muhammad berkata: "Malik bin Anas memberi isyarat kepada Abdurrahman bin Abu Az Zinad."
Sunan Tirmidzi 92: telah menceritakan kepada kami [Hannad] dan [Mahmud bin Ghailan] keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Abu Qais] dari [Huzail bin Syurahbil] dari [Al Mughirah bin Syu'bah] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, mengusap kedua kaus kaki dan kedua sandalnya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan ini adalah pendapat tidak sedikit dari ahli ilmu. Pendapat ini juga diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Ibnul Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka mengatakan: "Seseorang boleh mengusap kedua kaus kaki walaupun bukan sandal jika keduanya tebal." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits yang diriwayatkan oleh Abu Musa." Abu Isa berkata: "Aku mendengar Shalih bin Muhammad At Tirmidzi berkata: Aku mendengar Abu Muqatil As Samarqandi berkata: "Aku datang menemui Abu Hanifah ketika sakit menjelang kematiannya, ia minta untuk diambilkan air, lalu ia berwudlu dalam keadaan memakai kaus kaki. Setelah itu ia mengusap keduanya seraya berkata: "Hari ini aku melakukan sesuatu yang belum pernah aku lakukan, aku mengusap kedua kaus kaki, padahal keduanya bukan sandal."
Sunan Tirmidzi 93: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id Al Qaththan] dari [Sulaiman At Taimi] dari [Bakr bin Abdullah Al Muzani] dari [Al Hasan] dari [Ibnul Mughirah bin Syu'bah] dari [Bapaknya] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berwudlu, dan beliau mengusap khuf dan imamah (semacam surban yang diikatkan pada kepala)." [Bakr] berkata: "Aku telah mendengarnya dari [Ibnul Mughirah]. Perawi berkata: "Muhammad bin Basysyar menyebutkan tentang hadits ini di tempat lain, bahwa beliau mengusap ubun-ubun dan surbannya." Hadits ini juga diriwayatkan dari jalur lain, dari Al Mughirah bin Syu'bah. Sebagian mereka menyebutkan lafadz: "mengusap ubun-ubun serta surbannya", sedang yang sebagian tidak menyebutkannya. Dan aku mendengar Ahmad Ibnul Hasan berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku tidak pernah melihat seseorang semisal Yahya bin Sa'id Al Qaththan dengan kedua mataku." Perawi berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Amru bin Umayyah, Salman, Tsauban dan Abu Umamah." Abu Isa berkata: "Hadits Al Mughirah bin Syu'bah derajatnya hasan shahih, pendapat ini banyak diambil oleh banyak ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti Abu Bakar, Umar dan Anas. Pendapat ini juga dipegang oleh Al Auza'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata: "Seseorang boleh mengusap surbannya." Dan banyak ulama dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in mengatakan: "Seseorang tidak boleh mengusap surbannya kecuali jika ia mengusap kepala dan surbannya." Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, Malik bin Anas, Ibnul Mubarak dan Syafi'i. Abu Isa berkata: Aku mendengar Al Jarud bin Mu'adz berkata: Aku mendengar Waki' Ibnul Jarrah berkata: "Jika ia hanya mengusap surbannya maka itu sudah mencukupinya, karena itu adalah sunnah."
Sunan Tirmidzi 94: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Mushir] dari [Al A'masy] dari [Al Hakam] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari [Ka'ab bin Ujrah] dari [Bilal] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengusap sepasang khuf dan serban."
Sunan Tirmidzi 95: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah bin Sa'id] berkata: telah menceritakan kepada kami [Bisyr bin Al Mufaddlal] dari [Abdurrahman bin Ishaq Al Qurasyi], dari [Abu Ubaidah bin Muhammad bin 'Ammar bin Yasir] ia berkata: "Aku pernah bertanya kepada [Jabir bin Abdullah] tentang mengusap kedua khuf, lalu dia menjawab: "Itu adalah sunnah wahai anak saudaraku." Dia berkata lagi: "Dan aku juga bertanya kepadanya tentang mengusap Imamah, maka ia menjawab, "Usaplah rambut dengan air."
Sunan Tirmidzi 96: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Al A'masy] dari [Salim bin Abu Al Ju'd] dari [Kuraib] dari [Ibnu Abbas] dari bibinya - [Maimunah] - ia berkata: "Aku meletakkan air mandi untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu beliau mandi junub dengannya. Beliau memiringkan bejana dengan tangan kirinya pada tangan kanan, lalu beliau mencuci kedua telapak tangannya. Setelah itu beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana, menyiram kemaluan dengan air dan menggosokkan tangannya ke dinding atau tanah. Kemudian beliau berkumur dan memasukkan air ke dalam lubang hidung, membasuh muka dan kedua lengan sikunya. Lalu mengalirkan air ke atas kepalanya tiga kali, mengalirkan air ke seluruh tubuhnya, lalu menjauh dan membasuh kedua kakinya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Salamah, Jabir, Abu Sa'id, Jubair bin Muth'im dan Abu Hurairah."
Sunan Tirmidzi 97: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Bapaknya] dari [Aisyah] ia berkata: "Jika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan mandi junub, beliau mencuci kedua tangannya terlebih dahulu sebelum memasukkan tangannya ke dalam bejana. Setelah itu beliau mencuci kemaluannya, berwudlu sebagaimana wudlu untuk shalat dan menyela-nyela rambut dengan air. Setelah itu beliau menyiramkan tiga siraman ke atas kepalanya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan hadits inilah yang dipilih oleh para ahli ilmu dalam hal mandi junub. Bahwa seseorang hendaknya berwudlu sebagaimana wudlu shalat, kemudian menuangkan tiga siraman ke atas kepalanya. Setelah itu mengalirkan air ke seluruh tubuh dan membasuh kedua kakinya." Ahli ilmu mengamalkan hadits ini, mereka mengatakan: "Jika seseorang yang junub membenamkan diri dalam air meskipun tidak berwudlu maka itu telah mencukupi." Ini adalah pendapat Syafi'i, Ahmad dan Ishaq.
Sunan Tirmidzi 98: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Ayyub bin Musa] dari [Sa'id Al Maqburi] dari [Abdullah bin Rafi'] dari [Ummu Salamah] ia berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang biasa mengencangkan tali ikatan rambut (kepang), jika aku mandi junub apakah aku harus melepasnya?" beliau menjawab: "Tidak, tapi cukup engkau tuangkan di atas kepalamu tiga tuangan air, setelah itu alirkan air ke seluruh tubuhmu maka engkau akan suci" atau beliau mengatakan: "engkau telah suci." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Banyak ahli ilmu yang mengamalkan hadits ini, mereka mengatakan jika seorang wanita mandi junub, dan tidak mengurai rambutnya maka hal itu telah cukup setelah mengalirkan air ke tubuhnya."
Sunan Tirmidzi 99: telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Harits bin Wajih] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Dinar] dari [Muhammad bin Sirin] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Di bawah setiap lembar rambut adalah junub, maka basuhlah rambut dan bersihkanlah kulit." Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ali dan Anas. Abu Isa berkata: "Hadits Al Harits bin Wajih adalah hadits gharib yang kami tidak mengetahui kecuali darinya, sedangkan ia adalah seorang syaikh yang lemah. Tidak sedikit para ulama yang meriwayatkan darinya, namun ia meriwayatkan hadits ini dengan sendirian, dari Malik bin Dinar. Terkadang ia disebut dengan nama Al Harits bin Wajih dan kadang dengan nama Ibnu Wajbah."
Sunan Tirmidzi 100: telah menceritakan kepada kami [Isma'il bin Musa] berkata: telah menceritakan kepada kami [Syarik] dari [Abu Ishaq] dari [Al Aswad] dari [Aisyah] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak berwudlu setelah mandi." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih." Abu Isa berkata: "Dan ini adalah pendapat tidak sedikit dari para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in, yaitu tidak berwudlu setelah mandi."
Sunan Tirmidzi 101: Telah menceritakan kepada kami [Abu Musa Muhammad bin Al Mutsanna] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Walid bin Muslim] dari [Al Auza'i] dari [Abdurrahman bin Al Qosim] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] ia berkata: "Jika khitan bertemu khitan maka telah wajib mandi. Aku pernah melakukan dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu kami mandi junub." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Hurairah, Abdullah bin Umar dan Rafi' bin Khadij."
Sunan Tirmidzi 102: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Ali bin Zaid] dari [Sa'id bin Al Musayyib] dari ['Aisyah] ia berkata: Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika khitan melampaui khitan, maka telah wajib mandi." Abu Isa berkata: "Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih." Ia berkata: "Hadits ini telah diriwayatkan dari 'Aisyah dengan banyak jalur, yaitu hadits: "Jika khitan melampaui khitan, maka telah wajib mandi." Ini adalah pendapat kebanyakan ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali dan 'Aisyah. Juga dari kalangan fuqaha tabi'in dan orang-orang setelah mereka seperti Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata: "Jika khitan bertemu dengan khitan maka telah wajib mandi."
Sunan Tirmidzi 103: telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Al Mubarak] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Yunus bin Yazid] dari [Az Zuhri] dari [Sahl bin Sa'd] dari [Ubai bin Ka'ab] ia berkata: "Adanya air (mandi) karena air (mani) itu asalnya adalah keringanan di awal-awal Islam, setelah itu dilarang." Telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdullah bin Al Mubarak] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Ma'mar] dari [Az Zuhri] dengan sanad ini, seperti dalam hadits. Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, adanya air karena air itu hanya di awal-awal Islam, setelah itu dilarang. Seperti inilah, tidak sedikit orang yang telah meriwayatkan hadits ini dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, di antara mereka adalah Ubai bin Ka'ab dan Rafi' bin Khadij. Banyak ahli ilmu yang mengamalkan hadits ini, bahwasanya jika seorang laki-laki mengumpuli isterinya pada kemaluan, maka telah wajib mandi meskipun tidak keluar air mani."
Sunan Tirmidzi 104: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Syarik] dari [Abu Al Hajjaf] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] ia berkata: "Adanya air (mandi) karena air (mani) dalam mimpi." Abu Isa berkata: "Aku mendengar Al Jarud berkata: "Aku mendengar Waki' berkata: "Kami tidak mendapat hadits ini selain dari Syarik." Abu Isa berkata: "Abu Al Jahhaf namanya adalah Dawud bin Abu Auf. Hadits ini juga telah diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri. Ia berkata: "Telah menceritakan kepada kami Abu Al Jahhaf, ia adalah seorang yang diridlai." Abu Isa berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Utsman bin 'Affan, Ali bin Abu Thalib, Az Zubair, Thalhah, Abu Ayyub dan Abu Sa'id dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda: "Air (mandi) itu karena air (mani)."
Sunan Tirmidzi 105: telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Khalid Al Khayyath] dari [Abdullah bin Umar] -yaitu Al Umari- dari [Ubaidullah bin Umar] dari [Al Qasim bin Muhammad] dari ['Aisyah] ia berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang mendapatkan basah namun ia tidak ingat jika bermimpi, beliau menjawab: "Ia wajib mandi." Dan beliau juga ditanya tentang seorang laki-laki bermimpi namun tidak mendapatkan sesuatu yang basah (mani), beliau menjawab: "Ia tidak wajib mandi." Ummu Salamah bertanya, "Wahai Rasulullah, jika seorang wanita bermimpi seperti itu apakah ia juga harus mandi?" beliau menjawab: "Ya, karena wanita adalah saudara (sepadan) laki-laki." Abu Isa berkata: "Yang meriwayatkan hadits ini, yakni hadits 'Aisyah tentang seorang laki-laki yang mendapatkan sesuatu yang basah, namun ia tidak mengingat jika ia bermimpi, adalah Abdullah bin 'Umar dari Ubaidullah bin 'Umar. Namun Yahya bin Sa'id melemahkan Abdullah bin 'Umar dari sisi hafalan pada haditsnya. Ini adalah pendapat banyak ulama dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in, bahwa seorang laki-laki jika bangun lalu mendapatkan sesuatu yang basah maka ia wajib mandi. Pendapat ini juga diambil oleh Sufyan Ats Tsauri dan Ahmad. Dan sebagian ulama dari kalangan tabi'in mengatakan bahwa seseorang wajib mandi jika basah itu berupa mani. Ini adalah pendapat Syafi'i dan Ishaq. Apabila seseorang bermimpi namun tidak melihat sesuatu yang basah (mani), maka ia tidak wajib mandi."
Sunan Tirmidzi 106: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Amru As Sawwaq Al Balkhi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dari [Yazid bin Abu Ziyad], dan ia berkata: telah menceritakan kepada kami [Mahmud bin Ghailan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Husain Al Ju'fi] dari [Za`idah] dari [Yazid bin Abu Ziyad] dari [Abdurrahman bin Abu Laila] dari [Ali] ia berkata: Aku bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang madzi, maka beliau menjawab: "Keluarnya madzi itu mengharuskan wudlu, dan keluarnya mani itu mengharuskan mandi." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Al Miqdad bin Al Aswad dan Ubai bin Ka'ab." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Hadits ini juga telah diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dari jalur yang lain, yaitu hadits: "Keluarnya madzi itu mengharuskan wudlu, dan keluarnya mani itu mengharuskan mandi." Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka. Pendapat ini juga diambil oleh Sufyan, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 107: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdah] dari [Muhammad bin Ishaq] dari [Sa'id bin Ubaid] -yaitu Ibnu As Sabbaq-, dari [Ayahnya] dari [Sahl bin Hunaif] ia berkata: Aku sering mengeluarkan madzi karena lelah, hingga aku sering mandi karena hal itu. Lalu aku ceritakan dan menanyakan hal itu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau menjawab: "Cukuplah kamu berwudlu." Lalu aku bertanya lagi, "Wahai Rasulullah, bagaimana dengan kain yang terkena?" beliau menjawab: "Cukup bagimu mengambil air setangkup telapak tangan, lalu percikkanlah pada bagian yang terkena." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dan kami tidak mengetahui hadits tersebut kecuali dari hadits Muhammad bin Ishaq tentang madzi. Para ulama masih berselisih tentang madzi yang mengenai kain, sebagian mereka berkata: "Harus mandi." Ini adalah pendapat Syafi'i dan Ishaq. Sedangkan yang lainnya mengatakan, "Cukup diperciki dengan air." Dan Ahmad berkata: "Aku berharap bahwa hal itu cukup diperciki dengan air."
Sunan Tirmidzi 108: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Al A'masy] dari [Ibrahim] dari [Hammam bin Al Harits] ia berkata: Ada seorang tamu datang ke rumah 'Aisyah, lalu 'Aisyah menyuruhnya tidur dengan selimut berwarna kuning, maka ia pun tidur dengan selimut tersebut. Tamu itu mimpi basah, dan ia malu untuk mengembalikan selimut tersebut karena di dalamnya terdapat bekas mani, sehingga ia mencelupkannya ke dalam air. Baru setelah itu ia mengembalikannya kepada 'Aisyah. Maka berkatalah ['Aisyah]: "Kenapa ia merusak (membuat basah) kain kami? Padahal cukup baginya mengerik bekasnya dengan jari, aku pernah mengerik kain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dengan jari-jariku." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat beberapa sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka dari kalangan fuqaha. Seperti Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata berkenaan dengan mani yang mengenai kain: "Cukup baginya mengerik, meskipun tidak mencucinya." Seperti inilah diriwayatkan dari [Manshur] dari [Hammam bin Al Harits] dari ['Aisyah]. Seperti riwayat Al A'masy. Dan [Abu Ma'syar] meriwayatkan hadits ini dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah]. Dan hadits Al A'masy lebih shahih."
Sunan Tirmidzi 109: telah menceritakan kepada kami [Ahmad bin Mani'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Amru bin Maimun bin Mihran] dari [Sulaiman bin Yasar] dari ['Aisyah] bahwasanya Ia pernah mencuci bekas mani pada kain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ibnu Abbas. Sedangkan hadits 'Aisyah, bahwasanya ia pernah mencuci bekas mani pada kain Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak bertentangan dengan hadits mengerik. Sebab meskipun dikerik itu sudah mencukupi, namun terkadang seorang laki-laki tidak suka jika bekas pada kainnya masih terlihat. Ibnu Abbas berkata: "Mani itu seperti ingus, maka hendaklah ia buang meskipun dengan idzkhir (kayu)."
Sunan Tirmidzi 110: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Bakr bin Ayyasy] dari [Al A'masy] dari [Abu Ishaq] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah tidur dalam keadaan junub, dan beliau tidak menyentuh air." Telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Abu Ishaq] seperti itu. Abu Isa berkata: "Ini adalah perkataan Sa'id bin Al Musayyib dan selainnya. Hadits ini diriwayatkan tidak hanya satu orang, dari Al Aswad, dari 'Aisyah, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwa beliau berwudlu sebelum tidur. Dan ini lebih shahih ketimbang hadits Abu Ishaq dari Al Aswad. Hadits ini juga telah diriwayatkan dari Abu Ishaq oleh Syu'nah, Ats Tsauri dan selain mereka. Dan mereka memandang bahwa ini adalah kesalahan yang dilakukan oleh Abu Ishaq."
Sunan Tirmidzi 111: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dari [Ubaidullah bin Umar] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dari [Umar] bahwa ia pernah bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam: "Apakah salah seorang dari kami boleh tidur dalam keadaan junub?" Beliau menjawab: "Ya, selama ia berwudlu." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Ammar, 'Aisyah, Jabir, Abu Sa'id dan Ummu Salamah." Abu Isa berkata: "Hadits Umar adalah yang paling baik dan paling shahih dalam bab ini, pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tausri, Ibnu Al Mubarak, Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka berkata: "Jika seorang junub ingin tidur hendaklah ia berwudlu."
Sunan Tirmidzi 112: telah menceritakan kepada kami [Ishaq bin Manshur] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id Al Qaththan] berkata: telah menceritakan kepada kami [Humaid Ath Thawil] dari [Bakr bin Abdullah Al Muzani] dari [Abu Rafi'] dari [Abu Hurairah] bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertemu dengannya sedang ia dalam keadaan junub. Abu Hurairahberkata: "Lalu aku bersembunyi dan mandi, baru kemudian aku datang lagi." Beliau bertanya: "Kamu dimana?" atau beliau mengatakan: "Kamu pergi kemana?" aku menjawab, "Sesungguhnya aku dalam keadaan junub, " beliau bersabda: "Orang muslim itu tidak najis." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Hudzaifah dan Ibnu Abbas." Abu Isa berkata: "Hadits Abu Hurairah ini derajatnya hasan shahih. Adapun makna "aku bersembunyi" adalah "aku menjauh darinya". Dan tidak hanya seorang ulama saja yang memberikan keringanan atas bolehnya berjabat tangan dengan orang junub, dan mereka tidak melihat adanya larangan dalam masalah keringat orang yang junub atau wanita haid."
Sunan Tirmidzi 113: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Ayahnya] dari [Zainah binti Abu Salamah] dari [Ummu Salamah] ia berkata: "Ummu Sulaim binti Milhan datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam seraya berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu dengan kebenaran, apakah seorang wanita juga wajib mandi jika bermimpi sebagaimana laki-laki bermimpi?" beliau menjawab: "Ya, jika melihat air maka ia harus mandi." Ummu Salamah berkata: "Aku bertanya kepada Ummu Sulaim, "Engkau telah membuka rahasia para wanita wahai ummu Sulaim!" Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat mayoritas fuqaha, bahwa seorang wanita jika bermimpi sebagaimana laki-laki bermimpi, hingga ia mengeluarkan cairan, maka ia wajib mandi. Pendapat ini juga diambil oleh Sufyan Ats Tsauri dan Syafi'i." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari ummu Sulaim, Khaulah, 'Aisyah dan Anas."
Sunan Tirmidzi 114: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Huraits] dari [Asy Sya'bi] dari [Masruq] dari ['Aisyah] ia berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mandi junub kemudian beliau datang untuk menghangatkan badan, maka aku mendekapnya sementara aku belum mandi." Abu Isa berkata: "Hadits ini sanadnya tidak ada masalah. Ini pendapat banyak orang dari ahli ilmu, dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in, mereka berkata: "Apabila laki-laki telah mandi, maka tidak mengapa ia menghangatkan badan pada istrinya dan tidur bersamanya sebelum istrinya mandi." Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 115: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] dan [Mahmud bin Ghailan] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad Az Zubairi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Khalid Al Hadzdza`] dari [Abu Qilabah] dari ['Amru bin Bujdan] dari [Abu Dzar] bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Debu yang baik itu alat bersucinya seorang muslim meskipun ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia mengusapkan pada kulitnya karena itu lebih baik." Mahmud menyebutkan dalam haditsnya, "Debu yang baik itu alat bersucinya seorang muslim." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Hurairah, Abdullah bin Amru dan Imran bin Hushain." Abu Isa berkata: "Seperti inilah, tidak hanya satu orang yang meriwayatkan dari Khalid Al Hadzdza` dari Abu Qilabah, dari 'Amru bin Bujdan dari Abu Dzar." [Ayyub] meriwayatkan hadits ini dari [Abu Qilabah] dari [seorang laki-laki dari bani 'Amir] dari [Abu Dzar], namun ia tidak menyebut namanya. Ia berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah perkataan mayoritas fuqaha, bahwa orang yang junub dan haid jika tidak mendapatkan air hendaklah ia bertayamum lalu shalat." Diriwayatkan pula dari Ibnu Mas'ud, bahwasanya seorang junub tidak boleh bertayamum meskipun tidak mendapatkan air. Namun diriwayatkan darinya, bahwa ia telah mencabut pendapatnya, lalu ia berkata: "Ia tidak boleh bertayamum jika tidak mendapatkan air." Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Malik, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 116: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Waki'] dan [Abdah] dan [Abu Mu'awiyah] dari [Hisyam bin Urwah] dari [ayahnya] dari ['Aisyah] ia berkata: "Fatimah binti Hubaisy datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, aku mengeluarkan darah istihadlah, hingga aku tidak suci. Maka apakah aku boleh meninggalkan shalat?" beliau bersabda: "Tidak, itu hanyalah darah penyakit, bukan darah haid. Jika darah haid tiba maka tinggalkanlah shalat, jika telah selesai maka mandi dan bersihkanlah darahmu, setelah itu kerjakanalah shalat." Abu Mu'awiyah berkata dalam haditsnya, "Berwudlulah untuk setiap shalat hingga waktu itu tiba." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Salamah." Abu Isa berkata: "Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat tidak hanya seorang dari ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. Pendapat ini dipegang juga oleh Sufyan Ats Tsauri, Malik, bin Al Mubarak dan Syafi'i, bahwa seorang wanita mustahadlah melewati hari-hari haidnya, hendaklah ia mandi dan berwudlu setiap kali shalat."
Sunan Tirmidzi 117: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Syarik] dari [Abu Al Yaqzhan] dari [Adi bin Tsabit] dari [ayahku] dari [Kakeknya] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, bahwasanya beliau bersabda tentang wanita yang sedang istihadlah: "Hendaklah ia meninggalkan shalat pada hari-hari ia mengalami haid, setelah itu hendaklah ia mandi dan berwudlu pada setiap shalat, berpuasa dan shalat." [Ali bin Hujr] bercerita kepada kami bahwa [Syarik] mengkhabarkan kepada kami dengan hadits yang semisal secara makna." Abu Isa berkata: "Hadits ini diriwayatkan oleh Syarik secara tunggal, tidak dengan Abu Al Yaqzhan." Ia berkata: "Aku bertanya kepada Muhammad tentang hadits ini, aku katakan, "Adi bin Tsabit, dari ayahnya, dari kakeknya, siapakah nama kakeknya?" Namun Muhammad tidak tahu siapa namanya. Kemudian aku sebutkan pada Muhammad perkataan Yahya bin Ma'in bahwa namanya adalah Dinar, namun dia tidak menggubrisnya." Ahmad dan Ishaq berkata tentang wanita yang istihadlah, "Jika ia mandi pada setiap waktu shalat maka itu adalah lebih hati-hati bagi dia, jika ia berwudlu pada setiap waktu shalat maka itu sudah sah baginya, dan jika ia menggabungkan antara dua shalat dengan satu kali mandi maka itupun sudah sah baginya."
Sunan Tirmidzi 118: telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu 'Amir Al Aqadi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Zuhair bin Muhammad] dari [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] dari [Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah] dari pamannya [Imran bin Thalhah] dari ibunya [Hamnah binti Jahsy] ia berkata: "Aku banyak mengeluarkan darah haid yang banyak dan deras, maka aku mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam untuk memberi kabar dan meminta fatwa kepadanya. Aku mendapati beliau di rumah saudara perempuanku, Zainab binti Jahsy, lalu aku berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku mengeluarkan darah haid yang banyak dan deras, hal ini telah menghalangiku untuk shalat dan puasa, lalu apa yang engkau perintahkan kepadaku dalam hal ini?" beliau bersabda: "Berilah kapas, karena itu akan menghilangkan darah, " ia berkata: "Darahnya lebih banyak dari itu?" beliau bersabda: "Sumbatlah ia dengan sesuatu yang dapat menghalangi keluarnya darah, " ia berkata: "Darahnya sangat deras." Beliau bersabda: "Ambillah kain, " ia berkata: "Darahnya lebih banyak dan deras, " maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pun bersabda: "Akan aku perintahkan kepadamu dengan dua hal, manapun yang engkau lakukan maka itu telah cukup. Dan jika engkau mampu atas keduanya maka engkau lebih tahu." Beliau bersabda: "Sesungguhnya itu adalah pukulan setan, maka berhaidlah selama enam atau tujuh hari dalam hitungan ilmu Allah, setelah itu mandilah. Jika engkau merasa bahwa engkau telah suci dan bersih maka shalatlah dua puluh empat malam atau dua puluh tiga siang dan malamnya, puasa dan shalatlah karena itu telah cukup bagimu. Seperti itu pula, lakukanlah sebagaimana wanita haid dan bersuci untuk waktu-waktu haid dan suci mereka. Jika kamu kuat mengakhirkan shalat zhuhur dan mensegerakan shalat asar, kemudian kalian mandi ketika kalian telah suci, lalu engkau shalat zhuhur dan asar. Setelah itu engkau akhirkan shalat maghrib dan mensegerakan shalat isya, lalu mandi dan menjamak antara dua shalat maka lakukanlah. Engkau mandi di waktu subuh maka kerjakanlah. Demikianlah, maka lakukanlah. Dan puasalah engkau jika kuat." Setelah itu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Itulah dua hal yang paling aku kagumi." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih. [Ubaidullah bin Amru Ar Raqi] dan [Ibnu Juraij] dan [Syarik] meriwayatkan dari [Abdullah bin Muhammad bin Aqil] dari [Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah] dari pamannya [Imran] dari ibunya [Hamnah]. Hanya saja Ibnu Juraij menyebutkan dengan nama Umar bin Thalhah. Yang benar adalah Imran bin Thalhah. Ia berkata: "Aku bertanya Muhammad tentang hadits ini, maka ia pun bertanya, "Hadits hasan shahih." Demikian juga dengan Ahmad bin Hanbal, ia mengatakan, "Hadits ini derajatnya hasan shahih." Ahmad dan Ishaq berkata tentang wanita yang mustahadlah, "Jika ia mengetahui haidnya……….maka hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Fatimah binti Abu Hubaisy. Jika wanita yang mengalami istihadlah itu mempunyai hari-hari yang diketahui sebelum istihadlah, maka hendaklah ia meninggalkan shalat pada hari-hari haidnya. Kemudian ia mandi dan berwudlu setiap shalat, maka ia boleh mengerjakan shalat. Apabila darah itu masih keluar dan ia tidak mempunyai hari-hari yang diketahui, atau tidak mengetahui haid dengan datang dan berlalunya darah, maka hukum yang sesuai baginya adalah hadits Hamnah binti Jahsy. Abu Ubaid juga berkata demikian. Syafi'i berkata: "Apabila wanita yang mengalami istihadlah, darahnya selalu mengalir pada awal mula ia melihat dan terus-menerus seperti itu, maka ia harus meninggalkan shalat di antara waktu itu selama lima belas hari. Namun jika ia dalam keadaan suci dalam jangka waktu lima belas hari atau sebelum itu, maka itu termasuk hari-hari haid. Apabila wanita itu melihat darah lebih dari lima belas hari, maka ia harus mengqadla shalat selama empat belas hari. Kemudian setelah itu ia meninggalkan shalat selama masa haid yang paling sebentar untuk ukuran wanita, yaitu sehari semalam." Abu Isa berkata: "Ulama berpeda pendapat tentang masa haid yang paling sebentar dan paling lama. Sebagian ulama berkata: "Masa haid yang paling cepat adalah tiga hari dan yang paling lama adalah sepuluh hari." Ini adalah pendapat Sufyan Ats Tsauri, bin Al Mubarak dan penduduk Kufah. Dan sebagian ulama yang lain seperti 'Atha bin Abu Rabah mengatakan, "Masa cepat yang paling cepat adalah sehari semalam, dan yang paling lama adalah lima belas hari. Ini adalah pendapat Malik, Al Auza'I, Syafi'i, Ahmad, Ishaq dan Abu Ubaid."
Sunan Tirmidzi 119: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari [Ibnu Syihab] dari [Urwah] dari ['Aisyah] bahwasanya ia berkata: "Ummu Habibah binti Jahsy meminta fatwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, ia berkata: "Sesungguhnya aku mengalami istihadlah, sehingga aku menjadi tidak suci, maka apakah aku harus meninggalkan shalat?" beliau bersabda: "Tidak, itu hanyalah darah penyakit, hendaklah engkau mandi dan shalat." Maka Ummu Habibah pun selalu mandi ketika akan shalat." Qutaibah berkata: "Al Laits berkata: "Ibnu Syihab tidak menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan Ummu Habibah untuk mandi setiap kali akan shalat, namun itu adalah sesuatu yang biasa ia lakukan." Abu Isa berkata: "Hadits ini juga diriwayatkan dari Az Zuhri, dari Amrah, dari 'Aisyah, ia berkata: "Ummu Habibah binti Jahasy meminta fatwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." Dan sebagian ulama mengatakan bahwa wanita yang mengalami istihadlah hendaknya mandi pada setiap kali akan shalat." [Al Auza'i] meriwayatkan dari [Az Zuhri] dari [Urwah] dan [Amrah] dari ['Aisyah].
Sunan Tirmidzi 120: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Zaid] dari [Ayyub] dari [Abu Qilabah] dari [Mu'adzah] bahwa seorang wanita bertanya kepada ['Aisyah], ia berkata: "Apakah salah seorang dari kami harus mengqadla shalatnya ketika masa-masa haid?" maka ia menjawab, "Apakah engkau Haruriah (khawarij)? Sungguh di antara kami (istri-istri Nabi) ada yang mengalami haid, namun ia tidak diperintahkan untuk mengqadlanya." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, ada juga yang telah meriwayatkan dari 'Aisyah bukan dari jalur ini, bahwa seorang wanita haid tidak harus mengqadla shalatnya. Ini adalah pendapat yang diambil oleh mayoritas fuqaha, dan tidak ada perselisihan di antara mereka bahwa seorang wanita yang mengalami haid harus mengqadla puasa dan tidak mengqadla shalat."
Sunan Tirmidzi 121: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] dan [Al Hasan bin Arafah] keduanya berkata: telah bercerita kepada kami bahwa [Isma'il bin Ayyasy] dari [Musa bin Uqbah] dari [Nafi'] dari [Ibnu Umar] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Wanita haid dan orang yang junub tidak boleh membaca sesuatu pun dari Al Qur'an." Ia berkata: "Dalam bab ini ada juga hadits dari Ali." Abu Isa berkata: "Hadits Ibnu Umar, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Isma'il bin Ayyasy, dari Musa bin Uqbah, dari Nafi', dari Ibnu Umar, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda, "Seorang yang junub dan wanita haid tidak boleh membaca Al Qur`an." Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang setelah mereka seperti Sufyan Ats Tsauri, bin Al Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Mereka mengatakan, "Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca sesuatu dari Al Qur'an, kecuali ujung ayat, atau satu huruf, serta yang semisalnya. Namun mereka memberi keringan bagi orang junub dan wanita haid untuk membaca tasbih (Subhanallah) dan tahlil (Laa Ilaaha Illalaah)." Abu Isa berkata: "Aku mendengar Muhammad bin Isma'il berkata: "Sesungguhya banyak hadits munkar telah diriwayatkan oleh Isma'il bin Ayyasy dari penduduk Hijaz dan penduduk Irak, sepertinya dia melemahkan riwayat Isma'il bin Ayyasy dari mereka, apabila ia dalam meriwayatkannya sendirian." Ia berkata: "Akan tetapi hadits Isma'il bin Ayyasy adalah dari penduduk Syam." Ahmad bin Hambal berkata: "Isma'il bin Ayyasy lebih baik dari Baqiyyah, karena Baqiyyah mempunyai hadits-hadits munkar yang diriwayatkannya dari orang-orang tsiqqah (dapat dipercaya)." Abu Isa berkata: "Ahmad bin Al Hasan telah bercerita kepadaku, ia berkata: "Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata seperti itu."
Sunan Tirmidzi 122: telah menceritakan kepada kami [Bundar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] dari [Sufyan] dari [Manshur] dari [Ibrahim] dari [Al Aswad] dari ['Aisyah] ia berkata: "Jika aku sedang haid Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyuruhku memakai kain, lalu beliau mencumbuiku." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ummu Salamah dan Maimunah." Abu Isa berkata: "Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat banyak ulama dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. Pendapat ini juga dipegang oleh Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 123: telah menceritakan kepada kami [Abbas Al 'Anbari] dan [Muhammad bin Abd Al A'la] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Abdurrahman bin Mahdi] berkata: telah menceritakan kepada kami [Mu'awiyah bin Shalih] dari [Al 'Ala` bin Al Harits] dari [Haram bin Mu'awiyah] dari pamannya [Abdullah bin Sa'd] ia berkata: "Aku bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang makan bersama wanita haid, maka beliau bersabda: "Makanlah bersamanya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Aisyah dan Anas." Abu Isa berkata: "Hadits riwayat Abdullah bin Sa'd ini derajatnya hasan gharib. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu, mereka berpandangan bahwa makan bersama dengan wanita haid tidaklah mengapa. Namun mereka berselisih tentang sisa air wudlunya, sebagian dari mereka memberi keringanan dan sebagian yang lain memakruhkannya."
Sunan Tirmidzi 124: telah menceritakan kepada kami [Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Ubaidah bin Humaid] dari [Al A'masy] dari [Tsabit bin Ubaid] dari [Al Qasim bin Muhammad] ia berkata: " ['Aisyah] berkata kepadaku, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku: "Ambilkanlah tikar kecil dari masjid, " 'Aisyah berkata: "Lalu aku berkata: "Aku sedang haid, " beliau bersabda: "Sesungguhnya darah haidmu tidak berada di tanganmu." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah." Abu Isa berkata: "Hadits 'Aisyah ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat mayoritas ahli ilmu, dan kami tidak mengetahui mereka berselisih dalam hal ini. Yaitu, bahwa wanita haid boleh mengambil sesuatu dari dalam masjid."
Sunan Tirmidzi 125: telah menceritakan kepada kami [Bundar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id] dan [Abdurrahman bin Mahdi] dan [Bahz bin Asad] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Hammad bin Salamah] dari [Hakim Al Atsram] dari [Abu Tamimah Al Hujaimi] dari [Abu Hurairah] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa menggauli wanita haid, atau menggauli wanita dari dubur, atau mendatangi dukun maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam." Abu Isa berkata: "Kami tidak mengetahui hadits ini kecuali dari hadits Hakim Al Atsram, dari Abu Tamimah Al Hujaimi, dari Abu Hurairah. Dan hanyasanya makna hadits ini menurut ahli ilmu adalah sebagai pemberat saja. Telah diriwayatkan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi (mensetubuhi) wanita haid, maka hendaklah bersedekah dengan satu dinar." Sekiranya mendatangi wanita yang sedang haid sebuah kekufuran, maka ia tidak akan diperintahkan untuk bersedekah sebagai kafarahnya! Namun Muhammad melemahkan hadits ini dari sisi sanadnya. Dan Abu Tamimah Al Hujaimi namnya adalah Tharif bin Mujalid."
Sunan Tirmidzi 126: telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Syarik] dari [Khushaim] dari [Miqsam] dari [Ibnu Abbas] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang seorang laki-laki yang mendatangi isterinya di saat haid, beliau bersabda: "Barangsiapa mendatangi isterinya yang sedang haid hendaklah bersedekah dengan setengah dinar."
Sunan Tirmidzi 127: telah menceritakan kepada kami [Al Husain bin Huraits] berkata: telah mengabarkan kepada kami [Al Fadll bin Musa] dari [Abu Hamzah As Sukkari] dari [Abdul Karim] dari [Miqsam] dari [Ibnu Abbas] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Jika darah tersebut warnanya merah maka dendanya satu dinar, dan jika warnanya kuning maka dendanya adalah setengah dinar." Abu Isa berkata: "Hadits yang berbicara masalah denda menggauli wanita yang sedang haid diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dengan riwayat mauquf dan marfu'. Ini adalah perkataan sebagian ahli ilmu. Dan pendapat ini juga diambil oleh Ahmad dan Ishaq. bin Al Mubarak berkata: "Hendaklah ia meminta maaf kepada Rabbnya dan tidak ada kafarah." Perkataan seperti bin Al Mubarak ini juga diriwayatkan dari sebagian ulama tabi'in, seperti Sa'id bin Jubair dan Ibrahim An Nakha'I. Dan ini adalah perkataan kebanyakan ulama dunia."
Sunan Tirmidzi 128: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Fathimah binti Al Mundzir] dari [Asma binti Abu Bakr] berkata: "Seorang wanita bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang pakaian yang terkena darah haid?" maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: "Gosoklah kain tersebut, kemudian basahi dan basuhlah dengan air, setelah itu shalatlah dengannya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Hurairah dan Ummu Qais binti Mihshan." Abu Isa berkata: "Hadits Asma tentang mencuci darah haid derajatnya hasan shahih." Para ulama telah berbeda pendapat tentang darah yang mengenai kain lalu dipakai shalat sebelum dicuci. Sebagian ulama dari tabi'in berkata: "Apabila darah tersebut seukuran (sebesar) dirham, lalu ia mengenakannya sebelum dicuci, maka ia harus mengulangi shalatnya." Sedangkan sebagian yang lain berkata: "Apabila darah itu lebih besar dari ukuran satu dirham, maka ia harus mengulangi shalatnya." Pendapat ini dipegang oleh Sufyan Ats Tsauri dan bin Al Mubarak. Namun sebagian ulama yang lain dari kalangan tabi'in dan selainnya tidak mewajibkan untuk mengulangi shalatnya, meskipun darah itu lebih banyak (besar) dari uang dirham. Pendapat ini dipegang oleh Ahmad dan Ishaq. Syafi'i berkata: "Wajib mencucinya meskipun darahnya kurang daru seukuran uang dirham." Dan Ia berpegang teguh dengan itu."
Sunan Tirmidzi 129: telah menceritakan kepada kami [Nashr bin Ali Al Jahdlami] berkata: telah menceritakan kepada kami [Syuja' bin Al Walid Abu Badr] dari [Ali bin Abdul A'la] dari [Abu Sahl] dari [Mussah Al Azdiah] dari [Ummu Salamah] ia berkata: "Pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam wanita-wanita yang habis melahirkan duduk berdiam diri selama empat puluh hari, kami memoles wajah kami dengan waras (sejenis tumbuhan) karena sebab warna hitam." Abu Isa berkata: "Ini adalah hadits gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits Abu Sahl, dari Mussah Al Azdiah dari Ummu Salamah." Dan Nama Abu Sahl adalah Katsir bin Ziyad. Dalam hal ini Muhammad bin Isma'il berkata: "Ali bin Abdul A'la dan Abu Sahl adalah orang yang terpercaya." Dan Muhammad tidak mengetahui hadits ini kecuali dari hadits Abu Sahl. Para ulama telah sepakat bahwa para sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tabi'in dan orang-orang sesudah mereka telah sepakat, bahwa wanita yang habis melahirkan boleh meninggalkan shalat selama empat puluh hari, kecuali jika ia telah suci sebelum itu, maka ia harus mandi dan shalat. Apabila ia melihat darah setelah empat puluh hari, maka sebagian ulama berkata: "Ia tidak boleh meninggalkan shalat setelah empat puluh hari." Ini adalah pendapat sebagian besar fuqaha seperti Sufyan Ats Tsauri, bin Al Mubarak, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq. Dan diriwayatkan pula dari Al Hasan Al Bashri, ia berkata: "Sesungguhnya wanita yang habis melahirkan ia tidak shalat selama lima puluh hari jika ia tidak melihat bahwa ia telah suci." Dan diriwayatkan pula dari 'Atha bin Abu Rabah dan Asy Sya'bi: yaitu enam puluh hari."
Sunan Tirmidzi 130: telah menceritakan kepada kami [Bundar Muhammad bin Basysyar] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Ahmad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan] dari [Ma'mar] dari [Qatadah] dari [Anas] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam pernah menggilir para istrinya dalam satu mandi." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abu Rafi'." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengilir semua istrinya dengan satu kali mandi." Ini adalah pendapat banyak ahli ilmu, di antara mereka adalah Al Hasan Al Bashri, bahwa seseorang tidak dipermasalahkan untuk mengulangi (bersetubuh) meskipun belum berwudlu." [Muhammad bin Yusuf] meriwayatkan hadits ini dari [Sufyan], -Abu Urwah mengatakan dari Abu Al Khaththab-, dari [Anas], Abu Urwah -dia adalah Ma'mar bin Rasyid-, dan Abu Al khaththab Qatadah bin Di'amah. Abu Isa berkata: "Sebagian mereka meriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Urwah dari Abu Al Khaththab."
Sunan Tirmidzi 131: telah menceritakan kepada kami [Hannad] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hafsh bin Ghiyats] dari ['Ashim Al Ahwal] dari [Abu Al Mutawakkil] dari [Abu Sa'id Al Khudri] dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Jika salah seorang dari kalian mendatangi istrinya dan ingin mengulanginya, maka hendaklah ia berwudlu di antara keduanya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Umar." Abu Isa berkata: "Hadits riwayat Abu Sa'id ini derajatnya hasan shahih. Ini adalah pendapat Umar bin Al Khaththab. Dan tidak sedikit pula dari kalangan ahli ilmu yang berpegang dengan pendapat ini, mereka mengatakan, "Jika seorang laki-laki mensetubuhi istrinya dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah ia berwudlu terlebih dahulu." Abu Al Mutawakkil namanya adalah Ali bin Dawud. Sedangkan Abu Sa'id Al Khudri namanya adalah Sa'd bin Malik bin Sinan."
Sunan Tirmidzi 132: telah menceritakan kepada kami [Hannad bin As Sari] berkata: telah menceritakan kepada kami [Abu Mu'awiyah] dari [Hisyam bin Urwah] dari [Ayahnya] dari [Abdullah bin Al Arqam] ia berkata: "Iqamah telah dikumandangkan, lalu ia mengambil tangan seorang laki-laki seraya menyuruhnya ke depan, padahal ia adalah imam bagi kaumnya. Lalu ia berkata: "Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Jika shalat telah dikumandangkan, dan salah seorang dari kalian ingin ke WC, maka hendaklah ia ke WC terlebih dahulu." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Aisyah, Abu Hurairah, Tsauban dan Abu Umamah." Abu Isa berkata: "Hadits Abdullah bin Al Arqam adalah hadits hasan shahih. Seperti inilah [Malik bin Anas] dan [Yahya bin Sa'id Al Qaththan] dan tidak sedikit pula dari kalangan penghafal (ahli hadits) meriwayatkan dari [Hisyam bin Urwah] dari [ayahnya] dari [Abdullah bin Al Arqam]." [Wuhaib] dan selainnya juga meriwayatkan dari [Hisyam bin Urwah] dari [ayahnya] dari [seorang laki-laki] dari [Abdullah bin Al Arqam]. Ini adalah pendapat tidak seorang saja dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. Pendapat ini juga dipegang oleh Ahmad dan Ishaq, mereka mengatakan, "Janganlah seseorang melakukan shalat jika ia merasakan (ingin) buang air besar atau air kecil." Mereka berkata lagi, "Jika ia telah berdiri shalat, ia tidak harus membatalkan shalatnya selama hal itu tidak mengganggu." Sebagian ahli ilmu berpendapat, "Seseorang tidak apa-apa melaksanakan shalat dalam keadaan ingin buang air besar atau air kecil, selama hal itu tidak mengganggunya dalam shalat."
Sunan Tirmidzi 133: telah menceritakan kepada kami [Abu Raja` Qutaibah] berkata: telah menceritakan kepada kami [Malik bin Anas] dari [Muhammad bin Umarah] dari [Muhammad bin Ibrahim] dari [budak wanita milik Abdurrahman bin Auf] ia berkata: "Aku pernah berkata kepada [Ummu Salamah], "Sesungguhnya aku ini adalah seorang wanita yang kainnya panjang, dan aku berjalan di tempat yang kotor?" lalu ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda: "Kain akan suci dengan tanah setelahnya." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Mas'ud, ia berkata: "Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam di tempat yang kotor, dan kami tidak berwudlu." Abu Isa berkata: "Tidak hanya seorang dari ahli ilmu yang berpendapat seperti ini, mereka mengatakan, "Seseorang yang menginjak tempat kotor tidak harus membasuh telapak kakinya kecuali jika kotoran tersebut masih basah, maka ia dianjurkan untuk menghilangkan bekasnya." Abu Isa berkata: " [Abdullah bin Al Mubarak] juga meriwayatkan hadits ini dari [Malik bin Anas] dari [Muhammad bin Umarah] dari [Muhammad bin Ibrahim] dari [budak wanita milik Hud bin Abdurrahman bin Auf] dari [Ummu Salamah]. Tapi di dalamnya ada keraguan, sebab Abdurrahman bin Auf tidak mempunyai anak yang bernama Hud. Tapi itu adalah riwayat dari budak wanita milik Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf dari Ummu Salamah, dan inilah yang benar."
Sunan Tirmidzi 134: telah menceritakan kepada kami [Abu Hafsh 'Amru bin Ali Al Falas] berkata: telah menceritakan kepada kami [Yazid Ibnu Zurai'] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sa'id] dari [Qatadah] dari [Azrah] dari [Sa'id bin Abdurrahman bin Abza] dari [ayahnya] dari ['Ammar bin Yasir] berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan kepadanya bertayamum pada muka dan kedua telapak tangan." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari 'Aisyah dan Ibnu Abbas." Abu Isa berkata: "Hadits Ammar ini derajatnya hasan shahih. Telah diriwayatkan pula dari 'Ammar dari banyak jalur. Ini adalah pendapat tidak hanya seorang saja dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam. Di antara mereka adalah Ali, 'Ammar, Ibnu Abbas dan banyak lagi dari kalangan tabi'in seperti Asy Sya'bi, 'Atha` dan Makhul. Mereka mengatakan, "Tayamum itu satu pukulan untuk muka dan kedua telapak tangan." Pendapat ini diambil oleh Ahmad dan Ishaq. Dan sebagian ahli ilmu seperti Ibnu Umar, Jabir, Ibrahim dan Al Hasan mengatakan, "Tayamum itu satu pukulan untuk wajah dan satu pukulan untuk kedua telapak tangan hingga siku." Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Malik, bin Al Mubarak dan Syafi'i. Hadits tentang tayamum ini, yaitu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan, "untuk muka dan kedua telapak tangan, " juga diriwayatkan dari Ammar dengan jalur lain. Hadits ini juga diriwayatkan dari 'Ammar, bahwa ia berkata: "Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertayamum hingga pundak dan ketiak." Namun sebagian ulama melemahkan hadits 'Ammar dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tentang tayamum pada muka dan kedua telapak tangan, ketika diriwayatkan pula darinya hadits tayamum hingga pundak dan ketiak. Ishaq bin Ibrahim bin Makhlad Al Hanzhali berkata: "Hadits 'Ammar tentang tayamum untuk muka dan kedua telapak tangan adalah hadits yang derajatnya hasan shahih. Sedangkan hadits Ammar yang menyebutkan, "Kami pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bertayamum hingga pundak dan ketiak, " tidak bertentangan dengan hadits untuk muka dan kedua telapak tangan. Sebab 'Ammar tidak menyebutkan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk melakukan yang demikian itu. Namun ia hanya mengatakan, "Kami melakukan begini dan begini." Ketika ia bertanya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau memerintahkan kepadanya untuk mengusap muka dan kedua telapak tangan, maka berakhirlah atas apa yang Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ajarkan kepadanya, yaitu mengusap muka dan kedua telapak tangan. Dalil dari hal itu adalah apa yang 'Ammar fatwakan dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tentang tayamum, bahwa beliau bersabda: "(mengusap) muka dan kedua telapak tangan." Maka dalam persoalan ini dalilnya adalah apa yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau mengajarkan untuk mengusap wajah dan kedua telapak tangan." Ia bersabda, "Aku mendengar Abu Zur'ah bin Abdul Karim berkata: "Aku belum pernah melihat di kota Bashrah orang yang lebih bagus hafalannya selain tiga orang: Ali bin Al Madini, Ibnu Asy Syadzakuni dan 'Amru bin Ali Al Fallas." Abu Zur'ah berkata: "Affan bin Muslim meriwayatkan sebuah hadits dari 'Amru bin Ali."
Sunan Tirmidzi 135: Telah bercerita kepada kami [Yahya bin Musa] berkata: telah menceritakan kepada kami [Sa'id bin Sulaiman] berkata: telah menceritakan kepada kami [Husyaim] dari [Muhammad bin Khalid Al Qurasyi] dari [Daud bin Hushain] dari [Ikrimah] dari [Ibnu Abbas] bahwa Ia pernah ditanya tentang tayamum, ia lalu menjawab: "Sesungguhnya Allah telah berfirman dalam kitab-Nya ketika menyebutkan tentang wudlu: {Faghsiluu wujuhakum wa aydiyakum ilalmaroofiqi} (Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai ke siku) Dan Allah berfirman tentang tayamum: {Famsahu biwujuuhikum wa aydiikum} (Maka sapulah mukamu dan tanganmu) Dan berfirman: {Wassaariqu wassaariqotu faqtho'uu aydiyahumaa} (Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya). Maka secara sunnah, dalam memotong tangan adalah pada kedua telapak tangan, dan yang dibasuh dalam tayamum adalah bagian wajah dan kedua telapak tangan." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya shahih gharib."
Sunan Tirmidzi 136: telah menceritakan kepada kami [Abu Sa'id Abdullah bin Sa'id Al Asyaj] berkata: telah menceritakan kepada kami [Hafsh bin Ghiyats] dan [Uqbah bin Khalid] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Al A'masy] dan [Ibnu Abu Laila] dari ['Amru bin Murrah] dari [Abdullah bin Salamah] dari [Ali] ia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam membacakan Al Qur'an dalam setiap kesempatan, selama beliau tidak junub." Abu Isa berkata: "Hadits Ali ini adalah hadits yang hasan shahih. Pendapat ini banyak diambil oleh ahli ilmu dari kalangan sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan tabi'in. Mereka berkata: "Seorang laki-laki boleh membaca Al Qur`an tanpa wudlu, namun ia tidak boleh membaca kecuali dalam keadaan suci. Pendapat ini diambil oleh Sufyan Ats Tsauri, Syafi'i, Ahmad dan Ishaq."
Sunan Tirmidzi 137: telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu Umar] dan [Sa'id bin Abdurrahman Al Makhzumi] mereka berkata: telah menceritakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah] dari [Az Zuhri] dari [Sa'id bin Al Musayyib] dari [Abu Hurairah] ia berkata: "Seorang arab dusun masuk ke dalam masjid ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam shalat, arab dusun itu lalu shalat. Setelah shalat ia berdo'a: "Ya Allah, sayangilah aku dan Muhammad, dan jangan engkau sayangi seorang pun bersama kami." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu berpaling ke arahnya seraya bersabda: "Sungguh engkau telah mempersempit sesuatu yang luas." Setelah itu ia kencing di dalam masjid hingga membuat orang-orang segera menghampirinya, namun Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Siramlah dengan seember air." atau beliau mengatakan: "dengan satu timba air." Setelah itu beliau bersabda lagi: "Sesungguhnya kalian diutus dengan memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesulitan." [Sa'id] berkata: [Sufyan] berkata: "Telah menceritakan kepadaku [Yahya bin Sa'id] dari [Anas bin Malik] seperti ini." Ia berkata: "Dalam bab ini juga ada riwayat dari Abdullah bin Mas'ud, Ibnu Abbas dan Watsilah bin Al Asqa'." Abu Isa berkata: "Hadits ini derajatnya hasan shahih, dan sebagian ahli ilmu beramal dengan hadits ini. Ini adalah pendapat Ahmad dan Ishaq. [Yunus] juga meriwayatkan hadits ini dari [Az Zuhri] dari [Ubaidullah bin Abdullah] dari [Abu Hurairah]."